Muhammadiyah: Kurangi dosis pembicaraan radikalisme
6 November 2019 20:57 WIB
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang juga Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia Anwar Abbas di Gedung MUI, Jakarta, Selasa (5/11/2019). ANTARA/Anom Prihantoro
Jakarta (ANTARA) - Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Anwar Abbas mengajak masyarakat untuk mengurangi pembicaraan radikalisme karena saat ini pembahasan mengenai isu itu terdapat kecenderungan melebihi dosis dan proporsinya.
"Mengingat masalah-masalah yang dihadapi bangsa ini sangat banyak maka kita mengharap kepada pihak pemerintah dan media agar mengurangi dosis pembicaraan tentang radikalisme," kata Anwar kepada wartawan di Jakarta, Rabu.
Menurut Sekjen Majelis Ulama Indonesia, mengurangi pembicaraan radikalisme bukan berarti menyepelekan persoalan. Alasannya, masih banyak persoalan-persoalan lain yang harus diperhatikan seperti di bidang ekonomi, politik dan pendidikan.
Dalam dunia pendidikan, kata dia, seharusnya bisa mencetak dan melahirkan generasi yang memiliki karakter seperti yang dikehendaki Presiden Joko Widodo. Kepala negara menginginkan pendidikan nasional melahirkan insan-insan Pancasilais tapi kenyataan saat ini jauh panggang dari api.
Baca juga: Zulkifli: tak boleh ada klaim paling pancasilais
Baca juga: Ketua MPR: Jadilah Pancasilais sejati
Seharusnya, lanjut dia, kini terus bermunculan anak-anak bangsa yang Pancasilais dari dunia pendidikan.
Anak yang Pancasilais itu menurut Anwar, berketuhanan, taat beragama, menjunjung tinggi nilai perikemanusiaan dan perikeadilan, mencintai persatuan dan kesatuan, mengedepankan musyawarah dan mufakat serta selalu berorientasi terciptanya keadilan sosial.
"Ternyata dunia pendidikan kita telah banyak mencetak anak-anak dan generasi bangsa yang sekuler karena pendidikan yang kita berikan kepada mereka lewat mata ajar yang ada terputus dan tidak terkait dengan Tuhan dan atau sila pertama," katanya.
Dampak paling terasa, kata dia, anak bangsa kini menganggap agama tidak penting dan tidak boleh dibawa-bawa ke dalam kehidupan ekonomi dan politik serta kegiatan publik lainnya.
Padahal, kata Ketua PP Muhammadiyah, kehadiran agama bagi Indonesia harus menjadi sumber nilai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, dunia pendidikan harus bisa dibenahi agar mencetak generasi bangsa beragama, tunduk dan patuh kepada Tuhannya.
Baca juga: Wapres: Jangan asal tuduh tidak Pancasilais
Baca juga: MUI: Perlu definisi ulang istilah radikalisme
Baca juga: Wamenag: Guru penangkal radikalisme lewat pendidikan
"Mengingat masalah-masalah yang dihadapi bangsa ini sangat banyak maka kita mengharap kepada pihak pemerintah dan media agar mengurangi dosis pembicaraan tentang radikalisme," kata Anwar kepada wartawan di Jakarta, Rabu.
Menurut Sekjen Majelis Ulama Indonesia, mengurangi pembicaraan radikalisme bukan berarti menyepelekan persoalan. Alasannya, masih banyak persoalan-persoalan lain yang harus diperhatikan seperti di bidang ekonomi, politik dan pendidikan.
Dalam dunia pendidikan, kata dia, seharusnya bisa mencetak dan melahirkan generasi yang memiliki karakter seperti yang dikehendaki Presiden Joko Widodo. Kepala negara menginginkan pendidikan nasional melahirkan insan-insan Pancasilais tapi kenyataan saat ini jauh panggang dari api.
Baca juga: Zulkifli: tak boleh ada klaim paling pancasilais
Baca juga: Ketua MPR: Jadilah Pancasilais sejati
Seharusnya, lanjut dia, kini terus bermunculan anak-anak bangsa yang Pancasilais dari dunia pendidikan.
Anak yang Pancasilais itu menurut Anwar, berketuhanan, taat beragama, menjunjung tinggi nilai perikemanusiaan dan perikeadilan, mencintai persatuan dan kesatuan, mengedepankan musyawarah dan mufakat serta selalu berorientasi terciptanya keadilan sosial.
"Ternyata dunia pendidikan kita telah banyak mencetak anak-anak dan generasi bangsa yang sekuler karena pendidikan yang kita berikan kepada mereka lewat mata ajar yang ada terputus dan tidak terkait dengan Tuhan dan atau sila pertama," katanya.
Dampak paling terasa, kata dia, anak bangsa kini menganggap agama tidak penting dan tidak boleh dibawa-bawa ke dalam kehidupan ekonomi dan politik serta kegiatan publik lainnya.
Padahal, kata Ketua PP Muhammadiyah, kehadiran agama bagi Indonesia harus menjadi sumber nilai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, dunia pendidikan harus bisa dibenahi agar mencetak generasi bangsa beragama, tunduk dan patuh kepada Tuhannya.
Baca juga: Wapres: Jangan asal tuduh tidak Pancasilais
Baca juga: MUI: Perlu definisi ulang istilah radikalisme
Baca juga: Wamenag: Guru penangkal radikalisme lewat pendidikan
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019
Tags: