FEB UI dukung usulan BPOM larang rokok elektrik
15 November 2019 18:50 WIB
Wakil Kepala Lembaga Pusat Ekonomi Dan Bisnis Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Abdillah Ahsan (kiri) bersama pembicara lain memberikan pemaparan dalam sebuah konferensi pers di Kementerian Kesehatan RI di Jakarta, Selasa (17/11/2019). (ANTARA/Katriana)
Jakarta (ANTARA) - Wakil Kepala Lembaga Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Abdillah Ahsan menyampaikan dukungan atas usulan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk melarang penggunaan rokok elektrik atau vape karena banyak dampak negatif terhadap kesehatan yang muncul akibat penggunaannya.
"Saya sepakat, mendukung pelarangan vape dan e-cigarette karena memang dampak buruknya terhadap kesehatan," katanya melalui sambungan telepon kepada ANTARA di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan keputusan BPOM untuk mengeluarkan usulan larangan itu tentu sudah didasarkan atas penelitian.
Ia juga me contohkan beberapa negara lain yang juga melakukan pelarangan karena sudah banyak pengguna yang menjadi korban karena menggunakan produk alternatif tembakau tersebut.
"Sudah ada banyak sekali korban terkait hal itu. Oleh karena itu, Indonesia tidak perlu menunggu banyak korban baru," katanya.
Penggunaan rokok elektrik tersebut, katanya, perlu dilarang saat ini sebelum berkembang menjadi semakin besar dan memiliki konsumen yang semakin banyak sehingga tidak mungkin lagi untuk melarangnya.
Kemudian, ia juga mengatakan bahwa jika didasarkan dampaknya terhadap perekonomian, cukai rokok elektrik juga tidak memberikan dampak yang besar terhadap penerimaan negara.
"Untuk dampaknya terhadap ekonomi, saya kira enggak banyak, karena vape ini memang banyak diimpor. Jadi enggak banyak dampaknya," ujar dia.
Sebelumnya, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito menyatakan keberadaan rokok elektronik saat ini adalah ilegal namun BPOM tidak bisa melakuan penindakan karena tidak ada payung hukumnya.
Namun dia mengatakan harus ada payung hukum yang menekankan pelarangan vape.
"Harus ada payung hukumnya, karena mengandung nikotin dan berbahaya," ujar dia.
Baca juga: Malaysia pertimbangkan larang rokok elektronik
Baca juga: Korea Selatan larang rokok elektrik cair di pangkalan militer
Baca juga: India larang rokok elektrik, hancurkan ekspansi Juul dan Philip Morris
"Saya sepakat, mendukung pelarangan vape dan e-cigarette karena memang dampak buruknya terhadap kesehatan," katanya melalui sambungan telepon kepada ANTARA di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan keputusan BPOM untuk mengeluarkan usulan larangan itu tentu sudah didasarkan atas penelitian.
Ia juga me contohkan beberapa negara lain yang juga melakukan pelarangan karena sudah banyak pengguna yang menjadi korban karena menggunakan produk alternatif tembakau tersebut.
"Sudah ada banyak sekali korban terkait hal itu. Oleh karena itu, Indonesia tidak perlu menunggu banyak korban baru," katanya.
Penggunaan rokok elektrik tersebut, katanya, perlu dilarang saat ini sebelum berkembang menjadi semakin besar dan memiliki konsumen yang semakin banyak sehingga tidak mungkin lagi untuk melarangnya.
Kemudian, ia juga mengatakan bahwa jika didasarkan dampaknya terhadap perekonomian, cukai rokok elektrik juga tidak memberikan dampak yang besar terhadap penerimaan negara.
"Untuk dampaknya terhadap ekonomi, saya kira enggak banyak, karena vape ini memang banyak diimpor. Jadi enggak banyak dampaknya," ujar dia.
Sebelumnya, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito menyatakan keberadaan rokok elektronik saat ini adalah ilegal namun BPOM tidak bisa melakuan penindakan karena tidak ada payung hukumnya.
Namun dia mengatakan harus ada payung hukum yang menekankan pelarangan vape.
"Harus ada payung hukumnya, karena mengandung nikotin dan berbahaya," ujar dia.
Baca juga: Malaysia pertimbangkan larang rokok elektronik
Baca juga: Korea Selatan larang rokok elektrik cair di pangkalan militer
Baca juga: India larang rokok elektrik, hancurkan ekspansi Juul dan Philip Morris
Pewarta: Katriana
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2019
Tags: