Jakarta (ANTARA) - Duta Besar China untuk Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), Huang Xilian, berharap kode etik atau code of conduct untuk Laut China Selatan dapat diselesaikan dalam waktu tiga tahun, sebagaimana telah ditetapkan dalam jadwal yang ditentukan.

“Proses (kode etik) berjalan dengan baik. Kita telah menyelesaikan pembacaan pertama (first reading) dan sudah memulai pembicaraan kedua. Saya berharap dapat selesai dalam waktu tiga tahun sebagaimana dikatakan pimpinan saya sebelumnya,” kata Dubes Huang dalam acara resepsi perpisahan dirinya di Hotel Mulia Jakarta, Rabu malam (6/11).

Sebelumnya, Perdana Menteri China mengatakan siap bekerja dengan negara-negara Asia Tenggara untuk mempertahankan perdamaian dan stabilitas jangka panjang Laut China Selatan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan selama tiga tahun.

Dalam kesempatan tersebut, Dubes Huang menyebut Laut China Selatan merupakan sisa-sisa sejarah antara China dan beberapa negara anggrota ASEAN.

“Sisa sejarah ini menjadi rumit pada masa sekarang. Apabila tak dapat diselesaikan dalam satu malam, maka kita harus menghadapinya dengan baik. Kita tak boleh membiarkan perbedaan yang ada menjadi permasalahan,” katanya.

Dia pun berharap agar sasaran penyelesaian kode etik di Laut China Selatan dapat selesai sesuai target dan dapat membantu mempromosikan perdamaian dan stabilitas di kawasan.

Dalam KTT ke-22 ASEAN-China di Thailand pada 4 November lalu,Presiden Joko Widodo menegaskan pentingnya menumbuhkan kepercayaan strategis untuk menjaga stabilitas dan perdamaian di Laut China Selatan.

Menurut Jokowi, saling percaya akan terwujud jika semua pihak mengutamakan dialog dan penyelesaian sengketa secara damai, dan menghormati serta mematuhi hukum internasional termasuk UNCLOS 1982.

Laut China Selatan merupakan wilayah perairan strategis yang berbatasan dengan Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Vietnam, Malaysia, dan Singapura.

China mengklaim hampir seluruh wilayah perairan itu sebagai bagian dari teritorialnya. Namun, hal itu ditentang oleh negara-negara ASEAN.

Aksi saling klaim sempat menimbulkan ketegangan dan berpotensi memicu konflik, demikian dilaporkan Reuters.

Baca juga: China Tunjuk Dubes untuk ASEAN