Menristek dorong penguatan perlindungan data dalam big data
7 November 2019 14:40 WIB
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/ Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang PS Brodjonegoro berbicara kepada wartawan di sela-sela acara DataGovAI 2019 Summit dengan tema Managing the Next Big Data Technology Revolution, Data Governance and artificial Intelligence di Jakarta Convention Center, DKI Jakarta, Kamis (07/11/2019). (ANTARA/Martha Herlinawati Simanjuntak)
Jakarta (ANTARA) - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/ Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang PS Brodjonegoro mendorong penguatan perlindungan data dalam penggunaan big data untuk menjamin privasi dan keamanan data.
"Perlu sekali mengantisipasi big data yang akan masif digunakan. Kita perlu mengatur ini karena menyangkut privacy," kata Menristek dalam DataGovAI 2019 Summit dengan tema Managing the Next Big Data Technology Revolution, Data Governance and artificial Intelligence di Jakarta Convention Center, DKI Jakarta, Kamis
Menurut Bambang, perlindungan data yang menjadi bagian dari keamanan siber menjadi penting sehingga mendukung pemanfaatan big data secara optimal tanpa mengorbankan kerahasiaan atau privasi data.
Baca juga: BIG siap bersinergi wujudkan program Satu Data Indonesia
"Jadi jangan sampai orang resisten atau menolak mengenai big data. Bagaimanapun big data itu adalah profil dari kemajuan di masa depan, jadi kita tidak boleh menolak tapi kita harus mengantisipasi, kita harus bisa protect privacy-nya," ujarnya.
Menristek mengatakan big data bisa menjadi senjata ampuh untuk pemerintah dan bisnis mendapat prediksi yang akurat. Big data bisa menciptakan analisa yang lebih real time dan akurat.
Namun, big data dapat dengan mudah digunakan untuk merugikan pihak lain seperti mendiskriminasikan dan menjelekkan citra orang atau pihak lain.
"Karena luasnya, urusan big data tidak bisa lagi diatur oleh individu atau kelompok tapi negara bahkan juga kesepakatan antar negara," tuturnya.
Menurut data dari Asosiasi Big Data dan Artificial Intelligence, pertumbuhan penggunaan big data mencapai hampir 20 persen sejak 2018, salah satunya sektor retail.
Di tengah makin berkembangnya penggunaan big data, salah satu faktor yang harus diperhatikan kembali lagi adalah sistem keamanan. Karena berkembangnya bisnis ke depan, maka sangat besar peluang jual beli data sehingga perlindungan data konsumen sangat penting.
"Identitas data pribadi pengguna perlu dilindungi, jika tidak ada maka pihak tertentu memanfaatkan data tertentu untuk kepentingan tertentu," ujarnya.
Bambang menuturkan begitu big data atau teknologi apapun dipakai untuk mendiskriminasi atau merugikan maka tentunya ini akan menciptakan kesan bahwa teknologi berbahaya. Hal ini harus dinetralkan sehingga masyarakat awam tidak menganggap kemajuan teknologi di era revolusi 4.0 menimbulkan lebih banyak kerugian dibanding manfaatnya.
"Teknologi tidak berbahaya sejauh tadi ada tata kelola yang benar," ujar Menristek.
Baca juga: Menristek: Revolusi Industri butuh peningkatan SDM analis big data
"Perlu sekali mengantisipasi big data yang akan masif digunakan. Kita perlu mengatur ini karena menyangkut privacy," kata Menristek dalam DataGovAI 2019 Summit dengan tema Managing the Next Big Data Technology Revolution, Data Governance and artificial Intelligence di Jakarta Convention Center, DKI Jakarta, Kamis
Menurut Bambang, perlindungan data yang menjadi bagian dari keamanan siber menjadi penting sehingga mendukung pemanfaatan big data secara optimal tanpa mengorbankan kerahasiaan atau privasi data.
Baca juga: BIG siap bersinergi wujudkan program Satu Data Indonesia
"Jadi jangan sampai orang resisten atau menolak mengenai big data. Bagaimanapun big data itu adalah profil dari kemajuan di masa depan, jadi kita tidak boleh menolak tapi kita harus mengantisipasi, kita harus bisa protect privacy-nya," ujarnya.
Menristek mengatakan big data bisa menjadi senjata ampuh untuk pemerintah dan bisnis mendapat prediksi yang akurat. Big data bisa menciptakan analisa yang lebih real time dan akurat.
Namun, big data dapat dengan mudah digunakan untuk merugikan pihak lain seperti mendiskriminasikan dan menjelekkan citra orang atau pihak lain.
"Karena luasnya, urusan big data tidak bisa lagi diatur oleh individu atau kelompok tapi negara bahkan juga kesepakatan antar negara," tuturnya.
Menurut data dari Asosiasi Big Data dan Artificial Intelligence, pertumbuhan penggunaan big data mencapai hampir 20 persen sejak 2018, salah satunya sektor retail.
Di tengah makin berkembangnya penggunaan big data, salah satu faktor yang harus diperhatikan kembali lagi adalah sistem keamanan. Karena berkembangnya bisnis ke depan, maka sangat besar peluang jual beli data sehingga perlindungan data konsumen sangat penting.
"Identitas data pribadi pengguna perlu dilindungi, jika tidak ada maka pihak tertentu memanfaatkan data tertentu untuk kepentingan tertentu," ujarnya.
Bambang menuturkan begitu big data atau teknologi apapun dipakai untuk mendiskriminasi atau merugikan maka tentunya ini akan menciptakan kesan bahwa teknologi berbahaya. Hal ini harus dinetralkan sehingga masyarakat awam tidak menganggap kemajuan teknologi di era revolusi 4.0 menimbulkan lebih banyak kerugian dibanding manfaatnya.
"Teknologi tidak berbahaya sejauh tadi ada tata kelola yang benar," ujar Menristek.
Baca juga: Menristek: Revolusi Industri butuh peningkatan SDM analis big data
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019
Tags: