Artikel
MRT Jakarta, dari mengubah budaya hingga mimpi operator kelas dunia
Oleh Juwita Trisna Rahayu
18 November 2019 13:59 WIB
Direktur Operasi dan Pemeliharaan PT MRT Jakarta Muhammad Effendi memaparkan terkait operasi dan pemerliharaan MRT yang turut mengubah budaya serta target untuk menjadi operator kelas dunia. ANTARA/Juwita Trisna Rahayu/aa.
Jakarta (ANTARA) - Beberapa calon penumpang mengisi kotak antrean bergaris kuning di peron sembari menunggu kereta Ratangga Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta tiba.
Beberapa penumpang terlihat sedikit berlari agar tidak tertinggal moda baru yang jadwal keberangkatannya tepat waktu itu. Meski terburu-buru, mereka menunggu hingga penumpang yang turun, baru melangkah masuk ke dalam kereta.
Salah seorang penumpang yang akan menuju Stasiun Cipete Raya bernama Ryan mengaku sudah terbiasa dengan budaya antre dan tepat waktu saat bepergian dengan MRT.
“Saya aware (sadar) banget sama aturan yang harus antre ini dan memang harus on time. Kalau yang saya lihat penumpang MRT juga lebih tertib ya dan biasanya anak mudanya lebih ngerti ke orang tua buat dapat kursi,” ujar pria asal Bandung itu.
Ryan mengaku merasa terbantu dengan keberadaan MRT, terutama untuk mobilitas ke daerah Jakarta Selatan. Ia pun berharap MRT menambah rute dan melayani selama 24 jam.
Dengan demikian, pria yang bekerja di perusahaan swasta di Jakarta itu berharap kemacetan Ibu Kota akan berkurang seiring dengan bertambahnya titik-titik lokasi yang terhubung dengan stasiun MRT.
Baca juga: MRT luncurkan kartu perjalanan ganda 25 November
Direktur Operasi dan Pemeliharaan PT MRT Jakarta Muhammad Effendi mengatakan kehadiran MRT bukan hanya sebagai moda transportasi massal yang fungsi utamanya adalah membantu perpindahan orang dari satu tempat ke tempat lain, melainkan juga membangun budaya baru, yakni antre dan tepat waktu.
Tingkat ketepatan waktu kereta Ratangga ini 99,86 persen untuk waktu kedatangan, 99,91 persen waktu perjalanan dan 99,87 persen waktu tinggal (dwelling time).
“Pengoperasian MRT ini tidak hanya membantu dari segi pertumbuhan ekonomi, tetapi juga dari sosial budaya, ada efek positifnya di situ buat masyarakat, sesuai dengan motto kami ‘Increasing mobility, Improving life quality',” ujarnya.
Ia pun mengamati saat ini masyarakat pengguna MRT semakin sadar akan pentingnya budaya antre dan saling mengingatkan apabila ada yang tidak disiplin, termasuk juga lebih bertoleransi untuk memberikan kursi prioritas kepada yang berhak, seperti lansia, ibu hamil dan penyandang difabel.
Effendi juga bercerita di stasiun tidak banyak ditempatkan tempat sampah agar masyarakat sadar untuk menyimpan sampahnya sementara ketimbang membuangnya sembarangan.
Budaya baru yang sedikit-demi sedikit terbangun ini selain memberikan efek positif bagi masyarakat juga sekaligus tantangan bagi MRT untuk melayani lebih baik lagi.
“Tantangannya kamit tidak boleh salah, ada kesalahan sedikit misalnya kap tisu di toilet tidak ada, saya langsung ditelepon, artinya ekspektasi sangat tinggi. Untuk itu, kami kerja keras,” katanya.
Baca juga: MRT targetkan angkut 100.000 penumpang per hari di 2020
Saat ini MRT Jakarta sudah mengangkut sekitar 90.000 penumpang per hari atau melampaui target awal 65.000 penumpang per hari.
Dari angka tersebut, Effendi meyakini ada perpindahan masyarakat yang awalnya menggunakan kendaraan pribadi ke MRT.
