Jakarta (ANTARA) - Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah Redjalam mendorong Bank Indonesia (BI) membuat kebijakan yang lebih ekspansif pada 2020 karena dampak penurunan suku bunga acuan terhadap pertumbuhan kredit masih relatif terbatas.

"Dampak ke investasi dan konsumsi, kami perkirakan tidak cukup tinggi karena kondisi likuiditas ketat," kata Piter dalam seminar Outlook Ekonomi Indonesia di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, kebijakan moneter BI diperkirakan akan lebih efektif mendorong konsumsi dan investasi apabila diimbangi oleh kebijakan fiskal yang juga longgar.

Selain fiskal, kata dia, juga terkait kebijakan sektor riil yang memberikan kemudahan berusaha.

Pertumbuhan kredit, ungkap Piter, tahun 2020 diperkirakan akan berada pada kisaran 10-12 persen, persentase yang membaik namun dinilai masih terbatas.

Baca juga: Waspada transaksi berjalan, BI diperkirakan tahan bunga acuan November

Padahal, lanjut dia, kredit untuk konsumsi dan investasi misalnya merupakan mesin pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Selama tahun 2019, BI sudah empat kali menurunkan tingkat suku acuan dengan total 100 basis poin.

Namun, hal itu belum cepat diikuti perbankan karena kondisi likuiditas perbankan di Indonesia masih ketat.

"Penurunan suku bunga acuan BI belum bisa dengan cepat diikuti dengan penurunan suku bunga deposito dan kredit. Bank masih berebut dana, apalagi pemerintah juga berebut. Crowding out yang terjadi menyebabkan kondisi likuiditas semakin parah," ucapnya.

Tahun 2020, lanjut dia, kondisi ekonomi global diperkirakan masih tidak pasti akibat perang dagang dan geopolitik.

Dengan demikian, arah kebijakan bank sentral termasuk BI, ucap dia, diperkirakan masih akan ada ruang penurunan suku bunga acuan dan melonggarkan likuiditas.

Piter menjelaskan dampak yang berpeluang timbul akibat pelonggaran itu yakni aliran modal asing yang tetap terbuka masuk ke Indonesia.

Baca juga: BI sebut penurunan suku bunga acuan untuk longgarkan perekonomian

Dengan begitu, nilai tukar rupiah secara rata-rata berada pada kisaran Rp13.900-Rp14.100 tahun 2020 meski perekonomian nasional akan diwarnai defisit transaksi berjalan.

Penurunan suku bunga acuan, kata dia, juga dilakukan untuk merespon nilai tukar rupiah dari pada inflasi

"Rupiah stabil dan cenderung menguat, sementara ada pelambatan pertumbuhan ekonomi. Kami yakin BI akan melanjutkan respons kebijakan moneter lebih progrowth dengan melanjutkan penurunan suku bunga," katanya.

Baca juga: Pengamat sebut strategi tepat dan terobosan dapat antisipasi resesi