Jakarta (ANTARA) - Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menjelaskan bahwa Joko Widodo dan Prabowo Subianto menerapkan koopetisi, yakni gabungan dari kooperasi dan kompetisi, dalam politik.

"Dalam bisnis dikenal koopetisi, gabungan antara kooperasi dan kompetisi. Gabungan antara kerja sama dan persaingan," kata Denny JA di Jakarta, Rabu.

Hal itu disampaikannya di sela penyampaikan hasil survei terkait dengan penurunan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara, serta penandatanganan kerja sama LSI Denny JA dengan SBM ITB.

Baca juga: LSI Denny JA dan LAPI ITB kerja sama program pendidikan opini publik

Dalam bisnis, kata dia, sebuah perusahaan akan dianggap naik levelnya jika tidak hanya bisa berkompetisi, tetapi juga berkooperasi atau bekerja sama dengan kompetitor terberatnya, atau disebut koopetisi.

Denny mencontohkan koopetisi yang pernah dilakukan perusahaan otomotif Peugeot, Citroen, dan Toyota yang sebenarnya sama-sama berkompetisi di pasar Amerika Serikat dan Eropa.

Namun, kata dia, pada satu masa mereka saling bekerja sama dengan menciptakan satu mesin baru yang dibiayai bersama-sama sehingga biaya produksi bisa lebih murah.

"Publik juga diuntungkan dengan produk mobil baru itu, kemudian mereka (perusahaan) bersaing kembali," katanya.

Umumnya, kata dia, dua calon presiden yang berkompetisi akan menghasilkan satu pemenang yang tampil sebagai penguasa, sedangkan yang kalah jadi oposisi.

Baca juga: LSI: Kepercayaan publik atas lembaga negara turun efek Pilpres 2019

"Umumnya, pertarungan politik itu yang terjadi. Namun, kali ini capres bertarung, selesai, satu jadi presiden, satunya jadi menteri," katanya.

Tanpa disengaja ataupun didesain, kata dia, Jokowi dan Prabowo telah melakukan koopetisi dengan menerapkan apa yang dianjurkan dalam bisnis ke bidang politik.

"LSI menganggap ini hal positif. Sebagai ikhtiar politik, ijtihad politik. Ketika pemerintahan terbelah, publik terbelah, dua tokoh utama kembali mengajak utuh bersatu," kata Denny.