Jakarta (ANTARA) - Semua orang pasti kentut. Faktanya, rata-rata orang buang angin sebanyak 15-23 kali sehari tanpa sadar, kata konsultan gastroentrologi Gwee Kok Ann seperti dikutip dari CNA.
"Secara umum, orang hanya merasakan peningkatan ketika mereka melewati dua kali lipat rata-rata biasa,” katanya.
Jadi berapa banyak kontribusi gas yang kita hasilkan untuk lingkungan?
“Volume normal setiap buang angin antara 5ml dan 300ml, dan lebih dari 24 jam, mayoritas orang dapat mengeluarkan 400ml hingga 1.500ml gas,” katanya.
Sebagai perbandingan, setiap napas normal yang Anda hirup adalah sekitar 500ml udara.
Menurut Daphne Ang, konsultan senior departemen Gastroenterologi dan Hepatologi Rumah Sakit Umum Changi, gas pada usus terbentuk karena udara yang masuk saat kita menelan makanan atau minum air. "Gas juga terbentuk saat makanan dicerna," katanya.
Baca juga: Memotret Pilkada Melalui Kentut
Baca juga: Benarkah "Kentut Unta Perparah Pemanasan Global"?
Apakah kentut yang berbunyi pasti tidak terlalu bau?
Anda mungkin pernah mendengarnya. Kentut akan berbau bila tidak berbunyi, sementara kentut yang nyaring takkan bau.
Keduanya tidak memiliki hubungan apa pun. Namun, "suara kentut dipengaruhi oleh seberapa rapat lubang anus dan kekuatan dorongan gas," jelas Gwee.
Ini juga dipengaruhi sebanyak apa gas yang dikeluarkan, dan jelas tidak ada hubungannya dengan ukuran pantat Anda.
“Jumlah gas yang berlebihan secara alami akan menghasilkan suara lebih bising daripada jumlah gas yang kecil," kata Dr Ang.
Jika Anda tak sengaja buang angin dan ingin kabur agar baunya tak tercium orang-orang, mungkin strategi itu takkan berhasil.
“Penyebaran bau kentut bisa jadi luar biasa cepat karena kentut bisa dikeluarkan secepat kecepatan suara. Ini juga tergantung pada volume gas yang dikeluarkan,” kata Gwee.
Meskipun tidak ada cara untuk mengetahui berapa banyak gas yang dikeluarkan, Ang mengatakan bahwa "sebagian besar gas tidak berbau dan dilepaskan dalam jumlah kecil, membuatnya keluar tanpa disadari". "Namun, jika gas itu mengandung belerang, kentut akan berbau," tambahnya.
Baca juga: Jangan pernah tahan keinginan buang angin
Baca juga: 7 cara cegah perut kembung setelah makan
Bagaimana bila Anda harus menahan buang angin? Apakah ada akibatnya?
"Meskipun berusaha menahan buang dapat menyebabkan rasa tidak nyaman, belum jelas apakah itu akan berakibat pada penyakit kolon," kata rekan konsultan Alex Soh dari Divisi Gastroenterologi dan Hepatologi Rumah Sakit Universitas Nasional.
Tapi membiarkan angin keluar secara normal adalah cara terbaik. Sebab, akumulasi dari gas yang ditahan bisa membuat orang tak bisa mengontrolnya.
Makanan yang membuat kentut bau?
Pola makan sangat mempengaruhi berapa banyak angin yang keluar dari tubuh, apalagi bila Anda menyantap makanan tinggi karbohidrat yang kurang terserap.
"Karbohidrat yang tidak tercerna ini masuk ke usus besar, tempat bakteri usus melakukan fermentasi dan menyebabkan perut kembung yang berlebiha," kata Ang.
Kacang dan lentil adalah sumber utama karbohidrat sama seperti sayuran seperti brokoli, kembang kol, kubis, kubis dan bawang Brussel, jelas Ang.
Bukan hanya itu yang bisa dilakukan makanan ini untuk Anda. Selain meningkatkan jumlah gas dalam sistem pencernaan Anda, kandungan belerang yang tinggi juga membuat kentut berbau, kata Gwee.
Anda harus memperhatikan asupan protein bila khawatir tentang bau kentut.
"Diet tinggi protein juga dapat dikaitkan dengan bau," kata Ang. “Ini karena protein dicerna pada kecepatan yang jauh lebih lambat daripada karbohidrat. Saat bakteri melakukan fermentasi protein dalam usus besar, nitrogen diproduksi dan menghasilkan bau.”
Minuman berkarbonasi seperti minuman ringan, bir dan sampanye akan membuat perut kembung. Ini juga berlaku pada makanan dan minuman yang mengandung pemanis.
Baca juga: Jus buah harus segera dikonsumsi
Baca juga: 11 makanan ini cepat buang racun hati
Baca juga: Ingin Makanan Pengusir Perut Kembung?
Serba-serbi kentut, mengapa bunyi dan berbau? Amankah bila ditahan?
16 November 2019 17:33 WIB
Ilustrasi buang angin (Shutterstock)
Penerjemah: Nanien Yuniar
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2019
Tags: