Jakarta (ANTARA) - Percepatan inklusi keuangan di Indonesia mampu meningkatkan jumlah masyarakat yang menggunakan layanan lembaga keuangan formal secara nasional.

Ketua Sekretariat Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI), Iskandar Simorangkir di Jakarta, Kamis mengatakan, setelah 3 tahun ditetapkannya Strategi Nasional Keuangan Inklusif melalui Perpres No. 82/2016,telah dilaksanakan Survei Nasional Keuangan Inklusif pada akhir 2018 hingga awal 2019 yang mengukur pencapaian target utama.

Dalam pelaksanaan survei, Satuan Tugas Survei DNKI melakukan survei Financial Inclusion Insights dengan representasi nasional untuk mengukur akses masyarakat kepada layanan keuangan formal di Indonesia.

"Inklusi keuangan di Indonesia diukur melalui akses berupa penggunaan layanan keuangan formal dan kepemilikan akun," katanya saat memberikan sambutan di acara peluncuran hasil survei nasional Inklusi Keuangan Indonesia.

Satuan Tugas Survei beranggotakan para perwakilan dari Kemenko Perekonomian, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Badan Pusat Statistik, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Negara/Bappenas.

Survei ini melibatkan 6.695 orang dewasa (usia 15+) yang merupakan anggota rumah tangga di seluruh provinsi dan dengan proyeksi populasi nasional 2018 penduduk perkotaan/pedesaan dan jenis kelamin.

"Sebanyak 70,3 persen orang dewasa pernah menggunakan produk atau layanan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan formal dan 55,7 persen orang dewasa memiliki akun," katanya.

Dikatakannya, lebih banyak orang dewasa yang menggunakan produk dan layanan yang disediakan oleh lembaga keuangan formal daripada yang memiliki akun terdaftar dengan nama mereka sendiri.

Iskandar menyatakan, tren inklusi keuangan menunjukkan bahwa kepemilikan akun meningkat lebih dari 20 poin persentase dibandingkan dengan 2016.

"Keberhasilan elektronifikasi program bantuan pemerintah disinyalir telah berhasil mendorong pertumbuhan kepemilikan akun," kata Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian itu.

Diperkirakan sekitar 38 juta orang dewasa telah menjadi pemilik akun baru, di mana sebagian besar dari mereka menerima bantuan pemerintah melalui transfer digital.
Berdasarkan wilayah, kepemilikan akun lebih umum di wilayah perkotaan, tetapi tumbuh lebih cepat di perdesaan.

Program bantuan pemerintah yang menargetkan daerah perdesaan dan perkotaan secara merata berkontribusi terhadap peningkatan kepemilikan akun.

Hal itu, tambahnya, seiring dengan capaian realisasi program kerja Dewan Nasional Keuangan Inklusif guna mendorong kepemilikan akun tabungan melalui penerapan kebijakan non-tunai di mana bantuan pemerintah diberikan melalui akun, seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).

Sejak diluncurkan dengan skema non tunai tercatat 10 juta keluarga penerima manfaat PKH dan 12 juta keluarga penerima manfaat BPNT melalui akun perbankan maupun uang elektronik.

Pada 2019, pemerintah telah menetapkan target kelompok penerima manfaat BPNT sebesar 15,6 juta jiwa. Pemerintah telah bekerjasama dengan Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia melalui program Agen Laku Pandai dan LKD.

Saat ini, sudah terdapat lebih dari 1 juta agen di tengah masyarakat.Selain itu, jaringan agen tekfin menjadi jaringan agen alternatif guna mengakselerasi inklusi keuangan. AFTECH melansir bahwa terdapat sekitar 5 juta jaringan agen fintech sebagai komplemen dari 1,3 juta jaringan agen keuangan saat ini. Value proposition dari pemanfaatan agen tekfin perlu dioptimalkan.

Pemerintah juga menunjukkan komitmennya di sektor jasa dan keuangan dalam meningkatkan akses kepada pembiayaan melalui penyaluran Kredit Usaha Rakyat yang telah mencapai Rp449,77triliun kepada lebih dari 18 juta penerima sejak tahun 2015

Baca juga: OJK ungkap target inklusi keuangan 2019 tercapai

Baca juga: Suahasil Nazara minta perbankan dorong inklusi keuangan di masyarakat