Rumah sakit swasta keluhkan keterlambatan pembayaran BPJS Kesehatan
7 November 2019 15:26 WIB
Pimpinan Komisi IX DPR, Ansory Siregar Felly Estelita Runtuwene, Emanuel Melkiades Lakalena, dan Sri Rahayu dalam rapat dengar pendapat dengan organisasi asosiasi fasilitas kesehatan di Jakarta, Kamis (7/11/2019). (ANTARA/Dewanto Samodro)
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Noor Arida Sofiana mengeluhkan keterlambatan pembayaran dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang menyebabkan gangguan terhadap operasional rumah sakit.
"Pembayaran klaim BPJS Kesehatan ke rumah sakit sering terlambat akhir-akhir ini, bahkan ada yang belum dibayar sehingga mengganggu dan menjadi kendala bagi rumah sakit," kata Noor dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR di Jakarta, Kamis.
Untuk menutup aliran dana yang seharusnya didapat dari klaim BPJS Kesehatan, beberapa rumah sakit terpaksa berhutang kepada bank. Masalahnya, hutang di bank bila sudah jatuh tempo bunganya diperhitungkan per hari.
Baca juga: BPJS Kesehatan menunggak Rp35 miliar ke RSUD Kota Madiun
Baca juga: Dirut BPJS Kesehatan kunjungi faskes terbaik di Kabupaten Ponorogo
Baca juga: PERSI tolak permintaan pengembalian biaya klaim BPJS ke RS
Noor mengatakan pada dasarnya rumah sakit swasta mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional. Sebanyak 73 persen anggota ARSSI ikut berkontribusi dalam program JKN dan menjadi bagian integral.
"Saat ini, rumah sakit swasta diklasifikasikan sebagai fasilitas kesehatan tipe C dan D yang pembayaran klaimnya lebih rendah daripada tipe A dan B. Padahal layanan kesehatan yang diberikan sama," tuturnya.
Rumah sakit swasta juga masih dihadapkan pada kebijakan pajak obat dan alat kesehatan yang cukup tinggi karena dianggap sebagai barang mewah. Noor berharap pemerintah bisa mengambil kebijakan menurunkan pajak obat dan alat kesehatan.
"Di negara lain tidak ada pajak obat atau alat kesehatan. Kalau pun ada sangat minimal," ujarnya.*
Baca juga: Sejumlah RS minta pemerintah kaji ulang aturan penurunan kelas
Baca juga: Lokataru soroti pemutusan kerja sama faskes oleh BPJS kesehatan
Baca juga: Persi Sumsel: Tiga faktor penyebab rumah sakit turun kelas
"Pembayaran klaim BPJS Kesehatan ke rumah sakit sering terlambat akhir-akhir ini, bahkan ada yang belum dibayar sehingga mengganggu dan menjadi kendala bagi rumah sakit," kata Noor dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR di Jakarta, Kamis.
Untuk menutup aliran dana yang seharusnya didapat dari klaim BPJS Kesehatan, beberapa rumah sakit terpaksa berhutang kepada bank. Masalahnya, hutang di bank bila sudah jatuh tempo bunganya diperhitungkan per hari.
Baca juga: BPJS Kesehatan menunggak Rp35 miliar ke RSUD Kota Madiun
Baca juga: Dirut BPJS Kesehatan kunjungi faskes terbaik di Kabupaten Ponorogo
Baca juga: PERSI tolak permintaan pengembalian biaya klaim BPJS ke RS
Noor mengatakan pada dasarnya rumah sakit swasta mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional. Sebanyak 73 persen anggota ARSSI ikut berkontribusi dalam program JKN dan menjadi bagian integral.
"Saat ini, rumah sakit swasta diklasifikasikan sebagai fasilitas kesehatan tipe C dan D yang pembayaran klaimnya lebih rendah daripada tipe A dan B. Padahal layanan kesehatan yang diberikan sama," tuturnya.
Rumah sakit swasta juga masih dihadapkan pada kebijakan pajak obat dan alat kesehatan yang cukup tinggi karena dianggap sebagai barang mewah. Noor berharap pemerintah bisa mengambil kebijakan menurunkan pajak obat dan alat kesehatan.
"Di negara lain tidak ada pajak obat atau alat kesehatan. Kalau pun ada sangat minimal," ujarnya.*
Baca juga: Sejumlah RS minta pemerintah kaji ulang aturan penurunan kelas
Baca juga: Lokataru soroti pemutusan kerja sama faskes oleh BPJS kesehatan
Baca juga: Persi Sumsel: Tiga faktor penyebab rumah sakit turun kelas
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019
Tags: