IAR Indonesia translokasikan orangutan ke hutan Sentap Kancang
13 November 2019 17:30 WIB
Tim Orangutan Protection Unit (OPU) dari IAR Indonesia mentranslokasikan satu orangutan jantan berbobot lebih dari 80 kilogram ke kawasan hutan Sentap Kancang, Kabupaten Ketapang, Kalbar. (istimewa)
Pontianak (ANTARA) - Tim Orangutan Protection Unit (OPU) dari IAR Indonesia mentranslokasikan satu orangutan jantan berbobot lebih dari 80 kilogram ke kawasan hutan Sentap Kancang, Kabupaten Ketapang, Kalbar.
"Translokasikan satu orangutan jantan berusia 20 tahun itu, karena orangutan itu berada di konsesi sawit di Desa Mayak, Kecamatan Muara Pawan, pascakebakaran hutan dan lahan di daerah Ketapang, Kalbar," kata Direktur Program IAR Indonesia, Karmele L Sanchez dalam keterangan tertulisnya diterima di Pontianak, Rabu.
Setelah menjalani proses pemeriksaan medis oleh tim dokter IAR Indonesia, orangutan itu kemudian ditranslokasi ke hutan Sentap Kancang, yang dinilai lebih sesuai sebagai habitat barunya, karena hutan tersebut masih menyediakan pepohonan dan tanaman yang cukup sebagai pakannya.
Baca juga: BKSDA-IAR Indonesia lepasliarkan satu orang utan
Ia menambahkan, pihaknya sebelumnya, menerima laporan warga tentang keberadaan orangutan ini di lahan konsesi sawit di Desa Mayak, Kecamatan Muara Pawan.
Menindaklanjuti laporan ini, tim OPU-IAR Indonesia segera menuju lokasi dan menemukan keberadaan orangutan ini yang beraktivitas di tanah karena tidak ada lagi pohon tinggi.
"Kondisi hutan di sekitar kebun sawit itu sudah terbakar dan tidak ada lagi tempat hidup yang layak bagi orangutan itu, sehingga ia memasuki lahan kebun dan memakan umbut-umbut sawit untuk bertahan hidup," ujarnya.
Melihat kondisi di lokasi yang tidak memungkinkan orangutan itu bisa melanjutkan hidup, tim OPU memutuskan untuk mentranslokasi orangutan itu yang kemudian dinamai "Berat" ke hutan yang lebih baik.
"Kegiatan penyelamatan ini dilakukan bersama BKSDA Kalbar pada hari Minggu (10/11). Dalam jangka dua bulan ini kami telah menyelamatkan enam orangutan korban Karhutla di Ketapang," ungkapnya.
Baca juga: Pupuk Indonesia bantu program rehabilitasi orangutan
Karhutla merupakan ancaman terbesar bagi kehidupan orangutan dan juga menjadi salah satu faktor terbesar yang mendorong efek rumah kaca dan perubahan iklim.
Penyelamatan dan translokasi "Berat" ini memperlihatkan bahwa bencana Karhutla sejak pertengahan tahun ini, memerlukan kerja sama semua pihak dalam memulihkan kembali kondisi hutan.
Kesadaran warga yang semakin meningkat terhadap penyelamatan satwa juga turut mendukung pekerjaan-pekerjaan petugas penyelamat satwa di lapangan, dengan cara segera melaporkan keberadaan satwa dilindungi yang kehilangan hutan sebagai rumah hidupnya, katanya.
"Namun yang terutama, ke depannya, upaya masyarakat juga sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya kembali Karhutla serta praktik-praktik yang merusak ekosistem dan keseimbangan alam," katanya.
Baca juga: BKSDA selamatkan induk dan bayi orangutan korban kebakaran hutan
"Translokasikan satu orangutan jantan berusia 20 tahun itu, karena orangutan itu berada di konsesi sawit di Desa Mayak, Kecamatan Muara Pawan, pascakebakaran hutan dan lahan di daerah Ketapang, Kalbar," kata Direktur Program IAR Indonesia, Karmele L Sanchez dalam keterangan tertulisnya diterima di Pontianak, Rabu.
Setelah menjalani proses pemeriksaan medis oleh tim dokter IAR Indonesia, orangutan itu kemudian ditranslokasi ke hutan Sentap Kancang, yang dinilai lebih sesuai sebagai habitat barunya, karena hutan tersebut masih menyediakan pepohonan dan tanaman yang cukup sebagai pakannya.
Baca juga: BKSDA-IAR Indonesia lepasliarkan satu orang utan
Ia menambahkan, pihaknya sebelumnya, menerima laporan warga tentang keberadaan orangutan ini di lahan konsesi sawit di Desa Mayak, Kecamatan Muara Pawan.
Menindaklanjuti laporan ini, tim OPU-IAR Indonesia segera menuju lokasi dan menemukan keberadaan orangutan ini yang beraktivitas di tanah karena tidak ada lagi pohon tinggi.
"Kondisi hutan di sekitar kebun sawit itu sudah terbakar dan tidak ada lagi tempat hidup yang layak bagi orangutan itu, sehingga ia memasuki lahan kebun dan memakan umbut-umbut sawit untuk bertahan hidup," ujarnya.
Melihat kondisi di lokasi yang tidak memungkinkan orangutan itu bisa melanjutkan hidup, tim OPU memutuskan untuk mentranslokasi orangutan itu yang kemudian dinamai "Berat" ke hutan yang lebih baik.
"Kegiatan penyelamatan ini dilakukan bersama BKSDA Kalbar pada hari Minggu (10/11). Dalam jangka dua bulan ini kami telah menyelamatkan enam orangutan korban Karhutla di Ketapang," ungkapnya.
Baca juga: Pupuk Indonesia bantu program rehabilitasi orangutan
Karhutla merupakan ancaman terbesar bagi kehidupan orangutan dan juga menjadi salah satu faktor terbesar yang mendorong efek rumah kaca dan perubahan iklim.
Penyelamatan dan translokasi "Berat" ini memperlihatkan bahwa bencana Karhutla sejak pertengahan tahun ini, memerlukan kerja sama semua pihak dalam memulihkan kembali kondisi hutan.
Kesadaran warga yang semakin meningkat terhadap penyelamatan satwa juga turut mendukung pekerjaan-pekerjaan petugas penyelamat satwa di lapangan, dengan cara segera melaporkan keberadaan satwa dilindungi yang kehilangan hutan sebagai rumah hidupnya, katanya.
"Namun yang terutama, ke depannya, upaya masyarakat juga sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya kembali Karhutla serta praktik-praktik yang merusak ekosistem dan keseimbangan alam," katanya.
Baca juga: BKSDA selamatkan induk dan bayi orangutan korban kebakaran hutan
Pewarta: Andilala
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019
Tags: