Jakarta (ANTARA News) - Menjadi pengusaha senantiasa mengharapkan untung dari pelanggan, namun menurut Wakil Presiden (Wapres) M. Jusuf Kalla doa bagi pengusaha rumah sakit harus diubah, agar jangan ambil untung dari banyaknya pasien. "Karena itu, pengusaha rumah sakit selalu berdoa, agar banyak orang yang sakit. Sebab kalau orang sehat-sehat saja malah usaha mati," katanya disambut tawa tetamu yang hadir dalam peresmian Sahid Sahirman Memorial Hospital, satu rumah sakit (RS) bertaraf internasional di Jakarta. Menurut Kalla, yang juga Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) itu, doa pengusaha rumah sakit seharusnya diubah dengan mendoakan orang sakit di rumah sakitnya segera sehat, sehingga akan lebih banyak lagi orang yang datang. "Dengan doa itu, maka rumah sakit juga bisa untung," kata Wapres Kalla, yang mengaku pernah menjadi ketua yayasan di salah satu rumah sakit nasional. Dalam kesempatan itu, ia menyatakan, perlunya pengembangan faktor memberian layanan terbaik atau hospitality di kalangan pengelola rumah sakit di Indonesia, agar masyarakatnya yang mampu membayar lebih tidak perlu berobat ke luar negeri. "Secanggih apa pun teknologi, sehebat apa pun dokter, tapi kalau hospitality tidak bagus, maka tak akan lengkap dan tak menarik bagi orang yang mampu untuk tetap menggunakan rumah sakit di dalam negeri," kata Wapres. Ia mengakui, rumah sakit dalam negeri penuh pasien khususnya untuk kelas II dan III, tapi justru untuk kelas atas yang mampu membayar tinggi semakin sedikit. "Ada 10 persen orang Indonesia yang sedikit-sedikit sakit saja ke Singapura. Kalau sakit kepala saja mungkin ke RS tetangga, tetapi lebih dari itu lari ke negeri tetangga, ke Singapura atau ke Malaysia. Itulah tren yang terjadi," katanya. Oleh karena itu, Wapres Kalla menilai rumah sakit dalam negeri perlu mengoptimalkan penggabungan tiga faktor, kemampuan dokter, kecanggihan teknologi, dan hospitality. Rumah sakit juga perlu pelayanannya sekelas hotel. Suami Ny. Mufidah itu juga mennyatakan, tidak yakin bahwa dokter Singapura lebih hebat, karena persoalannya adalah soal waktu dokter dalam negeri yang terlalu sedikit untuk belajar karena selalu sibuk dengan pasien yang banyak. Wapres menegaskan, pemerintah akan mendidik dokter-dokter Indonesia yang ingin meraih pendidikan spesialisasi dengan 100 persen dibayai pemerintah. "Kita punya tahun ini Rp600 miliar untuk itu," kata alumni Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin (FE Unhas). Teknologi, menurut Wapres, bisa dibeli. Wapres Kalla menambahkan, Sahid memiliki pengalaman di bisnis perhotelan yang baik, sehingga tak perlu diragukan dalam mengelola rumah sakit yang menekankan faktor hospitality yang berkualitas layanan rawat inap yang baik, kebersihan sekaligus keramahan berkelas hotel internasional. (*)