"Kami menduga terjadi migrasi besar-besaran dari kawasan ini (Gunung Ijen) ke tempat atau kawasan lain yang lebih terlindung dan masih alami," kata Humas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur Gatut Panggah Prasetyo saat dikonfirmasi usai pelepasliaran elang jawa di Cagar Alam Picis, Ponorogo, Rabu.
Hutan produksi yang dulunya menjadi "home race" (jalur lintas) elang jawa, kata dia, secara bertahap hilang dan berganti menjadi kawasan perkebunan.
Selain perubahan fungsi kawasan di sekitar Gunung Ijen yang dulunya menjadi habitat elang Jawa, kata dia, tingginya aksesibilitas manusia seiring pembukaan area-area perkebunan baru serta arus kunjungan wisatawan yang meningkat.
Kondisi sebaliknya, kata dia, terjadi di kawasan Gunung Sigogor dan Gunung Picis yang telah ditetapkan sebagai area cagar alam di kaki Gunung Wilis.
Di kawasan ini, populasi elang jawa daerah ini diidentifikasi meningkat. Dari asalnya terdeteksi tiga ekor elang jawa pada 2014, kini telah berkembang menjadi antara 7-11 ekor.
"Kondisi ini didukung oleh semua faktor, mulai faktor alami di Ponorogo yang masih bagus, kawasan buffer zone Perhutani yang masih terjaga, serta masyarakat yang peduli konservasi. Sadar dan peduli terhadap upaya pelestarian satwa dan lingkungannya," katanya.
Perkembangan positif itu disambut gembira oleh BKSDA maupun semua pihak yang peduli konservasi elang jawa, seperti dari Yayasan Konservasi Elang Indonesia (YKEI) dan penggiat lingkungan lain.
Mereka berharap elang jawa yang saat ini tercatat sekitar 300-an ekor di seluruh Pulau Jawa -- mayoritas terdeteksi di Garut, Jawa Barat dan Jawa Timur -- bisa terus berkembang sehingga satwa khas yang dilindungi dan menjadi perlambang negara Indonesia itu kian lestari di alam liar.
Bagus dan Bagas kembali terbang ke alam bebas
Di BKSDA Jatim sendiri saat ini masih ada 4-5 ekor elang jawa yang menjalani proses rehabilitasi. Gatut mengatakan, elang-elang jawa hasil penyerahan masyarakat itu tidak serta-merta dilepasliarkan demi mempertimbangkan kesiapan satwa itu berada di alam liar yang menjadi habitat aslinya.
Satwa itu mulai dari dilatih dengan makanan mangsa hidup selama kurun 2-3 bulan seperti tikus, anak ayam dan sebagainya.
Elang jawa yang dipilih dan dipersiapkan untuk dilepas liar kemudian menjalani proses habituasi atau pengenalan lingkungan alami baru yang akan menjadi habitatnya selama kurun waktu yang sama.
Tujuan habituasi ini untuk mengadaptasikan elang jawa dengan iklim yang ada di calon habitat barunya. Baru setelah habituasi dinyatakan cukup, elang dilepasliarkan.
Namun sebelum itu elang jawa akan diperiksa terus kesehatannya sebelum benar-benar dilepasliarkan.
Hal itu dimaksudkan supaya saat benar-benar sudah di alam liar tidak memicu penyakit bagi populsi elang jawa lain di alam liar, demikian Gatut Panggah Prasetyo.
Baca juga: Elang Jawa di Jatim Tinggal Dua Ekor
Baca juga: Konservasi Elang Jawa, ikhtiar menyelamatkan satwa endemik
Baca juga: Satu elang jawa dan enam merak hijau dilepasliarkan di Ponorogo
Baca juga: Pusat Konservasi Elang Kamojang lestarikan populasi elang jawa
Baca juga: Taman Safari Bogor siapkan penangkaran khusus untuk elang jawa