Berdasarkan data yang dihimpun, saat ini sebanyak 76 persen warga Jakarta masih menggunakan kendaraan pribadi dan hanya 24 persen menggunakan transportasi publik.
Hanya 16 persen transportasi massal bisa diakses oleh warga dengan jarak kurang lebih satu kilometer yang menyebabkan warga cenderung malas untuk naik kendaraan umum.
Selain itu pertumbuhan jalan raya di Jakarta hanya 0,01 persen, sangat jauh dibandingkan dengan pertumbuhan kendaraan sebanyak 8,75 persen.
Tidak heran jika Jakarta dinobatkan sebagai kota termacet ketiga di dunia dan 80 persen polusi udara di Ibu Kota disumbang dari asap kendaraan bermotor.
Baca juga: MRT Jakarta gandeng LinkAJa, OVO, dan Dana
Mengangkut Lebih Banyak
Effendi menjelaskan pihaknya akan meningkatkan jumlah penumpang yang diangkut (ridership) MRT Jakarta dari 90.000 orang per hari menjadi 100.000 orang per hari pada 2020 agar semakin banyak orang yang naik kendaraan umum dan kemacetan serta polusi udara turut berkurang.
Ia menyebutkan kapasitas maksimal yang bisa diangkut MRT Jakarta, yakni 173.000 orang per hari, namun target itu bisa dicapai apabila didukung juga oleh pemerintah daerah.
Usulan yang diajukan, di antaranya ketersediaan park and ride, kemudian penyesuaian tarif parkir di simpul-simpul transportasi umum, pembangunan trotar yang lebih laik,” katanya.
“Ini sangat membantu karena orang nanti malas (naik kendaraan pribadi), untuk apa macet dan tarif parkirnya juga mahal,” katanya.
MRT juga saat ini tengah melakukan tender untuk Fase 2 dari Stasiun Bundaran HI hingga Kota yang ditargetkan akhir tahun ini mulai konstruksi dan beroperasi pada 2024.
Effendi menargetkan hingga 2030, jalur MRT di dalam area Jakarta terhubung sepanjang 245 kilometer dan di luar Jakarta lebih dari 175 kilometer, hingga ke depannya optimistis untuk mewujudkan mimpi sebagai operator kelas dunia.
Untuk itu, MRT juga terus berkolaborasi dengan operator di dunia, di antaranya menandatangani nota kesepahaman operasi dan pemeliharaan dengan Korea Selatan, penyediaan layanan konsultan terkait untuk meningkatkan operasi dan kinerja pemeliharaan dengan Jepang dan program pengembangan kapasitas dengan Hong Kong.
Pada 25 November, MRT juga berencana meluncurkan tiket perjalanan ganda atau “Multi Trip Ticket” bernama Jelajah untuk mempercepat pergerakan penumpang pada saat menempelkan kartu dibanding dengan kartu uang elektronik yang diterbitkan bank.
Sejak Dini
Pengamat Transportasi Universitas Katolik Soegijapranata Djoko Setijowarno menuturkan berdasarkan riset, transportasi publik yang memiliki fasilitas dan layanan bagus, penumpangnya cenderung lebih tertib seperti di negara-negara maju.
“Sangat berpengaruh, angkutan umum ini turut membentuk karakter orang, selanjutnya menjadi budaya dan bukan tidak mungkin bisa mengubah peradaban,” ujarnya.
Dia menyarankan agar budaya baik tersebut mengakar dan berkelanjutan sedianya harus dipupuk sejak dini, misalnya dengan memberikan diskon oleh MRT Jakarta untuk para pelajar agar mau beralih ke angkutan umum.
“Semacam memberikan CSR (tanggung jawab sosial perusahaan) tarif khusus kepada anak-anak sekolah. Dengan mereka naik angkutan umum, anak-anak sejak dini sudah tebiasa naik angkutan umum,” katanya.
Selain itu, menurut Djoko dilihat dari kapasitas serta kualitasnya, MRT Jakarta berpotensi untuk menjadi operator kelas dunia.
“Saya lihat di Indonesia ini lebih rapi, orang kita lebih tertib dibanding di Prancis itu orang suka masih ada yang loncat gate. Jadi kita tidak kalah dari luar negeri tinggal jaringannya diperbanyak dan TOD dimaksimalkan,” ujarnya.
Beberapa penumpang terlihat sedikit berlari agar tidak tertinggal moda baru yang jadwal keberangkatannya tepat waktu itu. Meski terburu-buru, mereka menunggu hingga penumpang yang turun, baru melangkah masuk ke dalam kereta.
Salah seorang penumpang yang akan menuju Stasiun Cipete Raya bernama Ryan mengaku sudah terbiasa dengan budaya antre dan tepat waktu saat bepergian dengan MRT.
“Saya aware (sadar) banget sama aturan yang harus antre ini dan memang harus on time. Kalau yang saya lihat penumpang MRT juga lebih tertib ya dan biasanya anak mudanya lebih ngerti ke orang tua buat dapat kursi,” ujar pria asal Bandung itu.
Ryan mengaku merasa terbantu dengan keberadaan MRT, terutama untuk mobilitas ke daerah Jakarta Selatan. Ia pun berharap MRT menambah rute dan melayani selama 24 jam.
Dengan demikian, pria yang bekerja di perusahaan swasta di Jakarta itu berharap kemacetan Ibu Kota akan berkurang seiring dengan bertambahnya titik-titik lokasi yang terhubung dengan stasiun MRT.
Baca juga: MRT luncurkan kartu perjalanan ganda 25 November
Direktur Operasi dan Pemeliharaan PT MRT Jakarta Muhammad Effendi mengatakan kehadiran MRT bukan hanya sebagai moda transportasi massal yang fungsi utamanya adalah membantu perpindahan orang dari satu tempat ke tempat lain, melainkan juga membangun budaya baru, yakni antre dan tepat waktu.
Tingkat ketepatan waktu kereta Ratangga ini 99,86 persen untuk waktu kedatangan, 99,91 persen waktu perjalanan dan 99,87 persen waktu tinggal (dwelling time).
“Pengoperasian MRT ini tidak hanya membantu dari segi pertumbuhan ekonomi, tetapi juga dari sosial budaya, ada efek positifnya di situ buat masyarakat, sesuai dengan motto kami ‘Increasing mobility, Improving life quality',” ujarnya.
Ia pun mengamati saat ini masyarakat pengguna MRT semakin sadar akan pentingnya budaya antre dan saling mengingatkan apabila ada yang tidak disiplin, termasuk juga lebih bertoleransi untuk memberikan kursi prioritas kepada yang berhak, seperti lansia, ibu hamil dan penyandang difabel.
Effendi juga bercerita di stasiun tidak banyak ditempatkan tempat sampah agar masyarakat sadar untuk menyimpan sampahnya sementara ketimbang membuangnya sembarangan.
Budaya baru yang sedikit-demi sedikit terbangun ini selain memberikan efek positif bagi masyarakat juga sekaligus tantangan bagi MRT untuk melayani lebih baik lagi.
“Tantangannya kamit tidak boleh salah, ada kesalahan sedikit misalnya kap tisu di toilet tidak ada, saya langsung ditelepon, artinya ekspektasi sangat tinggi. Untuk itu, kami kerja keras,” katanya.
Baca juga: MRT targetkan angkut 100.000 penumpang per hari di 2020
Saat ini MRT Jakarta sudah mengangkut sekitar 90.000 penumpang per hari atau melampaui target awal 65.000 penumpang per hari.
Dari angka tersebut, Effendi meyakini ada perpindahan masyarakat yang awalnya menggunakan kendaraan pribadi ke MRT.
Berdasarkan data yang dihimpun, saat ini sebanyak 76 persen warga Jakarta masih menggunakan kendaraan pribadi dan hanya 24 persen menggunakan transportasi publik.
Hanya 16 persen transportasi massal bisa diakses oleh warga dengan jarak kurang lebih satu kilometer yang menyebabkan warga cenderung malas untuk naik kendaraan umum.
Selain itu pertumbuhan jalan raya di Jakarta hanya 0,01 persen, sangat jauh dibandingkan dengan pertumbuhan kendaraan sebanyak 8,75 persen.
Tidak heran jika Jakarta dinobatkan sebagai kota termacet ketiga di dunia dan 80 persen polusi udara di Ibu Kota disumbang dari asap kendaraan bermotor.
Baca juga: MRT Jakarta gandeng LinkAJa, OVO, dan Dana
Mengangkut Lebih Banyak
Effendi menjelaskan pihaknya akan meningkatkan jumlah penumpang yang diangkut (ridership) MRT Jakarta dari 90.000 orang per hari menjadi 100.000 orang per hari pada 2020 agar semakin banyak orang yang naik kendaraan umum dan kemacetan serta polusi udara turut berkurang.
Ia menyebutkan kapasitas maksimal yang bisa diangkut MRT Jakarta, yakni 173.000 orang per hari, namun target itu bisa dicapai apabila didukung juga oleh pemerintah daerah.
Usulan yang diajukan, di antaranya ketersediaan park and ride, kemudian penyesuaian tarif parkir di simpul-simpul transportasi umum, pembangunan trotar yang lebih laik,” katanya.
“Ini sangat membantu karena orang nanti malas (naik kendaraan pribadi), untuk apa macet dan tarif parkirnya juga mahal,” katanya.
MRT juga saat ini tengah melakukan tender untuk Fase 2 dari Stasiun Bundaran HI hingga Kota yang ditargetkan akhir tahun ini mulai konstruksi dan beroperasi pada 2024.
Effendi menargetkan hingga 2030, jalur MRT di dalam area Jakarta terhubung sepanjang 245 kilometer dan di luar Jakarta lebih dari 175 kilometer, hingga ke depannya optimistis untuk mewujudkan mimpi sebagai operator kelas dunia.
Untuk itu, MRT juga terus berkolaborasi dengan operator di dunia, di antaranya menandatangani nota kesepahaman operasi dan pemeliharaan dengan Korea Selatan, penyediaan layanan konsultan terkait untuk meningkatkan operasi dan kinerja pemeliharaan dengan Jepang dan program pengembangan kapasitas dengan Hong Kong.
Pada 25 November, MRT juga berencana meluncurkan tiket perjalanan ganda atau “Multi Trip Ticket” bernama Jelajah untuk mempercepat pergerakan penumpang pada saat menempelkan kartu dibanding dengan kartu uang elektronik yang diterbitkan bank.
Sejak Dini
Pengamat Transportasi Universitas Katolik Soegijapranata Djoko Setijowarno menuturkan berdasarkan riset, transportasi publik yang memiliki fasilitas dan layanan bagus, penumpangnya cenderung lebih tertib seperti di negara-negara maju.
“Sangat berpengaruh, angkutan umum ini turut membentuk karakter orang, selanjutnya menjadi budaya dan bukan tidak mungkin bisa mengubah peradaban,” ujarnya.
Dia menyarankan agar budaya baik tersebut mengakar dan berkelanjutan sedianya harus dipupuk sejak dini, misalnya dengan memberikan diskon oleh MRT Jakarta untuk para pelajar agar mau beralih ke angkutan umum.
“Semacam memberikan CSR (tanggung jawab sosial perusahaan) tarif khusus kepada anak-anak sekolah. Dengan mereka naik angkutan umum, anak-anak sejak dini sudah tebiasa naik angkutan umum,” katanya.
Selain itu, menurut Djoko dilihat dari kapasitas serta kualitasnya, MRT Jakarta berpotensi untuk menjadi operator kelas dunia.
“Saya lihat di Indonesia ini lebih rapi, orang kita lebih tertib dibanding di Prancis itu orang suka masih ada yang loncat gate. Jadi kita tidak kalah dari luar negeri tinggal jaringannya diperbanyak dan TOD dimaksimalkan,” ujarnya.
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019
Tags: