Kepala BNPB: Keluarga bayi Mandailing Natal dapat bantuan
12 November 2019 21:37 WIB
Kepala BNPB Doni Monardo (kedua kiri) dan Wagub Sumbar Nasrul Abit usai rapat koordinasi di Gedung BNPB, Jakarta, Selasa (12/11) (ANTARA/Prisca Triferna)
Jakarta (ANTARA) - Keluarga bayi yang lahir dengan kelainan usus atau gastroschisis diduga akibat paparan merkuri akan mendapatkan bantuan, menurut Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo.
"Tadi sudah ada bantuan kepada Bupati Mandailing Natal untuk disalurkan kepada orang tua senilai Rp50 juta rupiah dari BRI dan Rp50 juta lagi dari seseorang yang namanya tidak ingin disebutkan lewat BNPB. Yang bersangkutan dapat informasi dari media," ujar Doni Monardo usai rapat koordinasi pemulihan kawasan bekas tambang emas ilegal di Gedung BNPB, Jakarta pada Selasa.
Sebelumnya, seorang bayi dengan kelainan usus lahir di Kab. Mandailing Natal di Sumatera Utara dari pasangan yang bekerja di tambang rakyat di daerah Lingga Bayu.
Bayi tersebut diduga mengalami kelainan karena dalam kandungan terpapar merkuri yang digunakan dalam aktivitas pertambangan. Dia dirujuk ke RS M Djamil di Padang, Sumatera Barat setelah sebelumnya dirawat di RSUD Panyabungan, Sumut.
Tim dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) hari ini sudah berangkat untuk menguji paparan merkuri di daerah tersebut, menurut Direktur Kesehatan Lingkungan Kemenkes dr. Imran Agus Nurali, yang juga hadir dalam rapat koordinasi tersebut.
Menurut Imran, tim itu akan melakukan pemeriksaan terhadap media penyalur seperti air dan tanah serta bahan makanan seperti sayuran. Selain itu ibu dari sang bayi akan diperiksa rambut dan kukunya untuk memastikan apakah terpapar merkuri.
Baca juga: Kemenkes kirim tim ke daerah yang diduga alami paparan merkuri
Baca juga: Bayi penderita Gastroschisis butuh biaya
Selain itu, rencananya Kemenkes juga akan memeriksa masyarakat sekitar untuk memastikan apakah ada warga lain yang terpapar.
Sebagai informasi, meskipun nilai ambang batas paparan merkuri berbeda di setiap media penyalurnya seperti air dan udara, tapi jika terpapar setiap hari dapat berdampak fatal akan kesehatan.
Paparan tersebut juga berbahaya terhadap perempuan hamil karena bisa membuat janin mengalami kelainan seperti yang dialami oleh kasus di Mandailing Natal.
Baca juga: Ini penyebab bayi usus keluar dari perut di Medan
Baca juga: FK Unram temukan bayi tanpa anus dampak merkuri dari peti di Sumbawa
Upaya penanggulangannya perlu dilakukan secara serius dan koordinasi harus dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah yang memiliki wilayah tambang emas ilegal yang masih memakai merkuri.
Hal itu ditegaskan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Rosa Vivien Ratnawati bahwa sebagai yang mendorong Perpres No. 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN-PPM), KLHK mendukung rencana koordinasi untuk menanggulangi hal itu.
"KLHK menyambut baik apa yang dilakukan BNPB dan kemudian akan bekerja sama untuk menyelesaikan persoalan ini, dengan menggunakan struktur mungkin seperti Citarum," ujar Rosa, merujuk kepada upaya pemulihan Sungai Citarum.
Baca juga: BNPB adakan rakor untuk langkah pemulihan bekas tambang ilegal
Baca juga: Tujuh warga Lombok Barat terpapar merkuri berat
"Tadi sudah ada bantuan kepada Bupati Mandailing Natal untuk disalurkan kepada orang tua senilai Rp50 juta rupiah dari BRI dan Rp50 juta lagi dari seseorang yang namanya tidak ingin disebutkan lewat BNPB. Yang bersangkutan dapat informasi dari media," ujar Doni Monardo usai rapat koordinasi pemulihan kawasan bekas tambang emas ilegal di Gedung BNPB, Jakarta pada Selasa.
Sebelumnya, seorang bayi dengan kelainan usus lahir di Kab. Mandailing Natal di Sumatera Utara dari pasangan yang bekerja di tambang rakyat di daerah Lingga Bayu.
Bayi tersebut diduga mengalami kelainan karena dalam kandungan terpapar merkuri yang digunakan dalam aktivitas pertambangan. Dia dirujuk ke RS M Djamil di Padang, Sumatera Barat setelah sebelumnya dirawat di RSUD Panyabungan, Sumut.
Tim dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) hari ini sudah berangkat untuk menguji paparan merkuri di daerah tersebut, menurut Direktur Kesehatan Lingkungan Kemenkes dr. Imran Agus Nurali, yang juga hadir dalam rapat koordinasi tersebut.
Menurut Imran, tim itu akan melakukan pemeriksaan terhadap media penyalur seperti air dan tanah serta bahan makanan seperti sayuran. Selain itu ibu dari sang bayi akan diperiksa rambut dan kukunya untuk memastikan apakah terpapar merkuri.
Baca juga: Kemenkes kirim tim ke daerah yang diduga alami paparan merkuri
Baca juga: Bayi penderita Gastroschisis butuh biaya
Selain itu, rencananya Kemenkes juga akan memeriksa masyarakat sekitar untuk memastikan apakah ada warga lain yang terpapar.
Sebagai informasi, meskipun nilai ambang batas paparan merkuri berbeda di setiap media penyalurnya seperti air dan udara, tapi jika terpapar setiap hari dapat berdampak fatal akan kesehatan.
Paparan tersebut juga berbahaya terhadap perempuan hamil karena bisa membuat janin mengalami kelainan seperti yang dialami oleh kasus di Mandailing Natal.
Baca juga: Ini penyebab bayi usus keluar dari perut di Medan
Baca juga: FK Unram temukan bayi tanpa anus dampak merkuri dari peti di Sumbawa
Upaya penanggulangannya perlu dilakukan secara serius dan koordinasi harus dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah yang memiliki wilayah tambang emas ilegal yang masih memakai merkuri.
Hal itu ditegaskan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Rosa Vivien Ratnawati bahwa sebagai yang mendorong Perpres No. 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN-PPM), KLHK mendukung rencana koordinasi untuk menanggulangi hal itu.
"KLHK menyambut baik apa yang dilakukan BNPB dan kemudian akan bekerja sama untuk menyelesaikan persoalan ini, dengan menggunakan struktur mungkin seperti Citarum," ujar Rosa, merujuk kepada upaya pemulihan Sungai Citarum.
Baca juga: BNPB adakan rakor untuk langkah pemulihan bekas tambang ilegal
Baca juga: Tujuh warga Lombok Barat terpapar merkuri berat
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019
Tags: