Kemenko Perekonomian dukung masuknya investasi pada energi terbarukan
8 November 2019 14:47 WIB
Warga beraktivitas di sekitar lokasi pembangkit listrik tenaga surya dan angin yang menjadi sumber listrik utama di Dusun Bondan, Kampung Laut, Cilacap, Jawa Tengah, Kamis (24/10/2019). ANTARA FOTO/Idhad Zakaria/wsj. (ANTARA FOTO/IDHAD ZAKARIA)
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mendukung masuknya investasi ada sektor energi baru dan terbarukan untuk mendorong potensi yang belum tergali secara optimal dan menurunkan emisi pada 2030 menjadi sebesar 29 persen.
"Indonesia telah mendapatkan peringkat Triple B (BBB) dan masuk dalam rating investment grade country dari lima lembaga pemeringkat internasional. Artinya bahwa investor seharusnya tidak perlu khawatir untuk berinvestasi di Indonesia," kata Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup Kemenko Perekonomian Montty Girianna dalam acara Launching Program Clean Energy Finance and Investment Mobilisation (CEFIM) Indonesia di Jakarta, Jumat.
Montty mengatakan upaya untuk mengembangkan infrastruktur energi baru dan terbarukan masih menghadapi berbagai tantangan antara lain terkait persoalan lahan, masalah sosial, teknis perizinan, permasalahan regulasi dan pendanaan.
Untuk alternatif pembiayaan energi ini, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 46 Tahun 2017 dan Peraturan Presiden No 77 Tahun 2018, pemerintah telah membentuk Badan Layanan Umum Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH).
"Pembentukan badan ini ditujukan untuk menghimpun dana hijau (green fund) dari dalam negeri maupun dunia internasional dengan mekanisme yang cukup fleksibel, baik dalam hal penghimpunan, penyaluran, maupun penggunaannya, namun juga berstandar internasional," katanya.
Ia menambahkan hal lain yang telah dilakukan untuk mendorong investasi adalah simplifikasi perizinan melalui sistem layanan terintegrasi secara elektronik (OSS) yang dapat mempercepat proses kemudahan berusaha dan kepastian hukum.
Baca juga: Menteri ESDM dorong inovasi baru dalam EBT
Selain itu, Kemenko Perekonomian bekerja sama dengan The Organisation For Economic Co-Operation and Development (OECD) membentuk Program CEFIM untuk memperkuat kondisi pemberdayaan domestik untuk mendorong investasi dan pembiayaan.
Program yang dilaksanakan di lima negara yang tersebar di Amerika Latin, Asia Selatan dan Asia Tenggara ini juga mendukung upaya nasional dalam pembangunan rendah karbon, serta menguatkan kerja sama bilateral dan multilateral.
Tiga aktivitas utama dalam program CEFIM yang ikut didukung secara finansial oleh Pemerintah Denmark adalah tinjauan pembiayaan energi bersih dan investasi, kegiatan pendukung implementasi dan pembelajaran dari negara lain yang setara.
Program yang berlaku selama lima tahun ini juga akan berkontribusi terhadap implementasi sasaran pembangunan berkelanjutan (SDGs), Paris Agreement, dan upaya-upaya lainnya dalam mendorong investasi dan pembiayaan energi bersih.
Program CEFIM akan menjembatani pembuat kebijakan dengan sektor finansial dan swasta serta memanfaatkan jejaring OECD, mencakup entitas pemerintahan dan negara maju, serta hubungan dengan pengembang proyek, industri energi bersih, perbankan, institusi finansial internasional, dan organisasi internasional.
Saat ini, keterlibatan pemangku kepentingan merupakan hal fundamental dalam mengidentifikasi ketidaksesuaian kebijakan, menemukan tantangan dan mencari solusi untuk mendorong investasi swasta di bidang energi bersih.
Baca juga: Asosiasi minta pemerintah siapkan pendorong investasi energi terbarukan
Oleh karena itu, program ini akan dilaksanakan melalui konsultasi yang dilakukan pada level nasional maupun internasional untuk menghubungkan investor internasional, pembuat kebijakan, dan pemangku kepentingan lainnya.
Dengan menerapkan pendekatan kebijakan, regulasi, dan mobilisasi investasi secara terintegrasi, program CEFIM ini didesain untuk berorientasi terhadap hasil.
Selain itu, melalui program ini akan dilakukan penguatan dan sinergi kerangka kebijakan, penyusunan pipeline project yang menguntungkan semua pihak, dan mobilisasi investasi di bidang energi bersih dan infrastruktur berkelanjutan.
Berdasarkan data yang bersumber dari booklet "Energi Berkeadilan Semester I Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Juli 2019), penggunaan energi terbarukan di sektor ketenagalistrikan masih sebesar 9,32 GW atau sekitar dua persen dari total potensi yang ada.
Kondisi itu berbeda jauh dari potensi energi terbarukan mulai dari tenaga air, panas bumi, bionergi, surya, angin, dan arus laut yang diperkirakan mencapai 442 Gigawatt (GW).
Sedangkan, porsi energi terbarukan dalam bauran energi saat ini mencapai 12,8 persen.
Pemerintah Indonesia melalui Rancangan Teknokratik RPJMN 2020-2024 terus berupaya mengembangkan Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) dan menargetkan capaian energi terbarukan sebesar 20 persen pada 2024.
Untuk mencapai target tersebut, pemerintah membutuhkan dukungan pembiayaan, investasi dan pembenahan regulasi agar terdapat partisipasi swasta untuk mendukung pengembangan energi yang sangat potensial ini.
Berdasarkan estimasi, investasi infrastruktur ketenagalistrikan membutuhkan pembiayaan sekitar Rp400 triliun per tahun, padahal PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) hanya mampu memenuhi pendanaan sebesar Rp115 triliun pada 2018.
Baca juga: Swedia taruh perhatian besar pada energi terbarukan Indonesia
Baca juga: Kementerian ESDM : Energi baru terbarukan tidak boleh ditawar
"Indonesia telah mendapatkan peringkat Triple B (BBB) dan masuk dalam rating investment grade country dari lima lembaga pemeringkat internasional. Artinya bahwa investor seharusnya tidak perlu khawatir untuk berinvestasi di Indonesia," kata Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup Kemenko Perekonomian Montty Girianna dalam acara Launching Program Clean Energy Finance and Investment Mobilisation (CEFIM) Indonesia di Jakarta, Jumat.
Montty mengatakan upaya untuk mengembangkan infrastruktur energi baru dan terbarukan masih menghadapi berbagai tantangan antara lain terkait persoalan lahan, masalah sosial, teknis perizinan, permasalahan regulasi dan pendanaan.
Untuk alternatif pembiayaan energi ini, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 46 Tahun 2017 dan Peraturan Presiden No 77 Tahun 2018, pemerintah telah membentuk Badan Layanan Umum Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH).
"Pembentukan badan ini ditujukan untuk menghimpun dana hijau (green fund) dari dalam negeri maupun dunia internasional dengan mekanisme yang cukup fleksibel, baik dalam hal penghimpunan, penyaluran, maupun penggunaannya, namun juga berstandar internasional," katanya.
Ia menambahkan hal lain yang telah dilakukan untuk mendorong investasi adalah simplifikasi perizinan melalui sistem layanan terintegrasi secara elektronik (OSS) yang dapat mempercepat proses kemudahan berusaha dan kepastian hukum.
Baca juga: Menteri ESDM dorong inovasi baru dalam EBT
Selain itu, Kemenko Perekonomian bekerja sama dengan The Organisation For Economic Co-Operation and Development (OECD) membentuk Program CEFIM untuk memperkuat kondisi pemberdayaan domestik untuk mendorong investasi dan pembiayaan.
Program yang dilaksanakan di lima negara yang tersebar di Amerika Latin, Asia Selatan dan Asia Tenggara ini juga mendukung upaya nasional dalam pembangunan rendah karbon, serta menguatkan kerja sama bilateral dan multilateral.
Tiga aktivitas utama dalam program CEFIM yang ikut didukung secara finansial oleh Pemerintah Denmark adalah tinjauan pembiayaan energi bersih dan investasi, kegiatan pendukung implementasi dan pembelajaran dari negara lain yang setara.
Program yang berlaku selama lima tahun ini juga akan berkontribusi terhadap implementasi sasaran pembangunan berkelanjutan (SDGs), Paris Agreement, dan upaya-upaya lainnya dalam mendorong investasi dan pembiayaan energi bersih.
Program CEFIM akan menjembatani pembuat kebijakan dengan sektor finansial dan swasta serta memanfaatkan jejaring OECD, mencakup entitas pemerintahan dan negara maju, serta hubungan dengan pengembang proyek, industri energi bersih, perbankan, institusi finansial internasional, dan organisasi internasional.
Saat ini, keterlibatan pemangku kepentingan merupakan hal fundamental dalam mengidentifikasi ketidaksesuaian kebijakan, menemukan tantangan dan mencari solusi untuk mendorong investasi swasta di bidang energi bersih.
Baca juga: Asosiasi minta pemerintah siapkan pendorong investasi energi terbarukan
Oleh karena itu, program ini akan dilaksanakan melalui konsultasi yang dilakukan pada level nasional maupun internasional untuk menghubungkan investor internasional, pembuat kebijakan, dan pemangku kepentingan lainnya.
Dengan menerapkan pendekatan kebijakan, regulasi, dan mobilisasi investasi secara terintegrasi, program CEFIM ini didesain untuk berorientasi terhadap hasil.
Selain itu, melalui program ini akan dilakukan penguatan dan sinergi kerangka kebijakan, penyusunan pipeline project yang menguntungkan semua pihak, dan mobilisasi investasi di bidang energi bersih dan infrastruktur berkelanjutan.
Berdasarkan data yang bersumber dari booklet "Energi Berkeadilan Semester I Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Juli 2019), penggunaan energi terbarukan di sektor ketenagalistrikan masih sebesar 9,32 GW atau sekitar dua persen dari total potensi yang ada.
Kondisi itu berbeda jauh dari potensi energi terbarukan mulai dari tenaga air, panas bumi, bionergi, surya, angin, dan arus laut yang diperkirakan mencapai 442 Gigawatt (GW).
Sedangkan, porsi energi terbarukan dalam bauran energi saat ini mencapai 12,8 persen.
Pemerintah Indonesia melalui Rancangan Teknokratik RPJMN 2020-2024 terus berupaya mengembangkan Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) dan menargetkan capaian energi terbarukan sebesar 20 persen pada 2024.
Untuk mencapai target tersebut, pemerintah membutuhkan dukungan pembiayaan, investasi dan pembenahan regulasi agar terdapat partisipasi swasta untuk mendukung pengembangan energi yang sangat potensial ini.
Berdasarkan estimasi, investasi infrastruktur ketenagalistrikan membutuhkan pembiayaan sekitar Rp400 triliun per tahun, padahal PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) hanya mampu memenuhi pendanaan sebesar Rp115 triliun pada 2018.
Baca juga: Swedia taruh perhatian besar pada energi terbarukan Indonesia
Baca juga: Kementerian ESDM : Energi baru terbarukan tidak boleh ditawar
Pewarta: Satyagraha
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019
Tags: