TAPD tidak lagi sisir anggaran konsultan RW Kumuh dan Trotoar
10 November 2019 18:57 WIB
ANGGARAN PENATAAN KAMPUNG KUMUH. Warga beraktivitas di permukiman padat penduduk di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa(5/11/2019). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengusulkan anggaran penataan kampung kumuh di ibu kota sebesar 556 juta Rupiah untuk setiap Rukun Warga (RW). ANTARA FOTO/Reno Esnir/pd.ANTARA/RENO ESNIR (ANTARA/RENO ESNIR)
Jakarta (ANTARA) - Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Provinsi DKI Jakarta menyatakan tidak akan lagi menyisir atau merasionalisasi anggaran konsultan RW Kumuh dan revitalisasi trotoar dalam dokumen KUA-PPAS dalam pembahasan Senin (11/11).
"Rasionalisasi itu bukan punya saya sendiri (Ketua TAPD), tapi punya SKPD (Dinas) dan punya Dewan (DPRD), jadi pikiran bersama dan itu didapatkan di rapat-rapat komisi," kata Ketua TAPD Saefullah di Monas, Jakarta, Minggu.
Lebih lanjut, Saefullah mengatakan hasil rasionalisasi antara pihaknya dan DPRD DKI Jakarta belum bisa dipastikan berapa nilainya.
"Jadi enggak bisa diprediksi, (bagaimana) nanti mengalirnya seperti apa di sana. Dinamika diskusi saja kami ikuti, pro kontranya seperti apa, keberpihakannya seperti apa pada kepentingan umum, mengalir saja di sana. Kami tidak bisa mengondisikan suatu anggaran, mengalir saja," kata Saefullah.
Baca juga: DPRD tunggu masukan masyarakat terkait anggaran RW kumuh
Selain itu, kata Saefullah, pihaknya juga terbatas waktu karena ada aturan Kementerian Dalam Negeri untuk menyerahkan anggaran dalam bentuk Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) maksimal tanggal 30 November 2019.
"Kami harus terus berjalan tidak bisa menunggu karena waktu yang begitu sempit," ucap Saefullah.
Sebelumnya, DPRD DKI Jakarta mempertanyakan anggaran konsultan dalam dokumen KUA-PPAS bernama kegiatan Community Action Plan (CAP) untuk satu RW di Dinas Perumahan senilai Rp556.112.773 dengan rincian biaya langsung personel Rp475.800.000, biaya langsung tidak personel Rp29.757.030 serta pajak 10 persen dari kegiatan satu RW.
Baca juga: Anggaran konsultan satu RW kumuh cukup untuk satu kawasan
Biaya langsung personel itu terdiri dari tenaga ahli, fasilitator, surveyor dan sebagainya. Sedangkan biaya langsung tidak personel yaitu laporan teknis detail engineering design (DED), pelaksanaan sosialisasi dan Focus Group Discusion (FGD) yang disesuaikan dengan rencana Pemprov DKI Jakarta menata 200 RW kumuh selama lima tahun dari 2017 hingga 2022.
Selain itu DPRD DKI Jakarta juga mempertanyakan pengusulan anggaran pembangunan dengan nilai sekitar Rp4 miliar hingga Rp10 miliar untuk satu RW berangkat dari hasil kajian tahun 2019.
Untuk anggaran trotoar, Komisi D DPRD DKI Jakarta menunda anggaran revitalisasi untuk 2020 usulan oleh Dinas Bina Marga DKI Jakarta sebesar Rp1,2 triliun untuk kemudian diperjelas.
Baca juga: Anggota DPRD DKI pertanyakan anggaran konsultan RW kumuh Rp556 juta
Hal itu karena DPRD menilai dinas mendapatkan aduan warga yang menyatakan dengan adanya pelebaran trotoar hingga memakan badan jalan membuat arus lalu lintas macet sehingga harus ada penjelasan lebih lanjut dari penataan trotoar itu serta solusi yang ditawarkan karena kemacetan yang ditimbulkan.
"Rasionalisasi itu bukan punya saya sendiri (Ketua TAPD), tapi punya SKPD (Dinas) dan punya Dewan (DPRD), jadi pikiran bersama dan itu didapatkan di rapat-rapat komisi," kata Ketua TAPD Saefullah di Monas, Jakarta, Minggu.
Lebih lanjut, Saefullah mengatakan hasil rasionalisasi antara pihaknya dan DPRD DKI Jakarta belum bisa dipastikan berapa nilainya.
"Jadi enggak bisa diprediksi, (bagaimana) nanti mengalirnya seperti apa di sana. Dinamika diskusi saja kami ikuti, pro kontranya seperti apa, keberpihakannya seperti apa pada kepentingan umum, mengalir saja di sana. Kami tidak bisa mengondisikan suatu anggaran, mengalir saja," kata Saefullah.
Baca juga: DPRD tunggu masukan masyarakat terkait anggaran RW kumuh
Selain itu, kata Saefullah, pihaknya juga terbatas waktu karena ada aturan Kementerian Dalam Negeri untuk menyerahkan anggaran dalam bentuk Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) maksimal tanggal 30 November 2019.
"Kami harus terus berjalan tidak bisa menunggu karena waktu yang begitu sempit," ucap Saefullah.
Sebelumnya, DPRD DKI Jakarta mempertanyakan anggaran konsultan dalam dokumen KUA-PPAS bernama kegiatan Community Action Plan (CAP) untuk satu RW di Dinas Perumahan senilai Rp556.112.773 dengan rincian biaya langsung personel Rp475.800.000, biaya langsung tidak personel Rp29.757.030 serta pajak 10 persen dari kegiatan satu RW.
Baca juga: Anggaran konsultan satu RW kumuh cukup untuk satu kawasan
Biaya langsung personel itu terdiri dari tenaga ahli, fasilitator, surveyor dan sebagainya. Sedangkan biaya langsung tidak personel yaitu laporan teknis detail engineering design (DED), pelaksanaan sosialisasi dan Focus Group Discusion (FGD) yang disesuaikan dengan rencana Pemprov DKI Jakarta menata 200 RW kumuh selama lima tahun dari 2017 hingga 2022.
Selain itu DPRD DKI Jakarta juga mempertanyakan pengusulan anggaran pembangunan dengan nilai sekitar Rp4 miliar hingga Rp10 miliar untuk satu RW berangkat dari hasil kajian tahun 2019.
Untuk anggaran trotoar, Komisi D DPRD DKI Jakarta menunda anggaran revitalisasi untuk 2020 usulan oleh Dinas Bina Marga DKI Jakarta sebesar Rp1,2 triliun untuk kemudian diperjelas.
Baca juga: Anggota DPRD DKI pertanyakan anggaran konsultan RW kumuh Rp556 juta
Hal itu karena DPRD menilai dinas mendapatkan aduan warga yang menyatakan dengan adanya pelebaran trotoar hingga memakan badan jalan membuat arus lalu lintas macet sehingga harus ada penjelasan lebih lanjut dari penataan trotoar itu serta solusi yang ditawarkan karena kemacetan yang ditimbulkan.
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019
Tags: