Pemerintah optimistis iuran BPJS Kesehatan naik tak pengaruhi konsumsi
15 November 2019 20:07 WIB
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir di Jakarta, Jumat (15/11/2019) (Antara News/Dewa Wiguna)
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah optimistis kenaikan iuran BPJS Kesehatan dan tarif cukai rokok tahun 2020 tidak akan mempengaruhi sektor konsumsi rumah tangga yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi RI hingga bertahan pada kisaran lima persen.
"Coba kita lihat komponen BPJS (Kesehatan) penerimaannya, dari share orang-orang termasuk kelompok itu 'kan kecil sekali porsinya," kata Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir di Jakarta, Jumat.
Besaran iuran BPJS Kesehatan yang akan berlaku 1 Januari 2020 yakni Rp42 ribu untuk peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan peserta Bukan Pekerja (BP) dengan layanan kelas III.
Sementara untuk PBPU dan Bukan Pekerja kepesertaan kelas II sebesar Rp110 ribu, dan kepesertaan kelas I sebesar Rp160 ribu.
Besaran iuran bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang ditanggung oleh APBN maupun peserta yang didaftarkan oleh pemerintah daerah (PBI daerah) sebesar Rp42 ribu berlaku 1 Agustus 2019.
Pemerintah pusat memberikan bantuan pendanaan kepada pemerintah daerah sebesar Rp19 ribu per peserta per bulan sejak Agustus 2019 untuk menutupi selisih kenaikan iuran pada tahun 2019.
Sedangkan, tarif cukai rokok rata-rata naik sebesar 23 persen mulai berlaku pada 1 Januari 2020.
Menurut dia, pemerintah melalui alokasi APBN 2020 memberikan perhatian yang besar terhadap program sosial rakyat.
Alokasi tersebut, lanjut dia, di antaranya program keluarga harapan (PKH), kartu prakerja hingga transfer ke daerah dan dana desa.
"Harapannya itu terkompensasi dengan pengeluaran pemerintah. Benefit yang didapatkan kelompok bawah dari yang kita transfer dana ke mereka jauh lebih besar," katanya.
Sektor konsumsi menyumbang kisaran 56-57 persen terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2019 memcapai 5,02 persen atau melambat dibandingkan dengan kuartal sebelumnya sebesar 5,05 persen.
Meski tumbuh melambat, lanjut dia, ekonomi RI masih tergolong lebih baik dibandingkan negara lain yang dilanda resesi ekonomi seperti yang dialami Turki dan Argentina.
Selama dua triwulan, pertumbuhan ekonomi kedua negara itu tercatat negatif.
Tekanan yang besar juga dialami Jerman dan pertumbuhan ekonomi yang merosot juga dialami Singapura, begitu juga Amerika Serikat dan China.
Baca juga: Kenaikan iuran BPJS Kesehatan picu penurunan kelas kepesertaan
Baca juga: Direktur BPJS Kesehatan: Kenaikan tidak pengaruhi standar layanan
Baca juga: INDEF: Penurunan suku bunga acuan dongkrak sektor konsumsi
"Coba kita lihat komponen BPJS (Kesehatan) penerimaannya, dari share orang-orang termasuk kelompok itu 'kan kecil sekali porsinya," kata Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir di Jakarta, Jumat.
Besaran iuran BPJS Kesehatan yang akan berlaku 1 Januari 2020 yakni Rp42 ribu untuk peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan peserta Bukan Pekerja (BP) dengan layanan kelas III.
Sementara untuk PBPU dan Bukan Pekerja kepesertaan kelas II sebesar Rp110 ribu, dan kepesertaan kelas I sebesar Rp160 ribu.
Besaran iuran bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang ditanggung oleh APBN maupun peserta yang didaftarkan oleh pemerintah daerah (PBI daerah) sebesar Rp42 ribu berlaku 1 Agustus 2019.
Pemerintah pusat memberikan bantuan pendanaan kepada pemerintah daerah sebesar Rp19 ribu per peserta per bulan sejak Agustus 2019 untuk menutupi selisih kenaikan iuran pada tahun 2019.
Sedangkan, tarif cukai rokok rata-rata naik sebesar 23 persen mulai berlaku pada 1 Januari 2020.
Menurut dia, pemerintah melalui alokasi APBN 2020 memberikan perhatian yang besar terhadap program sosial rakyat.
Alokasi tersebut, lanjut dia, di antaranya program keluarga harapan (PKH), kartu prakerja hingga transfer ke daerah dan dana desa.
"Harapannya itu terkompensasi dengan pengeluaran pemerintah. Benefit yang didapatkan kelompok bawah dari yang kita transfer dana ke mereka jauh lebih besar," katanya.
Sektor konsumsi menyumbang kisaran 56-57 persen terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2019 memcapai 5,02 persen atau melambat dibandingkan dengan kuartal sebelumnya sebesar 5,05 persen.
Meski tumbuh melambat, lanjut dia, ekonomi RI masih tergolong lebih baik dibandingkan negara lain yang dilanda resesi ekonomi seperti yang dialami Turki dan Argentina.
Selama dua triwulan, pertumbuhan ekonomi kedua negara itu tercatat negatif.
Tekanan yang besar juga dialami Jerman dan pertumbuhan ekonomi yang merosot juga dialami Singapura, begitu juga Amerika Serikat dan China.
Baca juga: Kenaikan iuran BPJS Kesehatan picu penurunan kelas kepesertaan
Baca juga: Direktur BPJS Kesehatan: Kenaikan tidak pengaruhi standar layanan
Baca juga: INDEF: Penurunan suku bunga acuan dongkrak sektor konsumsi
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019
Tags: