Jakarta (ANTARA) - Mantan Sekretaris Dewan Riset Nasional (DRN) Dr Tusy A Adibroto mengatakan, pihaknya sudah pernah merancang dan memanfaatkan suatu sistem yang mengintegrasikan berbagai riset di Indonesia, baik dari lembaga riset, universitas, badan penelitian dan pengembangan kementerian dan unit riset swasta.

"Nama sistem informasi data base itu Open Method of Research Coordination atau Koordinasi Riset Metode Terbuka," kata Tusy yang dihubungi di Jakarta, Senin.

Peneliti senior di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tersebut saat itu telah mengumpulkan berbagai data dan informasi kegiatan penelitian, baik dari Dirjen Pendidikan Tinggi, universitas-universitas, badan-badan litbang di daerah, dan lembaga lainnya yang memaparkan bidang kajian, status dan tahap riset serta informasi lainnya.

Dengan Open Method of Research Coordination (OMRC) ini, katanya, komunitas penelitian bisa menjadi member-nya dengan mengisi data diri pada laman OMRC, membuat profil, menjalin pertemanan, berinteraksi, berdiskusi di forum, sharing file, foto, dan video, menyampaikan detail kegiatan penelitian, hasilnya, juga mendapat informasi soal pendanaan penelitian, permintaan dan penawaran hasil riset, hingga informasi hak kekayaan intelektual (HKI).

"Dengan OMRC ini riset-riset yang dilakukan di Indonesia diharapkan dapat terkoordinasi dengan baik, misalnya ada sebuah industri yang mencari suatu hasil riset di Indonesia, mereka bisa mencarinya di data base terbuka ini dengan melihat abstrak dan kesimpulan hasil dari penelitian yang ada," katanya.

Selama menjadi Sekretaris DRN dua periode 2005-2008 dan 2009-2011, Tusy memang mengurusi ribuan proposal penelitian dari seluruh Indonesia, baik dari lembaga pemerintah, daerah, universitas dan lembaga lainnya, misalnya riset tentang pangan, riset obat-obatan, atau riset terkait teknologi informasi dan lain-lain yang memang diprioritaskan dalam Agenda Riset Nasional (ARN).

Baca juga: Menteri Bambang: BRIN dorong tidak ada duplikasi riset

Riset-riset yang lolos untuk didanai saat itu, ujarnya, sekitar 300-an proposal per tahun yang masing-masing akan memperoleh dana antara Rp50 juta hingga Rp250 juta.

Selain itu dengan metode ini, ujarnya, antara pengguna penelitian dan penghasil penelitiannya bisa dipertemukan.

Ia mencontohkan, untuk riset kesehatan, DRN mengumpulkan berbagai riset tentang kanker di Indonesia, mengadakan diskusi riset kanker dengan mengundang para periset dan RS Kanker Dharmais sebagai pemanfaat hasil riset untuk menghasilkan usulan riset yang lebih besar dengan melibatkan sejumlah lembaga dan sama-sama bersinergi melakukan penelitian dengan dana masing-masing lembaga serta membentuk sebuah konsorsium.

Tusy mengadopsi sistem tersebut dari The Open Method of Coordination (OMC), sebuah metode untuk berkoordinasi secara terbuka di antara negara-negara Uni Eropa, khususnya dalam mengelola Sungai Rhine (Rhein), salah satu sungai terpanjang di Eropa (1.230 km) yang berhulu di Swiss, melintasi sejumlah negara dan bermuara di Belanda.

Baca juga: Menristek carikan platform terbaik BRIN untuk integrasi riset


Melalui sistem tersebut negara-negara Eropa berkoordinasi dalam segala kebijakan terkait Sungai Rhine, sehingga sungai yang pada 1970-an tercemar berat menjadi lokasi wisata yang nyaman saat ini.

Ia menyayangkan, OMRC yang sudah dikembangkannya dan sudah mulai berjalan baik saat itu, tidak lagi diteruskan sepeninggalnya pada 2011, padahal koordinasi riset baginya sangatlah penting agar dunia riset mampu berkembang pesat karena tidak mengulang-ulang yang sebelumnya.

Sebelumnya, Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) / Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro menyatakan, akan membuat platform terbaik untuk skema kinerja BRIN dalam mewujudkan integrasi riset dari berbagai lembaga penelitian dan pengembangan baik yang ada di kementerian maupun lembaga lainnya.


Baca juga: Menristek dorong integrasi riset dari hulu sampai hilir