Ambon (ANTARA) - Seorang pengungsi dampak gempa magnitudo 6,5 di Desa Liang, Kecamatan Salahutu (Pulau Ambon), Kabupaten Maluku Tengah yang mengalami penurunan berat badan drastis, kesulitan biaya untuk memeriksakan penyakitnya.

Haila Nisa Tunny (15) mengalami penurunan berat badan drastis sejak berada di lokasi pengungsian, kesulitan untuk memeriksakan penyakit yang dideritanya karena tidak ada biaya.

"Saya juga tidak tahu saya ini menderita sakit apa, tapi saya tidak kuat untuk berdiri, hanya bisa berbaring begini," kata Haila Nisa Tunny di Liang, Selasa.

Haila merupakan pelajar kelas satu SMA Negeri 4 Salahutu. Pascagempa magnitudo 6,5 pada 26 September 2019, ia dan keluarga mengungsi ke kawasan dataran tinggi karena rumah mereka rusak.

Puteri ketiga dari empat bersaudara, anak pasangan Jafar Tunny dan Fatma Wael ini, sebelumnya pernah divonis terkena usus buntu dan menjalani proses pembedahan di RSUD dr. Ishak Umarella pada Agustus 2019.

Usai menjalani operasi usus kondisi remaja 15 tahun itu baik-baik saja, tapi proses menstruasinya mulai tidak lancar dan kemudian merasakan sakit yang lain setelah beberapa hari di lokasi pengungsian.

Haila mengaku merasakan sakit di sekujur punggung, bokong dan kaki, serta merasa mengantuk pada malam hari tapi entah kenapa tidak bisa tidur.

Selain itu, ia juga merasakan geli dan perih di sekitar kelamin. Rasa geli dan perih tersebut akan menghilang sesaat setelah ia buang air kecil.

Karena sakit yang belum diketahui penyebabnya itu, bobot tubuh Haila yang sebelumnya normal mulai menurun drastis.

"Bulan Agustus kemarin itu menstruasi saya masih lancar, tapi selesai operasi sampai sekarang saya sudah tidak menstruasi lagi," ujarnya.

Haila berharap bisa memeriksakan sakitnya dan segera sembuh, sehingga bisa kembali bersekolah seperti teman-teman sebayanya yang sudah menjalani proses belajar di sekolah.

"Saya ingin kembali bersekolah lagi, pengen shalat dan mengaji dengan teman-teman, ikut bantu-bantu orang tua juga," tambah Haila.

Ibu Haila, Fatma Wael mengatakan pernah sekali memeriksakan kondisi anaknya ke RSUD Dr. Ishak Umarella yang saat ini sedang beroperasi di komplek perkuliahan Universitas Darussalam Tulehu, pada Oktober 2019.

Kendati tidak mendapatkan jawaban yang pasti mengenai penyakit yang sedang dideritanya Haila, Fatma bersyukur obat penambah darah dari rumah sakit membantu meningkatkan hemoglobin (Hb) anaknya yang hanya 4 g/dL.

"Sempat periksa ke Tulehu karena menurut bidan di sini saat mengukur tekanan darah Haila, katanya Hb rendah sekali hanya empat jadi harus dibawa ke rumah sakit," terang dia.

Fatma ingin kembali membawa Haila ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut dan berobat, tapi ia tidak punya biaya karena pascagempa bumi, ayah Haila, Jafar Tunny yang sehari-hari bekerja sebagai buruh bangunan belum mendapatkan orderan.

"Ya kami hanya begini saja, kondisi begini bapak belum ada orderan untuk bekerja lagi, kami hanya bisa bergantung ke bidan kampung yang rutin datang mengukur tekanan darah Haila," kata Fatma.

Baca juga: Pemulihan pascagempa di Maluku paling lambat direalisasikan November

Baca juga: LIPI akan tinjau lokasi semburan air panas dampak gempa di Desa Oma

Baca juga: BNPB galang dana untuk korban gempa di Maluku