Perempuan didorong tingkatkan perdamaian lewat dialog antarkeyakinan
12 November 2019 15:41 WIB
Duta Besar/Wakil Indonesia pada ASEAN Institute for Peace and Reconciliation (ASEAN-IPR) Governing Council Artauli Tobing menyampaikan pidato pembukaan “Dialog Antarkeyakinan Perempuan ASEAN: Mendorong Pemahaman untuk Masyarakat yang Inklusif dan Damai” di Jakarta, Selasa (12/11/2019). ANTARA/HO Kemlu RI/am.
Jakarta (ANTARA) - Perempuan didorong meningkatkan perannya dalam penciptaan perdamaianmelalui dialog antar-keyakinan, yang dinilai menjadi alat yang semakin penting untuk mengakhiri konflik dan kekerasan di seluruh dunia.
Menurut Duta Besar/Wakil Indonesia pada Dewan Pemerintahan di ASEAN – Institut Perdamaian dan Rekonsiliasi (ASEAN-Institute for Peace and Reconciliation /ASEAN-IPR) Artauli Tobing, potensi peran perempuan sebagai agen perdamaian belum dimanfaatkan dengan baik.
“Dalam situasi konflik, perempuan masih seringkali dilihat sebagai korban, dan karena itu keterlibatan mereka dalam proses perdamaian masih minimum atau bahkan diabaikan,” kata Artauli dalam “Dialog Antarkeyakinan Perempuan ASEAN: Mendorong Pemahaman untuk Masyarakat yang Inklusif dan Damai” di Jakarta, Selasa.
Padahal, ia melanjutkan, perempuan memiliki karakteristik khusus dan dapat menawarkan kontribusi penting untuk dialog dengan kemampuan mereka untuk mendengar dan membuka diri terhadap orang lain.
Baca juga: Remaja ASEAN ikuti Youth Interfaith Camp di Indonesia
Mengutip kalimat Paus Fransiskus, Artauli menegaskan bahwa “perempuan memiliki peran penting untuk dimainkan dalam dialog antarkeyakinan, mengingat kemampuan alami mereka untuk membangun hubungan dan pengasuhan, yang membuat keterlibatan mereka diperlukan dalam semua bidang masyarakat”.
“Namun demikian, laki-laki dan perempuan harus bekerjasama meskipun fakta bahwa keterlibatan perempuan dalam penciptaan perdamaian yang berbasis agama sering tidak terdengar karena dalam banyak kepercayaan dan tradisi kontemporer, laki-laki cenderung mendominasi kepemimpinan agama,” ujar dia.
Karena itu, ASEAN-IPR bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri RI, the Asia Foundation, dan Australian Aid menyelenggarakan dialog antarkeyakinan bagi perempuan guna membahas bagaimana perempuan di Asia Tenggara bisa lebih berkontribusi pada pengelolaan keragaman di kawasan, sejalan dengan tujuan Komunitas ASEAN.
Dialog yang berlangsung selama dua hari tersebut diharapkan dapat mengidentifikasi tantangan masa kini dan masa depan yang dihadapi di kawasan, serta menghasilkan rekomendasi kebijakan bagi masing-masing negara anggota ASEAN.
Baca juga: Gedung baru ASEAN berkonsep dialog dan harmoni
Baca juga: Sentralitas ASEAN perkuat perdamaian di kawasan Asia Pasifik
Menurut Duta Besar/Wakil Indonesia pada Dewan Pemerintahan di ASEAN – Institut Perdamaian dan Rekonsiliasi (ASEAN-Institute for Peace and Reconciliation /ASEAN-IPR) Artauli Tobing, potensi peran perempuan sebagai agen perdamaian belum dimanfaatkan dengan baik.
“Dalam situasi konflik, perempuan masih seringkali dilihat sebagai korban, dan karena itu keterlibatan mereka dalam proses perdamaian masih minimum atau bahkan diabaikan,” kata Artauli dalam “Dialog Antarkeyakinan Perempuan ASEAN: Mendorong Pemahaman untuk Masyarakat yang Inklusif dan Damai” di Jakarta, Selasa.
Padahal, ia melanjutkan, perempuan memiliki karakteristik khusus dan dapat menawarkan kontribusi penting untuk dialog dengan kemampuan mereka untuk mendengar dan membuka diri terhadap orang lain.
Baca juga: Remaja ASEAN ikuti Youth Interfaith Camp di Indonesia
Mengutip kalimat Paus Fransiskus, Artauli menegaskan bahwa “perempuan memiliki peran penting untuk dimainkan dalam dialog antarkeyakinan, mengingat kemampuan alami mereka untuk membangun hubungan dan pengasuhan, yang membuat keterlibatan mereka diperlukan dalam semua bidang masyarakat”.
“Namun demikian, laki-laki dan perempuan harus bekerjasama meskipun fakta bahwa keterlibatan perempuan dalam penciptaan perdamaian yang berbasis agama sering tidak terdengar karena dalam banyak kepercayaan dan tradisi kontemporer, laki-laki cenderung mendominasi kepemimpinan agama,” ujar dia.
Karena itu, ASEAN-IPR bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri RI, the Asia Foundation, dan Australian Aid menyelenggarakan dialog antarkeyakinan bagi perempuan guna membahas bagaimana perempuan di Asia Tenggara bisa lebih berkontribusi pada pengelolaan keragaman di kawasan, sejalan dengan tujuan Komunitas ASEAN.
Dialog yang berlangsung selama dua hari tersebut diharapkan dapat mengidentifikasi tantangan masa kini dan masa depan yang dihadapi di kawasan, serta menghasilkan rekomendasi kebijakan bagi masing-masing negara anggota ASEAN.
Baca juga: Gedung baru ASEAN berkonsep dialog dan harmoni
Baca juga: Sentralitas ASEAN perkuat perdamaian di kawasan Asia Pasifik
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2019
Tags: