Keterlibatan investasi listrik swasta harus atasi hambatan regulasi
11 November 2019 11:58 WIB
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa (kanan) dalam diskusi yang digelar di Jakarta, Senin (11/11/2019). ANTARA/M Razi Rahman
Jakarta (ANTARA) - Upaya untuk meningkatkan keterlibatan pihak swasta dalam investasi listrik dalam rangka membantu pencapaian rasio elektrifikasi di Tanah Air harus dilaksanakan antara lain dengan mengatasi berbagai hambatan regulasi.
"Perlu dukungan kebijakan dan regulasi untuk melibatkan swasta, misalnya mekanisme pendanaannya akan menjadi apa, model bisnisnya seperti apa," kata Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa di Jakarta, Senin.
Menurut dia, penting untuk melibatkan pihak swasta dalam penyediaan akses energi, di mana keterlibatan swasta dalam investasi dapat diarahkan misalnya pada berbagai wilayah yang sesuai untuk solusi off-grid dan tidak ekonomis untuk disambung jaringan listrik dalam jangka waktu 5-10 tahun mendatang.
Ia berpendapat bahwa melibatkan swasta dalam perluasan kelistrikan desa hanya dapat dilakukan dengan menyingkirkan hambatan kebijakan, institusi, dan pendanaan.
Baca juga: Pengamat harapkan pencapaian rasio elektrifikasi perhatikan kualitas
Selain itu, instrumen KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha) dalam bentuk availibility payment dapat dipakai untuk membayar investasi swasta.
Demikian pula dengan pilihan pendanaan nonpublik seperti CSR atau hibah dapat dipakai untuk mengurangi biaya investasi awal listrik pedesaan.
Sebelumnya investor listrik yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) menilai bahwa tantangan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) saat ini adalah merealisasikan berbagai komitmen investasi di daerah.
"Investor itu sudah antre. Tapi cuma sampai di meja MoU (memorandum of understanding) di pusat. Masalah ada direalisasi daerah," ujar Direktur Eksekutif APLSI Rizal Calvary Marimbo.
Rizal Calvary mengemukakan bahwa terdapat dua harapan besar investor atau pengusaha ketenagalistrikan, yaitu pertama adalah bagaimana menyederhanakan dan mempercepat perizinan di daerah.
Baca juga: Rasio elektrifikasi nasional capai 98,86 persen
Menurut dia, reformasi perizinan investasi di BKPM telah menunjukan perbaikan. Namun, reformasi itu tidak diikuti oleh banyak daerah di bawahnya. Akibatnya, kinerja investasi nasional kurang memuaskan setiap tahun.
"Jadi, sekarang kendalanya di daerah. Masih sangat lamban," ucapnya.
Ia menambahkan perizinan di daerah untuk investasi ketenagalistrikan dan sektor lainnya cukup buruk. Salah satunya, masih berlapis-lapisnya perizinan di tingkat daerah.
"Perlu dukungan kebijakan dan regulasi untuk melibatkan swasta, misalnya mekanisme pendanaannya akan menjadi apa, model bisnisnya seperti apa," kata Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa di Jakarta, Senin.
Menurut dia, penting untuk melibatkan pihak swasta dalam penyediaan akses energi, di mana keterlibatan swasta dalam investasi dapat diarahkan misalnya pada berbagai wilayah yang sesuai untuk solusi off-grid dan tidak ekonomis untuk disambung jaringan listrik dalam jangka waktu 5-10 tahun mendatang.
Ia berpendapat bahwa melibatkan swasta dalam perluasan kelistrikan desa hanya dapat dilakukan dengan menyingkirkan hambatan kebijakan, institusi, dan pendanaan.
Baca juga: Pengamat harapkan pencapaian rasio elektrifikasi perhatikan kualitas
Selain itu, instrumen KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha) dalam bentuk availibility payment dapat dipakai untuk membayar investasi swasta.
Demikian pula dengan pilihan pendanaan nonpublik seperti CSR atau hibah dapat dipakai untuk mengurangi biaya investasi awal listrik pedesaan.
Sebelumnya investor listrik yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) menilai bahwa tantangan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) saat ini adalah merealisasikan berbagai komitmen investasi di daerah.
"Investor itu sudah antre. Tapi cuma sampai di meja MoU (memorandum of understanding) di pusat. Masalah ada direalisasi daerah," ujar Direktur Eksekutif APLSI Rizal Calvary Marimbo.
Rizal Calvary mengemukakan bahwa terdapat dua harapan besar investor atau pengusaha ketenagalistrikan, yaitu pertama adalah bagaimana menyederhanakan dan mempercepat perizinan di daerah.
Baca juga: Rasio elektrifikasi nasional capai 98,86 persen
Menurut dia, reformasi perizinan investasi di BKPM telah menunjukan perbaikan. Namun, reformasi itu tidak diikuti oleh banyak daerah di bawahnya. Akibatnya, kinerja investasi nasional kurang memuaskan setiap tahun.
"Jadi, sekarang kendalanya di daerah. Masih sangat lamban," ucapnya.
Ia menambahkan perizinan di daerah untuk investasi ketenagalistrikan dan sektor lainnya cukup buruk. Salah satunya, masih berlapis-lapisnya perizinan di tingkat daerah.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019
Tags: