Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia menargetkan pihaknya bisa menyelesaikan semua undang-undang yang berkaitan dengan penyempurnaan sistem politik, termasuk soal kepemiluan, di awal 2021.

"Dalam dua kali rapat, kami sudah sepakat bahwa itu menjadi prioritas tahun pertama. Jadi, kami berharap awal tahun 2021 semua UU yang berkaitan dengan penyempurnaan sistem politik, termasuk di dalamnya kepemiluan itu kami mau selesaikan," kata Doli di DPR RI, Jakarta, Kamis.

Ia menyebutkan UU tersebut, antara lain UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), UU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Desa.

Menurut dia, kalau peraturan tersebut sudah menjadi satu paket, menjadi awal memasuki implementasi demokrasi secara substansial.

Baca juga: DPR: Empat opsi sebelum evaluasi Pilkada langsung

"Jadi, kami sudah mulai bergeser dari pemaknaan demokrasi secara prosedural dan masuk ke hal-hal substansial dalam konteks demokrasi Indonesia. Kita selama 20 tahun melaksanakan lima kali pemilu. Akan tetapi, setiap 5 tahun sekali kita melakukan trial and error," ujarnya.

Kalau revisi UU tersebut dilakukan, kata Politikus Partai Golkar itu, akan berlangsung pada masa sidang berikutnya atau di awal tahun 2020.

Oleh karena itu, revisi tersebut tidak akan memengaruhi pelaksanaan Pilkada 2020 karena tahapannya sudah berjalan saat ini.

"Jadi, saya kira kecuali dalam konteks Pilkada 2020, memang ada juga desakan untuk melakukan revisi UU Pilkada 2020, ini juga kami sedang melihat situasi. Walaupun desakan itu ada beberapa pemangku kepentingan yang memang punya kepentingan untuk melakukan revisi, salah satunya misalnya Bawaslu," ujarnya.

Baca juga: Napi koruptor dilarang jadi calon kepala daerah, DPR belum sepakat

Ia mencontohkan Bawaslu menginginkan adanya revisi UU terkait dengan posisi fungsi pengawaaan karena sudah terbiasa dengan UU Pemilu yang fungsi pengawasan secara permanen namun di UU Pilkada bersifat ad hoc.