Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden Ma'ruf Amin minta data desa penerima anggaran harus terus diperbarui secara berkala untuk menghindari adanya keberadaan "desa fiktif" dan memperbaiki data statistik jumlah desa.

"Itu harus terus di-update ya. Antisipasi ke depan, terus ada secara periodik dilakukan pengecekan-pengecekan dimana dana itu, desa-desa, masih ada nggak yang fiktif dan siluman itu," kata Ma'ruf Amin kepada wartawan di Kantor Wapres Jakarta, Jumat.

Wapres juga meminta agar kementerian terkait penyelenggaraan dana desa untuk terus berkoordinasi dan proaktif dalam memeriksa jumlah desa dan terkait penyaluran dananya.

Baca juga: Menteri Desa: Tidak ada desa fiktif

"Mestinya memang tidak hanya menerima laporan, tapi juga melakukan pengecekan, betul apa tidak jumlah desa itu, siapa tahu masih ada lagi yang belum ter-detect, belum diketahui," ucapnya.

Koordinasi dan verifikasi secara berkala tersebut menjadi solusi bagi persoalan penyaluran dana desa, serta untuk memastikan bahwa anggaran dari Pemerintah Pusat untuk pembangunan desa benar-benar bermanfaat.

"Jadi memang supaya dana-dana dari APBN itu sampai kepada yang betul-betul bermanfaat untuk masyarakat," ujarnya.

"Desa fiktif" atau "desa hantu", yang keberadaannya tidak ada tapi terus mendapat kucuran dana desa, diungkap oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Jakarta, Senin (4/11).

Sri Mulyani mengungkapkan adanya transfer dana secara teratur ke desa-desa yang sebenarnya keberadaannya tidak ada. Dengan alasan itu, Kemenkeu akan memverifikasi jumlah desa yang diajukan untuk menerima anggaran desa.

Baca juga: Polda Sultra dan Kemdagri usut dugaan adanya desa fiktif

Sementara itu, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar membantah adanya tudingan "desa fiktif" oleh Sri Mulyani. Abdul Halim mengatakan definisi "desa fiktif" tersebut harus disamakan persepsinya supaya tidak ada kesalahpahaman.

Abdul Halim mengaku bingung dengan istilah "desa fiktif" seperti yang dimaksud Sri Mulyani. Menurut Abdul Halim, selama ini desa yang mendapat kucuran dana dari APBN memiliki penduduk, pemerintahan, hingga pertanggungjawaban terhadap penggunaan dana desa.

"Kalau yang dimaksud fiktif itu sesuatu yang tidak ada, kemudian dikucuri dana dan dana tidak bisa dipertanggungjawabkan, itu tidak ada. Saya bingung yang namanya fiktif bagaimana," kata Abdul Halim di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat.

Alokasi dana desa dari APBN ke pemerintah kabupaten terus meningkat sejak program tersebut dibentuk. Pada 2015, anggaran dana desa sebesar Rp20,67 triliun, yang meningkat menjadi Rp46,98 triliun di 2016. Pada 2017 anggaran dana desa meningkat menjadi Rp60 triliun, kemudian menjadi Rp70 triliun di 2018, hingga terakhir di 2019 menjadi Rp72 triliun.

Baca juga: Kemenkeu evaluasi internal terkait dugaan penyaluran dana desa fiktif

Baca juga: KPK: Desa fiktif modus baru kejahatan keuangan negara