KS akan usulkan regulasi ke pemerintah mengenai substitusi impor baja
21 November 2019 14:21 WIB
Direktur Utama Krakatau Steel (Persero) Tbk Silmy Karim ketika ditemui di kantor Kementerian BUMN di Jakarta, Kamis (21/11/2019). ANTARA/ Zubi Mahrofi
Jakarta (ANTARA) - PT Krakatau Steel (Persero) Tbk akan memberikan usulan regulasi kepada pemerintah dalam rangka indusrtrialisasi substitusi impor baja sehingga industri baja Indonesia sehat dan membaik.
"Kita tahu bahwa baja merupakan salah satu penekan neraca perdagangan Indonesia nomor tiga dengan importasi sebesar sekitar 6 miliar dolar AS. Nah ini kan tidak baik buat perekonomian nasional," ujar Direktur Utama Krakatau Steel (KS) Silmy Karim ketika ditemui di Kementerian BUMN di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, penerapan perdagangan bebas (free trade agreement/FTA), terutama dengan China pada 2010 telah membuat keberlangsungan industri baja di Indonesia terpuruk.
"Nanti kita lihat aturan-aturan yang dapat menyehatkan industri baja. Tapi bukan hanya semata-semata soal Krakatau Steel, namun untuk industri baja nasional agar sehat. Krakatau Steel hanya bagian dari industri baja nasional saja," katanya.
Ia mengaku hal itu juga telah didiskusikan dengan Kementerian BUMN. Pihaknya berharap pemerintah menerbitkan suatu regulasi yang dapat menyehatkan industri baja nasional.
"Ini bagian dari restrukturisasi eksternal manajemen, yang domainnya pemerintah dan Kementerian. Sementara restrukturisasi internal sudah dilakukan manajemen," katanya.
Ia optimistis prospek industri baja nasional akan terus membaik seiring pembangunan infrastruktur sehingga membuka ruang pertumbuhan konsumsi baja nasional.
"Potensi pertumbuhan konsumsi baja masih ada, tapi siapa yang menikmati potensi ini apakah impor atau Indonesia. Saat ini pertumbuhan konsumsi baja nasional masih 5-7 persen," katanya.
Silmy Karim mengemukakan konsumsi baja nasional masih sekitar 50 kilogram per kapita per tahun, cukup rendah jika dibandingkan Korea Selatan yang mencapai sebanyak 1.100 kilogram per kapita per tahun.
"Bahkan jika dibandingkan Singapura dan Malaysia, kita masih satu per enam-nya mereka," katanya.
Silmy Karim berharap gencarnya pembangunan di Indonesia turut serta membantu menyehatkan industri baja nasional sehingga dapat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi. Maka itu diperlukan regulasi yang mendukung bagi industri baja.
"Kalau andalkan impor, neraca dagang kita akan tertekan. Akhirnya rupiah ikut tertekan. Makanya harus persiapkan regulasi agar industri baja ini bisa swasembada untuk kurangi tekanan impor," katanya.
Baca juga: Datangi kantor Erick, Dirut KS bahas restrukturisasi utang
Baca juga: Krakatau Posco akui 2019 jadi tahun menantang bagi industri baja
Baca juga: Pengusaha minta pemerintah kendalikan impor baja
"Kita tahu bahwa baja merupakan salah satu penekan neraca perdagangan Indonesia nomor tiga dengan importasi sebesar sekitar 6 miliar dolar AS. Nah ini kan tidak baik buat perekonomian nasional," ujar Direktur Utama Krakatau Steel (KS) Silmy Karim ketika ditemui di Kementerian BUMN di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, penerapan perdagangan bebas (free trade agreement/FTA), terutama dengan China pada 2010 telah membuat keberlangsungan industri baja di Indonesia terpuruk.
"Nanti kita lihat aturan-aturan yang dapat menyehatkan industri baja. Tapi bukan hanya semata-semata soal Krakatau Steel, namun untuk industri baja nasional agar sehat. Krakatau Steel hanya bagian dari industri baja nasional saja," katanya.
Ia mengaku hal itu juga telah didiskusikan dengan Kementerian BUMN. Pihaknya berharap pemerintah menerbitkan suatu regulasi yang dapat menyehatkan industri baja nasional.
"Ini bagian dari restrukturisasi eksternal manajemen, yang domainnya pemerintah dan Kementerian. Sementara restrukturisasi internal sudah dilakukan manajemen," katanya.
Ia optimistis prospek industri baja nasional akan terus membaik seiring pembangunan infrastruktur sehingga membuka ruang pertumbuhan konsumsi baja nasional.
"Potensi pertumbuhan konsumsi baja masih ada, tapi siapa yang menikmati potensi ini apakah impor atau Indonesia. Saat ini pertumbuhan konsumsi baja nasional masih 5-7 persen," katanya.
Silmy Karim mengemukakan konsumsi baja nasional masih sekitar 50 kilogram per kapita per tahun, cukup rendah jika dibandingkan Korea Selatan yang mencapai sebanyak 1.100 kilogram per kapita per tahun.
"Bahkan jika dibandingkan Singapura dan Malaysia, kita masih satu per enam-nya mereka," katanya.
Silmy Karim berharap gencarnya pembangunan di Indonesia turut serta membantu menyehatkan industri baja nasional sehingga dapat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi. Maka itu diperlukan regulasi yang mendukung bagi industri baja.
"Kalau andalkan impor, neraca dagang kita akan tertekan. Akhirnya rupiah ikut tertekan. Makanya harus persiapkan regulasi agar industri baja ini bisa swasembada untuk kurangi tekanan impor," katanya.
Baca juga: Datangi kantor Erick, Dirut KS bahas restrukturisasi utang
Baca juga: Krakatau Posco akui 2019 jadi tahun menantang bagi industri baja
Baca juga: Pengusaha minta pemerintah kendalikan impor baja
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2019
Tags: