Gaperoma tolak revisi PP 109/2012 tentang rokok
15 November 2019 19:09 WIB
Ilustrasi -Proses produksi rokok di salah satu industri rokok di Tulungagung, Jawa Timur, Rabu (31/5). . Antara Jatim/Destyan Sujarwoko/zk/17
Jakarta (ANTARA) - Gabungan Perusahaan Rokok Malang (Gaperoma) menegaskan menolak rencana revisi PP 109/2012 tentang Rokok karena sejauh ini tidak mendapatkan informasi secara resmi dari Kementerian Kesehatan sebagai pemrakarsa terkait proses revisi PP tersebut.
“Jika usulan yang diajukan dalam revisi PP 109/2012 diterapkan, pasti kian mengancam keberlangsungan Industri Hasil Tembakau (IHT) Indonesia. Ini terjadi karena tidak adanya keterbukaan dari Kemenkes sebagai perwakilan pemerintah yang tidak membuka pintu diskusi ataupun mempertimbangkan pandangan para pelaku industri,” kata Ketua Umum Gaperoma Sulami Bahar, di Jakarta Jumat.
Seperti kita ketahui, lanjut dia, beberapa tahun terakhir IHT mengalami penurunan signifikan karena berbagai tekanan, termasuk kenaikan cukai yang sangat tinggi. Revisi PP 109/2012 akan memperburuk kondisi tersebut, yang berakibat jutaan orang yang berada pada mata rantai industri ini terancam kehilangan mata pencaharian.
Sulami menambahkan, Gaperoma keberatan atas usulan revisi Kemenkes yang diungkap di media, seperti memperbesar Graphic Health Warning (GWH) dan pelarangan bahan tambahan yang dianggap oleh sebagian pihak dapat menjawab permasalahan tingkat prevalensi perokok.
Pengendalian perokok di bawah umur sebaiknya dengan cara berperan aktif dalam memberikan edukasi risiko rokok sekaligus pencegahan akses penjualan rokok kepada anak. “Ini mestinya jadi perhatian Pemerintah untuk bertindak. Yang terjadi saat ini, Pemerintah khususnya Kemenkes memojokkan dan menyalahkan industri dengan menetapkan peraturan-peraturan yang kian eksesif, namun tidak menyentuh permasalahan utama yang terjadi,” kata Sulami.
Menurut Sulami, IHT sepenuhnya terbuka dan bersedia mendukung pemerintah dalam pengendalian konsumsi rokok untuk menekan prevalensi konsumen di bawah umur.
Industri tembakau adalah industri legal yang menjadi sumber mata pencaharian lebih dari 6,1 juta masyarakat Indonesia.
"Dengan kondisi yang semakin menurun, sudah semestinya Pemerintah memberi perlindungan dalam hal kepastian usaha, dan tidak menetapkan berbagai peraturan eksesif yang selalu berubah-ubah yang tentunya juga berimpak negatif terhadap iklim investasi nasional sebagaimana yang selalu dipromosikan oleh presiden,” jelas Sulami.
Sebelumnya tiga asosiasi di antaranya Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), dan Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) secara terbuka menyatakan penolakannya terhadap revisi PP 109/2012 dan menganggap kebijakan tersebut cacat hukum jika dilaksanakan, dan menganggap rencana perubahan terkesan tergesa - gesa.
Baca juga: Revisi PP 109/2012 dinilai ancam industri tembakau
Baca juga: Industri tolak usulan Kemenkes terkait revisi PP 109/2012
Baca juga: Pemerintah diminta tinjau ulang kebijakan tarif cukai rokok
“Jika usulan yang diajukan dalam revisi PP 109/2012 diterapkan, pasti kian mengancam keberlangsungan Industri Hasil Tembakau (IHT) Indonesia. Ini terjadi karena tidak adanya keterbukaan dari Kemenkes sebagai perwakilan pemerintah yang tidak membuka pintu diskusi ataupun mempertimbangkan pandangan para pelaku industri,” kata Ketua Umum Gaperoma Sulami Bahar, di Jakarta Jumat.
Seperti kita ketahui, lanjut dia, beberapa tahun terakhir IHT mengalami penurunan signifikan karena berbagai tekanan, termasuk kenaikan cukai yang sangat tinggi. Revisi PP 109/2012 akan memperburuk kondisi tersebut, yang berakibat jutaan orang yang berada pada mata rantai industri ini terancam kehilangan mata pencaharian.
Sulami menambahkan, Gaperoma keberatan atas usulan revisi Kemenkes yang diungkap di media, seperti memperbesar Graphic Health Warning (GWH) dan pelarangan bahan tambahan yang dianggap oleh sebagian pihak dapat menjawab permasalahan tingkat prevalensi perokok.
Pengendalian perokok di bawah umur sebaiknya dengan cara berperan aktif dalam memberikan edukasi risiko rokok sekaligus pencegahan akses penjualan rokok kepada anak. “Ini mestinya jadi perhatian Pemerintah untuk bertindak. Yang terjadi saat ini, Pemerintah khususnya Kemenkes memojokkan dan menyalahkan industri dengan menetapkan peraturan-peraturan yang kian eksesif, namun tidak menyentuh permasalahan utama yang terjadi,” kata Sulami.
Menurut Sulami, IHT sepenuhnya terbuka dan bersedia mendukung pemerintah dalam pengendalian konsumsi rokok untuk menekan prevalensi konsumen di bawah umur.
Industri tembakau adalah industri legal yang menjadi sumber mata pencaharian lebih dari 6,1 juta masyarakat Indonesia.
"Dengan kondisi yang semakin menurun, sudah semestinya Pemerintah memberi perlindungan dalam hal kepastian usaha, dan tidak menetapkan berbagai peraturan eksesif yang selalu berubah-ubah yang tentunya juga berimpak negatif terhadap iklim investasi nasional sebagaimana yang selalu dipromosikan oleh presiden,” jelas Sulami.
Sebelumnya tiga asosiasi di antaranya Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), dan Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) secara terbuka menyatakan penolakannya terhadap revisi PP 109/2012 dan menganggap kebijakan tersebut cacat hukum jika dilaksanakan, dan menganggap rencana perubahan terkesan tergesa - gesa.
Baca juga: Revisi PP 109/2012 dinilai ancam industri tembakau
Baca juga: Industri tolak usulan Kemenkes terkait revisi PP 109/2012
Baca juga: Pemerintah diminta tinjau ulang kebijakan tarif cukai rokok
Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019
Tags: