Komunitas VRI bangun jembatan gantung bantu rakyat di daerah terpencil
19 November 2019 12:21 WIB
Tedi Ixdiana sang penggagas dengan target 1.000 jembatan gantung antusias melanjutkan pembangunan sarana sebagai akses untuk para pejalan kaki dari suatu desa menuju desa lainnya, kendati dia lakukan secara bertahap bersama Komunitas Vertival Rescue Indonesia (VRI) di Jawa Barat. Salah satu contoh jembatan gantung yang sudah beroperasional di Banten. (ANTARA/HO- dokumen Muhammad Alvi/Frislidia).
Kota Pekanbaru (ANTARA) - Komunitas Vertical Rescue Indonesia bertekad untuk membangun sebanyak 1.000 unit jembatan gantung untuk membantu rakyat di daerah terpencil dengan anggaran berkisar Rp25 juta hingga Rp90 juta per jembatan.
"Anggaran sebesar Rp25 juta hingga Rp90 juta tiap satu jembatan bersumber dari para donatur tentunya untuk membeli bahan-bahan utama dalam pembuatan jembatan gantung antara lain besi, papan," kata Ketua Komunitas Vertical Rescue Indonesia (VRI) Tedi Ixdiana dihubungi dari Pekanbaru, Selasa.
Menurut Teddi, untuk proses pembangunannya cukup sederhana, pertama-tama, pancang batu besar diikat seling baja dan dikubur ke dalam tanah atau di lumpur sawah. Kemudian pasang tiang-tiang gapura.
Baca juga: Pembangunan jembatan gantung didambakan warga pedalaman Lebak-Banten
Setelah itu, katanya, bentangkan seling dari pancang ke pancang dan terakhir baru dipasang pijakan yang bisa terbuat dari papan atau juga bambu. Pancang tali baja yang dipasang menggunakan teknik yang diadopsi dari dari teknik vertical rescue (penyelamatan di medan vertikal) yaitu pancang dead man atau batu besar yang dibenamkan ke dalam tanah sehingga jembatan pun mampu berdiri kokoh.
"Tahapan singkat dari proses pembuatan jembatan gantung ala VRI seperti itu yang hanya membutuhkan waktu pengerjaan selama 1-5 hari. Meskipun demikian, kekuatan dan keamanan jembatan cukup kokoh dan menjamin keselamatan penggunaannya ketika melintasi jembatan itu," katanya.
Ia mengatakan, keberadaan jembatan tersebut cukup kokoh dan kuat dengan masa pemakaiannya bisa mencapai 10 tahun tetapi memang harus dirawat, harus sering dilihat dan diperbaiki jika ada bagian-bagian jembatan yang kendor atau ada baut yang lepas.
Yang paling penting, kata Teddi lagi adalah bobot jembatan yang digunakan setiap hari untuk sekali jalan itu tidak boleh lebih dari tiga orang. Sedangkan struktur bangunan jembatan ini terlihat sama seperti jembatan gantung pada umumnya. Bedanya, tali baja atau pijakan yang jadi tumpuan beban utamanya.
Tedi Ixdiana sang penggagas dan arsitektur jembatan gantung bersama relawan anggota komunitasnya baru saja menyelesaikan 24 unit jembatan pada periode Januari-Oktober 2019. Sebanyak 24 unit jembatan yang dibangun itu bagian dari 85 unit yang terbangun sejak tahun 2015, tersebar di Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jawa Barat dan lainnya.
"Tentunya pembangunan jembatan gantung bertujuan membangun jembatan di daerah-daerah terpencil sebagai akses mendukung kelancaran masyarakat dalam beraktivitas sehari-hari, seperti bersekolah, bekerja, berbelanja dan sebagainya yang sebelum adanya jembatan mereka harus menempuh daerah tujuan dengan jalan memutar dan jaraknya cukup jauh," katanya.
Tekad tersebut perlu diwujudkan untuk pemerataan pembangunan terkait Indonesia adalah salah satu negara dengan kondisi geografis dan topografi yang sangat beragam, dan pembangunan infrastruktur di beberapa daerah tidak mudah untuk dilakukan seperti membangun infrastuktur jembatan, tambahnya.
"Jembatan menjadi salah satu infrastruktur yang paling dibutuhkan di beberapa daerah Indonesia khususnya di pelosok desa. Kita pasti pernah mendengar kisah-kisah tragis anak sekolah atau warga yang bertaruh nyawa dengan menyeberangi sungai untuk bisa beraktifitas," katanya.
Baca juga: Tedi Ixdiana dan tekad membangun 1.000 jembatan gantung
"Anggaran sebesar Rp25 juta hingga Rp90 juta tiap satu jembatan bersumber dari para donatur tentunya untuk membeli bahan-bahan utama dalam pembuatan jembatan gantung antara lain besi, papan," kata Ketua Komunitas Vertical Rescue Indonesia (VRI) Tedi Ixdiana dihubungi dari Pekanbaru, Selasa.
Menurut Teddi, untuk proses pembangunannya cukup sederhana, pertama-tama, pancang batu besar diikat seling baja dan dikubur ke dalam tanah atau di lumpur sawah. Kemudian pasang tiang-tiang gapura.
Baca juga: Pembangunan jembatan gantung didambakan warga pedalaman Lebak-Banten
Setelah itu, katanya, bentangkan seling dari pancang ke pancang dan terakhir baru dipasang pijakan yang bisa terbuat dari papan atau juga bambu. Pancang tali baja yang dipasang menggunakan teknik yang diadopsi dari dari teknik vertical rescue (penyelamatan di medan vertikal) yaitu pancang dead man atau batu besar yang dibenamkan ke dalam tanah sehingga jembatan pun mampu berdiri kokoh.
"Tahapan singkat dari proses pembuatan jembatan gantung ala VRI seperti itu yang hanya membutuhkan waktu pengerjaan selama 1-5 hari. Meskipun demikian, kekuatan dan keamanan jembatan cukup kokoh dan menjamin keselamatan penggunaannya ketika melintasi jembatan itu," katanya.
Ia mengatakan, keberadaan jembatan tersebut cukup kokoh dan kuat dengan masa pemakaiannya bisa mencapai 10 tahun tetapi memang harus dirawat, harus sering dilihat dan diperbaiki jika ada bagian-bagian jembatan yang kendor atau ada baut yang lepas.
Yang paling penting, kata Teddi lagi adalah bobot jembatan yang digunakan setiap hari untuk sekali jalan itu tidak boleh lebih dari tiga orang. Sedangkan struktur bangunan jembatan ini terlihat sama seperti jembatan gantung pada umumnya. Bedanya, tali baja atau pijakan yang jadi tumpuan beban utamanya.
Tedi Ixdiana sang penggagas dan arsitektur jembatan gantung bersama relawan anggota komunitasnya baru saja menyelesaikan 24 unit jembatan pada periode Januari-Oktober 2019. Sebanyak 24 unit jembatan yang dibangun itu bagian dari 85 unit yang terbangun sejak tahun 2015, tersebar di Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jawa Barat dan lainnya.
"Tentunya pembangunan jembatan gantung bertujuan membangun jembatan di daerah-daerah terpencil sebagai akses mendukung kelancaran masyarakat dalam beraktivitas sehari-hari, seperti bersekolah, bekerja, berbelanja dan sebagainya yang sebelum adanya jembatan mereka harus menempuh daerah tujuan dengan jalan memutar dan jaraknya cukup jauh," katanya.
Tekad tersebut perlu diwujudkan untuk pemerataan pembangunan terkait Indonesia adalah salah satu negara dengan kondisi geografis dan topografi yang sangat beragam, dan pembangunan infrastruktur di beberapa daerah tidak mudah untuk dilakukan seperti membangun infrastuktur jembatan, tambahnya.
"Jembatan menjadi salah satu infrastruktur yang paling dibutuhkan di beberapa daerah Indonesia khususnya di pelosok desa. Kita pasti pernah mendengar kisah-kisah tragis anak sekolah atau warga yang bertaruh nyawa dengan menyeberangi sungai untuk bisa beraktifitas," katanya.
Baca juga: Tedi Ixdiana dan tekad membangun 1.000 jembatan gantung
Pewarta: Frislidia
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019
Tags: