PBB: AS hingga China semakin jauh dari target iklim
20 November 2019 15:11 WIB
Seorang anak dan aktivis perubahan iklim menghadiri protes 'Extinction Rebellion' di pantai Copacabana di Rio de Janeiro, Brazil, Senin (7/10/2019). (REUTERS/Sergio Moraes)
London (ANTARA) - Produsen bahan bakar fosil utama dunia akan gagal mencapai tujuan lingkungan global dengan ekstraksi batu bara, minyak dan gas yang berlebihan dalam dekade berikutnya, PBB dan kelompok-kelompok penelitian mengatakan pada Rabu, saat menyampaikan peringatan terbaru atas krisis iklim.
Sepuluh negara yang menjadi fokus, termasuk negara adikuasa China dan Amerika Serikat (AS), berencana untuk memproduksi bahan bakar pada 2030 pada tingkat antara 50-120 persen di atas target Perjanjian Paris, penelitian menunjukkan.
Di bawah pakta global 2015, negara-negara berkomitmen untuk tujuan jangka panjang membatasi kenaikan suhu rata-rata hingga 1,5-2 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri.
Baca juga: Rencana karbon AS tidak akan capai target perubahan iklim
Tetapi pada 2030, produksi yang direncanakan 10 negara tersebut akan menghasilkan 39 gigaton (Gt) emisi karbon dioksida, atau 53 persen lebih tinggi dari yang dibutuhkan untuk mengurangi kenaikan suhu menjadi 2 derajat Celcius dan 21 Gt, atau 120 persen, lebih dari yang dibutuhkan untuk 1,5 Celcius, menurut laporan itu.
Negara-negara lain yang dianalisis termasuk Rusia, India, Australia, Indonesia, Kanada, Jerman, Norwegia, dan Inggris.
"Pasokan energi dunia tetap didominasi oleh batubara, minyak dan gas, mendorong tingkat emisi yang tidak konsisten dengan tujuan iklim," kata Direktur Eksekutif Program Lingkungan PBB (UNEP) Inger Andersen.
Baca juga: Konferensi perubahan iklim PBB dipastikan digelar di Madrid
Selain UNEP, laporan tersebut disusun oleh Institut Lingkungan Stockholm, Institut Internasional untuk Pembangunan Berkelanjutan, Institut Pengembangan Luar Negeri, dan Pusat CICERO untuk Penelitian Iklim dan Iklim Internasional dan Analisis Iklim.
Baca juga: Butuh tiga kali NDC global tekan suhu 1,5 derajat celsius
Ini menciptakan metrik baru yang disebut "kesenjangan produksi bahan bakar fosil" yang menyoroti perbedaan antara peningkatan produksi dan penurunan yang diperlukan untuk membatasi pemanasan global.
Kesenjangan terbesar untuk batubara, dengan negara-negara yang berencana untuk memproduksi 150 persen lebih banyak pada 2030 daripada konsisten dengan membatasi pemanasan menjadi 2 derajat Celcius, dan 280 persen lebih banyak daripada membatasi pemanasan hingga 1,5 derajat Celcius.
"Berlanjutnya ekspansi produksi bahan bakar fosil - dan pelebaran kesenjangan produksi global - ditopang oleh kombinasi rencana nasional yang ambisius, subsidi pemerintah kepada produsen, dan bentuk keuangan publik lainnya," demikian laporan itu.
Laporan tersebut mendahului laporan tahunan "kesenjangan emisi" UNEP, yang akan dirilis minggu depan, yang menilai apakah kebijakan pengurangan emisi negara sudah cukup.
Sumber: Reuters
Baca juga: Macron-Xi sepakati kata 'irreversibility' dalam kesepakatan Paris
Baca juga: Perubahan iklim bikin kesehatan generasi mendatang terancam selamanya
Sepuluh negara yang menjadi fokus, termasuk negara adikuasa China dan Amerika Serikat (AS), berencana untuk memproduksi bahan bakar pada 2030 pada tingkat antara 50-120 persen di atas target Perjanjian Paris, penelitian menunjukkan.
Di bawah pakta global 2015, negara-negara berkomitmen untuk tujuan jangka panjang membatasi kenaikan suhu rata-rata hingga 1,5-2 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri.
Baca juga: Rencana karbon AS tidak akan capai target perubahan iklim
Tetapi pada 2030, produksi yang direncanakan 10 negara tersebut akan menghasilkan 39 gigaton (Gt) emisi karbon dioksida, atau 53 persen lebih tinggi dari yang dibutuhkan untuk mengurangi kenaikan suhu menjadi 2 derajat Celcius dan 21 Gt, atau 120 persen, lebih dari yang dibutuhkan untuk 1,5 Celcius, menurut laporan itu.
Negara-negara lain yang dianalisis termasuk Rusia, India, Australia, Indonesia, Kanada, Jerman, Norwegia, dan Inggris.
"Pasokan energi dunia tetap didominasi oleh batubara, minyak dan gas, mendorong tingkat emisi yang tidak konsisten dengan tujuan iklim," kata Direktur Eksekutif Program Lingkungan PBB (UNEP) Inger Andersen.
Baca juga: Konferensi perubahan iklim PBB dipastikan digelar di Madrid
Selain UNEP, laporan tersebut disusun oleh Institut Lingkungan Stockholm, Institut Internasional untuk Pembangunan Berkelanjutan, Institut Pengembangan Luar Negeri, dan Pusat CICERO untuk Penelitian Iklim dan Iklim Internasional dan Analisis Iklim.
Baca juga: Butuh tiga kali NDC global tekan suhu 1,5 derajat celsius
Ini menciptakan metrik baru yang disebut "kesenjangan produksi bahan bakar fosil" yang menyoroti perbedaan antara peningkatan produksi dan penurunan yang diperlukan untuk membatasi pemanasan global.
Kesenjangan terbesar untuk batubara, dengan negara-negara yang berencana untuk memproduksi 150 persen lebih banyak pada 2030 daripada konsisten dengan membatasi pemanasan menjadi 2 derajat Celcius, dan 280 persen lebih banyak daripada membatasi pemanasan hingga 1,5 derajat Celcius.
"Berlanjutnya ekspansi produksi bahan bakar fosil - dan pelebaran kesenjangan produksi global - ditopang oleh kombinasi rencana nasional yang ambisius, subsidi pemerintah kepada produsen, dan bentuk keuangan publik lainnya," demikian laporan itu.
Laporan tersebut mendahului laporan tahunan "kesenjangan emisi" UNEP, yang akan dirilis minggu depan, yang menilai apakah kebijakan pengurangan emisi negara sudah cukup.
Sumber: Reuters
Baca juga: Macron-Xi sepakati kata 'irreversibility' dalam kesepakatan Paris
Baca juga: Perubahan iklim bikin kesehatan generasi mendatang terancam selamanya
Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Maria D Andriana
Copyright © ANTARA 2019
Tags: