BPS hentikan rilis indeks tendensi bisnis mulai 2020, ini alasannya
7 November 2019 14:59 WIB
Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto pada workshop wawasan statistik bersama media di Jakarta, Kamis. (Mentari Dwi Gayati)
Jakarta (ANTARA) - Badan Pusat Statistik (BPS) mulai tahun 2020 tidak lagi merilis Indeks Tendensi Bisnis (ITB) dan Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang biasanya diumumkan secara berkala setiap triwulan.
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan penghilangan survei dan rilis ITB dan ITK ini dilakukan untuk menghindari tumpang tindih data dengan yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI) dan PT Danareksa (Persero).
"Ke depan ada data yang akan kami hilangkan, misalnya indeks tendensi bisnis dan konsumen. Mulai tahun depan akan kita hilangkan karena BI sudah punya (data), Danareksa juga, untuk menghindari overlapping," kata Suhariyanto pada lokakarya data statistik bersama media di Jakarta, Kamis.
Suhariyanto mengatakan dengan penghentian rilis data ITB dan ITK tersebut, BPS akan melakukan survei dan menyajikan data lainnya yang belum dikeluarkan oleh lembaga atau pemangku kepentingan lainnya.
Menurut dia, BPS berupaya merilis data-data yang dinilai lebih diminati dan bermanfaat, tidak hanya bagi masyarakat luas tetapi juga untuk pemerintah sebagai rujukan data sebelum pengambilan kebijakan.
Salah satu indikator yang dipertimbangkan oleh BPS sebagai data baru yang akan dirilis, yakni jumlah angka stunting pada anak. Pencegahan stunting seperti diketahui telah menjadi salah satu dari strategi nasional yang dilakukan pemerintah sejak 2018.
"BPS akan mencari indikator baru. Jadi ada relevansinya. Yang dulu belum pernah dikumpulkan dan sekarang harus dikumpulkan, misalnya stunting," kata Suhariyanto.
Sebelumnya, BPS juga telah menghilangkan indikator lainnya, seperti nilai tukar kurs mata uang asing hingga level daerah. Survei ini sudah tidak lagi dilakukan karena dianggap tidak lagi relevan.
"Kalau datanya tidak relevan, lebih baik dibuang. Tahun lalu kita merilis data kurs mata uang asing, tetapi dengan melihat peminatnya, manfaatnya, akhirnya dihilangkan," kata dia.
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan penghilangan survei dan rilis ITB dan ITK ini dilakukan untuk menghindari tumpang tindih data dengan yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI) dan PT Danareksa (Persero).
"Ke depan ada data yang akan kami hilangkan, misalnya indeks tendensi bisnis dan konsumen. Mulai tahun depan akan kita hilangkan karena BI sudah punya (data), Danareksa juga, untuk menghindari overlapping," kata Suhariyanto pada lokakarya data statistik bersama media di Jakarta, Kamis.
Suhariyanto mengatakan dengan penghentian rilis data ITB dan ITK tersebut, BPS akan melakukan survei dan menyajikan data lainnya yang belum dikeluarkan oleh lembaga atau pemangku kepentingan lainnya.
Menurut dia, BPS berupaya merilis data-data yang dinilai lebih diminati dan bermanfaat, tidak hanya bagi masyarakat luas tetapi juga untuk pemerintah sebagai rujukan data sebelum pengambilan kebijakan.
Salah satu indikator yang dipertimbangkan oleh BPS sebagai data baru yang akan dirilis, yakni jumlah angka stunting pada anak. Pencegahan stunting seperti diketahui telah menjadi salah satu dari strategi nasional yang dilakukan pemerintah sejak 2018.
"BPS akan mencari indikator baru. Jadi ada relevansinya. Yang dulu belum pernah dikumpulkan dan sekarang harus dikumpulkan, misalnya stunting," kata Suhariyanto.
Sebelumnya, BPS juga telah menghilangkan indikator lainnya, seperti nilai tukar kurs mata uang asing hingga level daerah. Survei ini sudah tidak lagi dilakukan karena dianggap tidak lagi relevan.
"Kalau datanya tidak relevan, lebih baik dibuang. Tahun lalu kita merilis data kurs mata uang asing, tetapi dengan melihat peminatnya, manfaatnya, akhirnya dihilangkan," kata dia.
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019
Tags: