Dirjen sebut pelanggaran ODOL berkurang 15 persen
12 November 2019 14:48 WIB
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Budi Setiyadi memberikan keterangan kepada awak media terkait pengurangan pelanggaran kelebihan ukuran dan muatan overdimension overload/ODOL) di Jakarta, Selasa. (ANTARA/ Juwita Trisna Rahayu)
Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Budi Setiyadi menyebutkan pelanggaran kelebihan muatan dan ukuran (overdimension overload/ODOL) pada angkutan barang sudah berkurang 15 persen.
“Minimal kita bisa menekan dari 2018 itu 100 persen, sekarang ada progres minimal 15 persen,” kata Budi usai penandatanganan nota kesepahaman Pelaksanaan Pengamanan, Pelayanan Bersama Penegakan Hukum dan Pertukaran Informasi di Jalan Tol, Jakarta, Selasa.
Budi menuturkan secara kuantitas masih sangat kecil dalam pengurangan pelanggaran ODOL itu, namun dari sisi kualitas sudah banyak perubahan, baik dari sisi daerah maupun perusahaan yang mulai menyadari dan tidak lagi mengoperasikan angkutan obesitas itu.
“Kalau ecara kuantitas harus hitung dulu. Kalau bicara secara kualitas, yang pertama perluasan provinsi yang kemudian sudah berniat sudah melaksanakan dan berniat akan melakukan normalisasi,” katanya.
Kota-Kabupaten yang mulai melakukan normalisasi angkutan barang menyusul Riau, di antaranya Semarang, Pekanbaru, Dumai, Padang dan Bekasi.
Adapun perusahaan yang mulai menormalisasi angkutan barangnya, seperti PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), Astra dan Asahi.
“Mereka juga sudah sesuai dengan regulasi kita. Jadi dari sisi perusahaan juga perusahaan besar logistik yang sudah memotong (kelebihan dimensi) itu,” katanya.
Budi menyebutkan berdasarkan dari dari jembatan timbang di seluruh Indonesia, 60 persen angkutan barang masih kelebihan muatan dan ukuran.
Untuk itu, pihaknya juga merupakan salah satu dari pemangku kepentingan yang bersama-sama untuk mengurangi praktik ODOL dengan menandatangani nota kesepahaman Pelaksanaan Pengamanan, Pelayanan Bersama Penegakan Hukum dan Pertukaran Informasi di Jalan Tol.
“Jadi sebagian besar saya katakan MoU ini merupakan puncak. Ini kesepakatan institusi semua yang memiliki tanggung jawab untuk melaksanaka penindakan ODOL ‘concern’ melaksanakan ODOL,” ujarnya.
Upaya tersebut untuk mencapai target bebas ODOL di jalan tol pada 2020 dan di jalan nasional 2021.
“Kita harapkan pesan yang disampaikan sampai ke asosiasi pelaku logistik, itu yang penting mereka langsung mendukung pemerintah. Mereka mendukung tapi pergerakan untuk memulai itu butuh pengawasan,” katanya.
Budi mengaku masih ada sejumlah asosiasi yang meminta toleransi, di antaranya asosiasi semen, baja, pupuk dan minuman ringan.
“Saya akan evaluasi, yang penting bagi mereka adalah ‘action plan’-nya, kalau enggak mereka enggak bergerak progresnya kayak apa, bulan pertama apa yang mau dilakukan, sudah komitmen dengan apa yang diomongkan itu,” katanya.
Baca juga: Pemerintah siap "basmi" truk ODOL di jalan tol, ini caranya
Baca juga: Kemenhub targetkan jalan tol bebas ODOL 2020
Baca juga: Pengamat nilai perlu revisi UU terkait angkutan barang atasi ODOL
“Minimal kita bisa menekan dari 2018 itu 100 persen, sekarang ada progres minimal 15 persen,” kata Budi usai penandatanganan nota kesepahaman Pelaksanaan Pengamanan, Pelayanan Bersama Penegakan Hukum dan Pertukaran Informasi di Jalan Tol, Jakarta, Selasa.
Budi menuturkan secara kuantitas masih sangat kecil dalam pengurangan pelanggaran ODOL itu, namun dari sisi kualitas sudah banyak perubahan, baik dari sisi daerah maupun perusahaan yang mulai menyadari dan tidak lagi mengoperasikan angkutan obesitas itu.
“Kalau ecara kuantitas harus hitung dulu. Kalau bicara secara kualitas, yang pertama perluasan provinsi yang kemudian sudah berniat sudah melaksanakan dan berniat akan melakukan normalisasi,” katanya.
Kota-Kabupaten yang mulai melakukan normalisasi angkutan barang menyusul Riau, di antaranya Semarang, Pekanbaru, Dumai, Padang dan Bekasi.
Adapun perusahaan yang mulai menormalisasi angkutan barangnya, seperti PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), Astra dan Asahi.
“Mereka juga sudah sesuai dengan regulasi kita. Jadi dari sisi perusahaan juga perusahaan besar logistik yang sudah memotong (kelebihan dimensi) itu,” katanya.
Budi menyebutkan berdasarkan dari dari jembatan timbang di seluruh Indonesia, 60 persen angkutan barang masih kelebihan muatan dan ukuran.
Untuk itu, pihaknya juga merupakan salah satu dari pemangku kepentingan yang bersama-sama untuk mengurangi praktik ODOL dengan menandatangani nota kesepahaman Pelaksanaan Pengamanan, Pelayanan Bersama Penegakan Hukum dan Pertukaran Informasi di Jalan Tol.
“Jadi sebagian besar saya katakan MoU ini merupakan puncak. Ini kesepakatan institusi semua yang memiliki tanggung jawab untuk melaksanaka penindakan ODOL ‘concern’ melaksanakan ODOL,” ujarnya.
Upaya tersebut untuk mencapai target bebas ODOL di jalan tol pada 2020 dan di jalan nasional 2021.
“Kita harapkan pesan yang disampaikan sampai ke asosiasi pelaku logistik, itu yang penting mereka langsung mendukung pemerintah. Mereka mendukung tapi pergerakan untuk memulai itu butuh pengawasan,” katanya.
Budi mengaku masih ada sejumlah asosiasi yang meminta toleransi, di antaranya asosiasi semen, baja, pupuk dan minuman ringan.
“Saya akan evaluasi, yang penting bagi mereka adalah ‘action plan’-nya, kalau enggak mereka enggak bergerak progresnya kayak apa, bulan pertama apa yang mau dilakukan, sudah komitmen dengan apa yang diomongkan itu,” katanya.
Baca juga: Pemerintah siap "basmi" truk ODOL di jalan tol, ini caranya
Baca juga: Kemenhub targetkan jalan tol bebas ODOL 2020
Baca juga: Pengamat nilai perlu revisi UU terkait angkutan barang atasi ODOL
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2019
Tags: