Pengamat nilai impor beras ketan bisa ingkari produksi dalam negeri
20 November 2019 20:20 WIB
Sejumlah petani memanen padi ketan di Desa Bulutanah, Kecamatan Tinggimoncong, Gowa, Sulawesi Selatan, Minggu (14/7/2019). Petani setempat mengatakan, mereka lebih memilih menanam padi ketan karena pertumbuhan tanaman jenis padi lain kurang bagus akibat pengaruh topografi daerah itu. ANTARA FOTO/Arnas Padda/YU/pd. (ANTARA/ARNAS PADDA)
Jakarta (ANTARA) - Pengamat ekonomi Indef Berly Martawardaya menilai rencana impor beras ketan bisa mengingkari hasil produksi dalam negeri para petani lokal.
Berly dalam pernyataan di Jakarta, Rabu, mengatakan rencana itu seharusnya disertai oleh data produksi maupun pasokan yang akurat.
Apalagi, masa panen padi maupun beras ketan akan terjadi dalam waktu dekat yaitu pada awal tahun.
"Kalau stok beras ketan tersedia sampai ke panen berikutnya tidak perlu impor. Apalagi sekitar tiga bulan lagi mau panen, tinggal lihat data BPS apakah sudah tahap membutuhkan atau tidak," katanya.
Baca juga: Pengamat nilai belum ada urgensi impor beras ketan
Baca juga: Pengamat ingatkan transparansi terkait rencana impor beras ketan
Ketua Asosiasi Lumbung Pangan Jawa Timur Suharno juga menyampaikan bahwa impor tersebut belum mendesak karena saat ini banyak beras dan gabah di penggilingan yang masih menumpuk dan tidak bisa dijual.
"Kalau impor jadi, ini akan menyebabkan gairah untuk bertani menjadi loyo, petani tidak akan semangat. Sedangkan impor yang lama saja masih mempengaruhi distribusi beras saat ini," ujarnya.
Untuk itu, ia menambahkan, jika impor beras ketan itu jadi dilakukan, maka pemerintah tidak mementingkan produksi hasil tanam petani lokal.
"Harusnya petani ditingkatkan lagi untuk bertanam (beras ketan) daripada impor. Konsep itu yang harus di wujudkan untuk swasembada pangan," katanya.
Sebelumnya, Sekretaris Perum Bulog, Awaluddin Iqbal mengatakan salah satu alasan rencana impor beras ketan sebanyak 65.000 ton karena komoditas ini belum mampu dipenuhi oleh petani lokal.
Awaluddin menambahkan petani dalam negeri tidak banyak yang menanam beras ketan sehingga pasokan terbatas padahal permintaan cukup besar terutama dari industri makanan.
"Kalau beras biasa, kita stok sangat berlimpah, Pak Dirut (Perum Bulog) juga sudah katakan tidak akan impor beras biasa. Tetapi komoditas khusus yang lain bisa," ujarnya.
Berly dalam pernyataan di Jakarta, Rabu, mengatakan rencana itu seharusnya disertai oleh data produksi maupun pasokan yang akurat.
Apalagi, masa panen padi maupun beras ketan akan terjadi dalam waktu dekat yaitu pada awal tahun.
"Kalau stok beras ketan tersedia sampai ke panen berikutnya tidak perlu impor. Apalagi sekitar tiga bulan lagi mau panen, tinggal lihat data BPS apakah sudah tahap membutuhkan atau tidak," katanya.
Baca juga: Pengamat nilai belum ada urgensi impor beras ketan
Baca juga: Pengamat ingatkan transparansi terkait rencana impor beras ketan
Ketua Asosiasi Lumbung Pangan Jawa Timur Suharno juga menyampaikan bahwa impor tersebut belum mendesak karena saat ini banyak beras dan gabah di penggilingan yang masih menumpuk dan tidak bisa dijual.
"Kalau impor jadi, ini akan menyebabkan gairah untuk bertani menjadi loyo, petani tidak akan semangat. Sedangkan impor yang lama saja masih mempengaruhi distribusi beras saat ini," ujarnya.
Untuk itu, ia menambahkan, jika impor beras ketan itu jadi dilakukan, maka pemerintah tidak mementingkan produksi hasil tanam petani lokal.
"Harusnya petani ditingkatkan lagi untuk bertanam (beras ketan) daripada impor. Konsep itu yang harus di wujudkan untuk swasembada pangan," katanya.
Sebelumnya, Sekretaris Perum Bulog, Awaluddin Iqbal mengatakan salah satu alasan rencana impor beras ketan sebanyak 65.000 ton karena komoditas ini belum mampu dipenuhi oleh petani lokal.
Awaluddin menambahkan petani dalam negeri tidak banyak yang menanam beras ketan sehingga pasokan terbatas padahal permintaan cukup besar terutama dari industri makanan.
"Kalau beras biasa, kita stok sangat berlimpah, Pak Dirut (Perum Bulog) juga sudah katakan tidak akan impor beras biasa. Tetapi komoditas khusus yang lain bisa," ujarnya.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2019
Tags: