Menristek minta Batan ciptakan produk yang bisa bersaing
4 November 2019 21:07 WIB
Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro (kiri) menerima produk beras yang dihasilkan dari varietas temuan Batan dari Kepala Batan Anhar Riza Antariksawan di Jakarta Selatan pada Senin (4/11) (ANTARA/Prisca Triferna)
Jakarta (ANTARA) - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) RI, Bambang PS Brodjonegoro meminta Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) untuk tidak hanya untuk menemukan produk subtitusi tapi juga memikirkan pembiayaan untuk bersaing dengan produk lain.
"Saya minta dari teman-teman di Batan adalah selain menemukan produk yang bersifat subtitusi tapi juga harus dipikirkan biaya dan harganya nanti terutama ketika berhadapan dengan produk asli," ujar Menristek Bambang ketika melalukan kunjungan di Kawasan Nuklir Pasar Jumat, Jakarta, Senin.
Mantan kepala Bappenas itu menekankan langkah tersebut harus dilakukan karena produk yang dihasilkan oleh Batan, seperti varietas pertanian, harus bersaing dengan produk asli.
Baca juga: Menristek: Nuklir bisa tingkatkan kesejahteraan rakyat
Harga kompetitif perlu dipikirkan agar konsumen-konsumen beralih ke produk subtitusi seperti gandum dan kedelai, yang banyak diimpor ke Indonesia.
Untuk permasalahan produk Batan yang menjadi komersial, dia meminta agar dipertimbangkan biaya produksi untuk menghasilkan produk tersebut karena teknologi ada untuk memudahkan.
Oleh karena itu dia meminta agar para peneliti di Batan untuk membuat temuan yang biayanya lebih mudah dijangkau.
Baca juga: Menristek minta Batan agresif kampanyekan nuklir aman
Selain itu, dia melihat masa depan cerah untuk nuklir di Indonesia, selain untuk energi, yaitu dengan penelitian untuk membantu meningkatkan produksi bahan-bahan pangan yang selama ini diimpor.
Batan dapat membantu dengan meningkatkan produktivitas, seperti yang sudah dilakukan saat mengembangkan varietas baru padi Rojolele Srinar dan Srinuk yang dapat dipanen dalam waktu 122 hari, lebih cepat dibandingkan Rojolele biasa yang membutuhkan 150 hari.
"Dengan produktivitas, kualitas, barangkali nanti pelan-pelan kebutuhan impor bisa dikurangi," ujar Bambang.
Baca juga: Menristek dorong mahasiswa adaptif pada disrupsi-kemajuan teknologi
"Saya minta dari teman-teman di Batan adalah selain menemukan produk yang bersifat subtitusi tapi juga harus dipikirkan biaya dan harganya nanti terutama ketika berhadapan dengan produk asli," ujar Menristek Bambang ketika melalukan kunjungan di Kawasan Nuklir Pasar Jumat, Jakarta, Senin.
Mantan kepala Bappenas itu menekankan langkah tersebut harus dilakukan karena produk yang dihasilkan oleh Batan, seperti varietas pertanian, harus bersaing dengan produk asli.
Baca juga: Menristek: Nuklir bisa tingkatkan kesejahteraan rakyat
Harga kompetitif perlu dipikirkan agar konsumen-konsumen beralih ke produk subtitusi seperti gandum dan kedelai, yang banyak diimpor ke Indonesia.
Untuk permasalahan produk Batan yang menjadi komersial, dia meminta agar dipertimbangkan biaya produksi untuk menghasilkan produk tersebut karena teknologi ada untuk memudahkan.
Oleh karena itu dia meminta agar para peneliti di Batan untuk membuat temuan yang biayanya lebih mudah dijangkau.
Baca juga: Menristek minta Batan agresif kampanyekan nuklir aman
Selain itu, dia melihat masa depan cerah untuk nuklir di Indonesia, selain untuk energi, yaitu dengan penelitian untuk membantu meningkatkan produksi bahan-bahan pangan yang selama ini diimpor.
Batan dapat membantu dengan meningkatkan produktivitas, seperti yang sudah dilakukan saat mengembangkan varietas baru padi Rojolele Srinar dan Srinuk yang dapat dipanen dalam waktu 122 hari, lebih cepat dibandingkan Rojolele biasa yang membutuhkan 150 hari.
"Dengan produktivitas, kualitas, barangkali nanti pelan-pelan kebutuhan impor bisa dikurangi," ujar Bambang.
Baca juga: Menristek dorong mahasiswa adaptif pada disrupsi-kemajuan teknologi
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2019
Tags: