Pemerintah harus antisipasi tren perempuan jadi pelaku teror
11 November 2019 14:26 WIB
Direktur AMAN Indonesia Ruby Kholifah dalam diskusi di Cikini, Jakarta Pusat pada Senin (11/11) (ANTARA/Prisca Triferna)
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah dan segala pemangku kepentingan harus mulai mengantisipasi tren perempuan menjadi ujung tombak kelompok ekstremis untuk melakukan teror, menurut Direktur Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia Ruby Kholifah.
"Yang mengkhawatirkan dalam konteks ISIS, meskipun sudah mulai kalah, tetapi bahwa pendukung, suporter dan simpatisan masih kuat di sosial media.
Baca juga: Pengamat Intelijen: Terorisme salah satu potensi konflik Pilkada 2020
Peran-peran baru untuk kaum perempuan kini menjadi ujung tombaknya, untuk menulis artikel, mengisi ruang di blog dan situs untuk meyakinkan orang mendukung," ujar Ruby dalam diskusi tentang radikalisme perempuan di Cikini, Jakarta Pusat pada Senin.
Ruby memberikan contoh bagaimana keterlibatan perempuan dalam aksi terorisme kini sudah menjadi pelaku penyebab teror sendiri seperti yang terjadi dalam Bom Surabaya, Jawa Timur saat satu keluarga bergerak menjadi pelaku bom bunuh diri.
Baca juga: Cegah radikalisme, perda tamu wajib lapor digalakkan kembali
Salah satu pelaku pengeboman di GKI Diponegoro adalah Puji Kuswati yang bersama kedua anak perempuannya meledakkan diri, hampir bersamaan saat suaminya Dita Upriyanto dan kedua putranya meledakkan bom bunuh diri di dua tempat yang berbeda di Surabaya pada 2018.
Selain itu Ruby juga menyoroti kasus saat seorang perempuan bernama Solimah meledakkan diri di Sibolga, Sumatera Utara pada Maret 2019 lalu ketika dikepung oleh polisi.
Selain menulis artikel dan membuat konten untuk meyakinkan orang mendukung gerakan terorisme, kebanyakan perempuan yang mendukung terorisme bergerak dengan menyasar perempuan yang belum menikah dan berusaha menampilkan anggota kelompok teror sebagai calon suami yang ideal.
Kini, setelah kejatuhan ISIS di Suriah dan daerah-daerah lain, perempuan di kelompok teroris bergerak untuk mengisi kekosongan pejihad yang dulu dikuasai oleh laki-laki, menurut Ruby.
"Perempuan di lingkar ekstremisme dan terorisme ini biasanya pasif tapi jika melihat perkembangannya kini mereka mendapatkan momentum. Mereka sudah lama menyiapkan diri melakukan jihad di ranah di mana laki-laki mendapat derajat lebih tinggi dari pada perempuan," tegas Ruby, yang pernah masuk daftar 100 perempuan dunia berprestasi versi media Inggris BBC pada 2014.
Baca juga: Wapres Ma'ruf dan Dubes Selandia Baru bahas penanggulangan terorisme
"Yang mengkhawatirkan dalam konteks ISIS, meskipun sudah mulai kalah, tetapi bahwa pendukung, suporter dan simpatisan masih kuat di sosial media.
Baca juga: Pengamat Intelijen: Terorisme salah satu potensi konflik Pilkada 2020
Peran-peran baru untuk kaum perempuan kini menjadi ujung tombaknya, untuk menulis artikel, mengisi ruang di blog dan situs untuk meyakinkan orang mendukung," ujar Ruby dalam diskusi tentang radikalisme perempuan di Cikini, Jakarta Pusat pada Senin.
Ruby memberikan contoh bagaimana keterlibatan perempuan dalam aksi terorisme kini sudah menjadi pelaku penyebab teror sendiri seperti yang terjadi dalam Bom Surabaya, Jawa Timur saat satu keluarga bergerak menjadi pelaku bom bunuh diri.
Baca juga: Cegah radikalisme, perda tamu wajib lapor digalakkan kembali
Salah satu pelaku pengeboman di GKI Diponegoro adalah Puji Kuswati yang bersama kedua anak perempuannya meledakkan diri, hampir bersamaan saat suaminya Dita Upriyanto dan kedua putranya meledakkan bom bunuh diri di dua tempat yang berbeda di Surabaya pada 2018.
Selain itu Ruby juga menyoroti kasus saat seorang perempuan bernama Solimah meledakkan diri di Sibolga, Sumatera Utara pada Maret 2019 lalu ketika dikepung oleh polisi.
Selain menulis artikel dan membuat konten untuk meyakinkan orang mendukung gerakan terorisme, kebanyakan perempuan yang mendukung terorisme bergerak dengan menyasar perempuan yang belum menikah dan berusaha menampilkan anggota kelompok teror sebagai calon suami yang ideal.
Kini, setelah kejatuhan ISIS di Suriah dan daerah-daerah lain, perempuan di kelompok teroris bergerak untuk mengisi kekosongan pejihad yang dulu dikuasai oleh laki-laki, menurut Ruby.
"Perempuan di lingkar ekstremisme dan terorisme ini biasanya pasif tapi jika melihat perkembangannya kini mereka mendapatkan momentum. Mereka sudah lama menyiapkan diri melakukan jihad di ranah di mana laki-laki mendapat derajat lebih tinggi dari pada perempuan," tegas Ruby, yang pernah masuk daftar 100 perempuan dunia berprestasi versi media Inggris BBC pada 2014.
Baca juga: Wapres Ma'ruf dan Dubes Selandia Baru bahas penanggulangan terorisme
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019
Tags: