Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama PT PLN (Persero) 20162018 Sofyan Basir tetap berharap divonis bebas dalam perkara dugaan korupsi pembantuan fasilitasi suap terkait dengan kesepakatan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-1.

"Saya sehat, alhamdulillah. Berharap yang terbaik, inginnya bebas, ya," kata Sofyan saat masuk ke ruang sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Sofyan yang mengenakan kemeja batik warna oranye dengan motif bunga tersebut nampak ditemani keluarga dan rekan-rekannya. Ruang sidang yang berkapasitas sekitar 100 orang pun langsung penuh saat Sofyan masuk.

Hari ini majelis hakim yang dipimpin hakim Hariono rencananya akan membacakan putusan terhadap Sofyan.

Baca juga: Sofyan Basir: Tuntutan terhadap saya penuh "kreativitas"

"Ya, jadi hari ini rencananya majelis hakim akan membacakan putusannya. Jadi, kesiapan tentu Pak Sofyan Basir maupun dari tim penasihat hukum sifatnya hanya mendengar saja. Jadi, tidak ada persiapan khusus dan putusan seperti apa kami hanya mendengar," kata pengasihat hukum Sofyan Soesilo Aribowo.

Dalam perkara ini Sofyan dituntut 5 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan karena dinilai memfasilitasi pertemuan antara anggota Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih, politikus Partai Golkar Idrus Marham, dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo.

Tuntutan itu berdasarkan dakwaan Pasal 12 Huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No. 20/2001 juncto Pasal 56 Ayat (2) KUHP.

"Kalau harapan tentu dari pak Sofyan maupun dari kami karena kita melihat fakta persidangannya seperti itu dan pasalnya pembantuan yang dituduhkan kepada Pak Sofyan Basir harapan saya tentu putusan ini yang terbaik, yaitu bebas atau paling tidak seringan-ringannya, apa pun kami akan lihat nanti kayak apa," ungkap Soesilo.

Jaksa KPK mengatakan bahwa Sofyan terbukti membantu mewujudkan tindak pidana suap meski tidak menikmati hasil suap tersebut.

Baca juga: Jaksa KPK: Sofyan Basir memberikan kesempatan bagi Eni dan Kotjo

"Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Adapun hal yang meringankan sopan, belum pernah dihukum, dan tidak ikut menikmati pidana suap yang telah dibantunya," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Ronald Worotikan saat membacakan tuntutan pada tanggal 7 Oktober 2019.

Tujuan pembantuan Sofyan tersebut adalah agar mempercepat proses kesepakatan proyek IPP PLTU MT Riau-1 antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI) dan Blackgold Natural Resources Limited (BNR) Ltd. dan China Huadian Engineering Company Limited (CHEC,Ltd.) yang dibawa oleh Johannes Budisutrisno Kotjo.

JPU menilai Sofyan mengetahui Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham akan mendapat sejumlah uang atau fee sebagai imbalan dari Johannes Budisutrisno Kotjo sehingga Eni Maulani Saragih selaku anggota Komisi VII DPR RI 20142019 dan Idrus Marham menerima hadiah berupa uang secara bertahap seluruhnya berjumlah Rp4,75 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo selaku pemegang saham BNR, Ltd.

Terkait dengan perkara ini sudah ada tiga orang yang divonis bersalah dan sedang menjalani hukuman.

Baca juga: Mantan dirut PLN Sofyan Basir dituntut 5 tahun penjara

Mereka adalah pemegang saham Blakgold Natural Resources (BNR) Ltd. Johanes Budisutrisno Kotjo yang divonis 4,5 tahun penjara ditambah denda sejumlah Rp250 juta berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat vonis mantan Menteri Sosial Idrus Marham menjadi 5 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.

Eni Maulani Saragih pada tanggal 1 Maret 2019 telah divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan ditambah kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar Rp5,87 miliar dan 40.000 dolar Singapura.