Pegawai RSUD Al-Ihsan Bandung unjuk rasa tuntut kesejahteraan
4 November 2019 13:48 WIB
Ratusan karyawan RSUD Al Ihsan yang terdiri dari dokter, perawat dan staf melakukan aksi di kompleks RSUD Al Ihsan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (4/11/2019). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/aww/pri.
Bandung (ANTARA) - Ratusan pegawai Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Al-Ihsan, Kabupaten Bandung menggelar aksi unjuk rasa dengan tuntutan peningkatan kesejahteraan bagi para pegawai.
Ketua Forum Ikatan Karyawan RSUD Al-Ihsan, dr Ahmad Husaeni di RSUD Al-Ihsan, di Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Senin, mengatakan, ada empat poin tuntutan yang ditujukan ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Karena RSUD tersebut berada di bawah ruang lingkup Pemprov Jawa Barat.
"Kami tuntut status kepegawaian yang sekarang belum pasti, kedua sistem penggajian yang belum berpihak dan masih terasa janggal, pesangon yang belum dicairkan kepada saudara kami yang purna bakti, transparansi open bidding agar segera direalisasikan direktur definitif," kata Ahmad.
Dengan adanya aksi tersebut, masyarakat sempat tidak terlayani karena pegawai RSUD yang bekerja tidak ada di tempat pelayanan. Sebagian dari ratusan masyarakat yang mengantre tersebut sebagiannya pulang, namun masih ada yang menunggu dan berharap pelayanan kembali dibuka.
Menurut Ahmad, aksi tersebut melibatkan seluruh pegawai dan karyawan RSUD. Namun hanya perawat di ruang ICU yang tidak ikut aksi.
Baca juga: Pusat pelayanan kanker RSUD Al Ihsan Jabar diresmikan
"Perawat yang di ruangan ICU mau turun, tapi kami tahan. Tapi kalau perawat rawat jalan (ikut aksi) kita sudah kompromi dengan keluarga pasien. Semoga aksi hari ini memberikan dampak yang baik buat kita," katanya.
Sementara itu, Plt Dirut RSUD Al-Ihsan dr Undang Komarudin mengakui dari total jumlah karyawan RSUD Al-Ihsan sekitar 998 orang, terdapat karyawan non-PNS yang mencapai sekitar 910.
"Jadi ada hampir 96 persen karyawan non-PNS," kata dia terkait keluhan soal status kepegawaian.
Terkait tuntutan yang dilayangkan ratusan karyawan kepada manajemen, pihaknya tidak dapat berbuat banyak karena jabatannya saat ini masih berstatus pelaksana tugas (Plt).
"Tuntutan yang sudah saya dapatkan, pertama soal status kepegawaian jelas-jelas kebijakan bukan kebijakan kami. Kebetulan jadi Plt sejak Februari Tanggal 7, sampai sekarang belum ada yang menggantikan. Sedangkan Plt ada keterbatasan, kita tidak boleh melaksanakan kebijakan strategis," jelasnya.
Baca juga: 34 RSUD di Jabar terancam bangkrut
Ketua Forum Ikatan Karyawan RSUD Al-Ihsan, dr Ahmad Husaeni di RSUD Al-Ihsan, di Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Senin, mengatakan, ada empat poin tuntutan yang ditujukan ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Karena RSUD tersebut berada di bawah ruang lingkup Pemprov Jawa Barat.
"Kami tuntut status kepegawaian yang sekarang belum pasti, kedua sistem penggajian yang belum berpihak dan masih terasa janggal, pesangon yang belum dicairkan kepada saudara kami yang purna bakti, transparansi open bidding agar segera direalisasikan direktur definitif," kata Ahmad.
Dengan adanya aksi tersebut, masyarakat sempat tidak terlayani karena pegawai RSUD yang bekerja tidak ada di tempat pelayanan. Sebagian dari ratusan masyarakat yang mengantre tersebut sebagiannya pulang, namun masih ada yang menunggu dan berharap pelayanan kembali dibuka.
Menurut Ahmad, aksi tersebut melibatkan seluruh pegawai dan karyawan RSUD. Namun hanya perawat di ruang ICU yang tidak ikut aksi.
Baca juga: Pusat pelayanan kanker RSUD Al Ihsan Jabar diresmikan
"Perawat yang di ruangan ICU mau turun, tapi kami tahan. Tapi kalau perawat rawat jalan (ikut aksi) kita sudah kompromi dengan keluarga pasien. Semoga aksi hari ini memberikan dampak yang baik buat kita," katanya.
Sementara itu, Plt Dirut RSUD Al-Ihsan dr Undang Komarudin mengakui dari total jumlah karyawan RSUD Al-Ihsan sekitar 998 orang, terdapat karyawan non-PNS yang mencapai sekitar 910.
"Jadi ada hampir 96 persen karyawan non-PNS," kata dia terkait keluhan soal status kepegawaian.
Terkait tuntutan yang dilayangkan ratusan karyawan kepada manajemen, pihaknya tidak dapat berbuat banyak karena jabatannya saat ini masih berstatus pelaksana tugas (Plt).
"Tuntutan yang sudah saya dapatkan, pertama soal status kepegawaian jelas-jelas kebijakan bukan kebijakan kami. Kebetulan jadi Plt sejak Februari Tanggal 7, sampai sekarang belum ada yang menggantikan. Sedangkan Plt ada keterbatasan, kita tidak boleh melaksanakan kebijakan strategis," jelasnya.
Baca juga: 34 RSUD di Jabar terancam bangkrut
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019
Tags: