Ada harapan industri sepatu di Banten batal relokasi, ini syaratnya
14 November 2019 08:49 WIB
Ilustrasi: Pekerja menyelesaikan pembuatan sepatu dengan sol bermotif peta Indonesia di Rangkayo, Ciledug, Tangerang, Banten (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)
Jakarta (ANTARA) - Pelaku usaha industri sepatu yang tergabung dalam Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) menyampaikan bahwa masih ada harapan industri sepatu di Banten untuk bertahan dan tidak menutup pabriknya apabila ada respons dari pemerintah, terutama pemerintah daerah.
“Kita lihat kondisi ya. Kalau misalnya kemudian Pemerintah Daerah (Pemda) Banten kooperatif, misalnya tahun depan mereka menghapuskan Upah Minimum Sektoral (UMSK), itu sudah sangat mendorong industri kita di Banten untuk lebih kompetitif,” kata Direktur Eksekutif Aprisindo Firman Bakri Anom di Jakarta, Kamis.
Firman menyebutkan, UMSK yang harus dibayarkan perusahaan sebesar Rp50.000-Rp100.000/orang/bulan. Sementara industri sepatu di wilayah itu rata-rata memperkerjakan 10.000-100.000 orang.
Oleh karena itu, lanjut dia, UMSK dirasa memberatkan. Apalagi Upah Minimum Kabupaten (UMK) di wilayah Provinsi Banten saat ini mencapai Rp4 juta per bulan.
Untuk itu, terkait upah pekerja, Firman berharap agar pemerintah daerah mulai melihat kepentingan ekonomi ke depan, bukan hanya sekedar menjadikan isu upah sebagai kepentingan politik.
“Kan selama upah buruh selalu menjadi isu politik dan isu elektoral karena di daerah itu pemilihannya dilakukan secara langsung. Sekarang kondisinya sudah mulai berbeda, Pemda harus mulai memikirkan, kalau mereka masih bermain-main, mereka akan mendapatkan zero,” ungkap Firman.
Selain upah, Firman mengatakan bahwa pemda juga dapat berperan terkait memberikan insentif perpajakan daerah untuk membuat industri lebih kompetitif.
Menurut dia, insentif perpakan saat ini diperoleh dari pemerintah pusat, sementara pemda belum menggunakan kewenangan pemungutan pajak untuk mendukung industri.
“Pemda terutama Banten itu belum melakukan hal itu. Padahal itu bisa dilakukan untuk mendorong industri lebih kompetitif. Misalnya, kewenangan pajak daerah kan Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Kendaraan Bermotor, mungkin itu yang bisa diberikan oleh pemda. Yang selama ini belum dilakukan,” ujar Firman.
Apabila hal tersebut dapat diwujudkan, lanjut Firman, maka pabrik sepatu yang awalnya didirikan di Jawa Tengah sebagai proses relokasi, maka akan menjadi ekspansi, sehingga industri alas kaki justru akan menambah kapasitas produksinya.
“Kalau kemudian ada perlakuan khusus dari pemerintah daerah atau pemerintah pusat terhadap kondisi industri yang ada di Banten, kemudian bisa mendorong industri kita lebih kompetitif, proses yang selama ini relokasi itu bisa menjadi ekspansi,” kata Firman.
Baca juga: Industri sepatu di Banten relokasi ke Jawa Tengah, ini alasannya
Baca juga: Bahlil sambut rencana 59 pabrik China relokasi ke Jawa Tengah
“Kita lihat kondisi ya. Kalau misalnya kemudian Pemerintah Daerah (Pemda) Banten kooperatif, misalnya tahun depan mereka menghapuskan Upah Minimum Sektoral (UMSK), itu sudah sangat mendorong industri kita di Banten untuk lebih kompetitif,” kata Direktur Eksekutif Aprisindo Firman Bakri Anom di Jakarta, Kamis.
Firman menyebutkan, UMSK yang harus dibayarkan perusahaan sebesar Rp50.000-Rp100.000/orang/bulan. Sementara industri sepatu di wilayah itu rata-rata memperkerjakan 10.000-100.000 orang.
Oleh karena itu, lanjut dia, UMSK dirasa memberatkan. Apalagi Upah Minimum Kabupaten (UMK) di wilayah Provinsi Banten saat ini mencapai Rp4 juta per bulan.
Untuk itu, terkait upah pekerja, Firman berharap agar pemerintah daerah mulai melihat kepentingan ekonomi ke depan, bukan hanya sekedar menjadikan isu upah sebagai kepentingan politik.
“Kan selama upah buruh selalu menjadi isu politik dan isu elektoral karena di daerah itu pemilihannya dilakukan secara langsung. Sekarang kondisinya sudah mulai berbeda, Pemda harus mulai memikirkan, kalau mereka masih bermain-main, mereka akan mendapatkan zero,” ungkap Firman.
Selain upah, Firman mengatakan bahwa pemda juga dapat berperan terkait memberikan insentif perpajakan daerah untuk membuat industri lebih kompetitif.
Menurut dia, insentif perpakan saat ini diperoleh dari pemerintah pusat, sementara pemda belum menggunakan kewenangan pemungutan pajak untuk mendukung industri.
“Pemda terutama Banten itu belum melakukan hal itu. Padahal itu bisa dilakukan untuk mendorong industri lebih kompetitif. Misalnya, kewenangan pajak daerah kan Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Kendaraan Bermotor, mungkin itu yang bisa diberikan oleh pemda. Yang selama ini belum dilakukan,” ujar Firman.
Apabila hal tersebut dapat diwujudkan, lanjut Firman, maka pabrik sepatu yang awalnya didirikan di Jawa Tengah sebagai proses relokasi, maka akan menjadi ekspansi, sehingga industri alas kaki justru akan menambah kapasitas produksinya.
“Kalau kemudian ada perlakuan khusus dari pemerintah daerah atau pemerintah pusat terhadap kondisi industri yang ada di Banten, kemudian bisa mendorong industri kita lebih kompetitif, proses yang selama ini relokasi itu bisa menjadi ekspansi,” kata Firman.
Baca juga: Industri sepatu di Banten relokasi ke Jawa Tengah, ini alasannya
Baca juga: Bahlil sambut rencana 59 pabrik China relokasi ke Jawa Tengah
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019
Tags: