Jakarta (ANTARA) - Dari dalam gerobak kayunya, Mangiring (43) satu per satu mengeluarkan alat dongkrak, kompresor, ban bekas, hingga perkakas kunci, Selasa (29/10) siang.

Hampir setengah jam kemudian, alat kerja itu berjajar rapi di dinding samping gapura Perumahan Taman Indah, Jalan Raya Otista, Jatinegara, Jakarta Timur.

Peralatan diatur dengan susunan berjajar mengikuti dinding bangunan yang menjulang di sisi gapura. Sebagian lainnya diletakkan hingga ke lintasan garis kuning, tanda lajur khusus disabilitas pada trotoar yang baru selesai direvitalisasi dua pekan lalu.

“Begini saya bertahan. Kita sadar trotoar bukan tempat buat jualan. Lapak saya mundurin, mepet ke dinding, supaya trotoar bisa dilewati orang,” kata Mangiring, tukang tambal ban sejak 2017.

Pria mantan mekanik di Jakarta Utara itu tidak banyak bertukar obrolan, sebab papan kayu di sela trotoar belum selesai ditumpuk menjadi pijakan roda kendaraan konsumen menuju bengkel sederhana miliknya.
Oknum pengusaha rumah makan di memodifikasi trotoar dengan ganjalan plat besi untuk lintasan rada mobil konsumen di kawasan Otista, Jatinegara, Rabu (30/10/2019). (ANTARA/Andi Firdaus)
Sorot mata pria berpostur gempal itu mengarah ke beberapa pengendara motor di sekitar gerobak, walau nyatanya cuma melintas di trotoar demi menghindari kemacetan Jalan Raya Otista yang menyempit di antara proyek galian utilitas.

Tak jauh dari bengkel Mangiring, laju pemotor mengular di antara deretan drum berisi tiner dan cat oplosan. Delapan drum bercorak biru menghalangi laju kendaraan di atas trotoar, tepat di depan Toko Sablon Cahaya Jaya Warna.

"Sebelum trotoar ini ada, dari dulu saya nyimpen drum di sini. Kalau di dalam toko sudah gak muat lagi," kata pemilik toko yang karib disapa Enci sambil menunjuk ke dalam toko yang sesak dengan kaleng.
​​
Beberapa pejalan kaki di dekat toko siang itu hanya bisa mengalah saat berhadapan dengan pengendara motor, yang penting jangan sampai apes terserempet, apalagi tubrukan.

Maklum, mereka bukan Alfini Lestari yang namanya tenar di akun Twitter @koalisipejalankaki sebab bernyali besar mengusir pengendara bermotor yang nekat melintas di trotoar Sudirman, Jakarta.

Alfini diceritakan sebagai perempuan berusia 34 tahun yang mengaku gerah dengan ulah oknum pengendara yang acuh pada aturan berlalu lintas. "Saya geregetan aja lihat motor. Masalahnya, mereka sudah punya jalan sendiri, masih aja ambil jalan buat pejalan kaki," kata Alfini.

Perlawanan terhadap perampas hak pejalan kaki di Jakarta juga dilakukan pedagang kedai kopi Otista, Jatinegara, Pendi (29). Dia memasang palang kayu di atas trotoar agar tidak bisa dilalui motor.

"Sudah seminggu ini saya pasang kayu biar gak ada motor yang bisa lewat. Kasian bocah-bocah, takut ketabrak," katanya.
Warga di kawasan Otista, Jakarta Timur, memasang kayu sebagai palang di atas trotoar untuk menghadang laju motor, Rabu (30/10/2019). (ANTARA/Andi Firdaus)
Cara itu dianggap Pendi efektif mengusir keberadaan tukang parkir liar yang berniat menguasai trotoar jalan jadi ladang uang.

Predator trotoar

Ketua Koalisi Pejalan Kaki Alfred Sitorus mengatakan apa yang dilakukan Pendi salah kaprah. Meski niatnya melakukan proteksi terhadap trotoar, justru membuat lintasan semakin tidak ramah bagi penggunanya.

"Saya lihat masyarakat ada yang melakukan proteksi trotoar jalan dengan cara membuat palang kayu, tapi salah kaprah melakukan perannya," katanya.

Proteksi trotoar melalui inisiatif warga menjadi bukti masih lemahnya penegakan hukum bagi pelanggar ketertiban trotoar di Jakarta. Otoritas terkait seakan luput mengawasi berbagai kekeliruan fungsi trotoar.

Pantas kiranya oknum perampas hak pejalan kaki disebut Alfred sebagai 'predator tanpa pawang'. "Ini bagaimana penegakan hukumnya. Jangan sampai pejalan kaki dibiarkan bertarung dengan 'predator' yang merampas hak pejalan kaki," katanya.

Ancaman keselamatan pejalan kaki di trotoar nyatanya bukan hanya terjadi di kawasan Otista, sebab Alfred mencatat ratusan laporan masyarakat atas keluhan trotoar Jakarta dijaring hampir setiap hari.

Salah satunya gorong-gorong utilitas yang ambles di trotoar kawasan Panglima Polim, Jakarta Selatan akibat terlalu sering dipakai parkir oleh oknum pengendara bus.

Mayoritas laporan juga berkutat pada polemik alih fungsi. Selain lahan parkir kendaraan dan lapak pedagang liar, trotoar kerap menjadi pondasi reklame produk ataupun usaha jasa.

"Hampir 100 hingga 200 pengaduan setiap hari, baik saat prapembangunan trotoar, saat dibangun dan setelah dibangun masih komplain pada kami," ucapnya.

Koalisi Pejalan Kaki masih menjadi rujukan ketika masyarakat mengeluh tentang kondisi infrastruktur yang tidak ramah bagi penggunanya. Padahal DKI saat ini memiliki delapan kanal pengaduan yang bisa diakses masyarakat selama 24 jam.

Kanal pengaduan dikelola sepuluh administrator dari sejumlah kalangan, di antaranya mahasiswa. "Kita sekarang masih butuh lebih dari sepuluh orang admin lagi untuk mengompilasi seluruh laporan masyarakat," katanya.

Respons pengaduan pun dilakukan melalui 'direct messenger' kepada otoritas terkait via media sosial. Bisa dengan me-repost ulang hingga kirim email ke pihak yang berkepentingan. Sejumlah keluhan juga kerap menjadi obrolan netizen di kolom komentar hingga berujung solusi bagi pemerintah.

Penertiban
Petugas Satpol PP Jakarta Timur melakukan penertiban terhadap pedagang di sekitar trotoar Jatinegara. (ANTARA/HO-Satpol PP Jatinegara)
Kepala Satuan Pelaksana Satpol PP Kecamatan Jatinegara Sadikin mengakui kelamahan dalam penegakan hukum di trotoar dipengaruhi kekuatan personel yang terbatas. Setiap harinya sebanyak tujuh dari 100 perseonel Satpol PP ditempatkan di setiap wilayah kelurahan.

Jumlah itu pun dirasa kurang ideal mengingat area trotoar yang perlu diawasi di wilayahnya cukup luas. "Idealnya per kelurahan butuh sepuluh orang personel. Kalau memang masih ada yang luput dari pengawasan, ya namanya juga manusia, butuh waktu istirahat," katanya.

Sejak proyek trotoar bergulir di sejumlah tempat di Jatinegara, upaya penertiban terus intensif berjalan, khususnya pada infrastruktur yang baru selesai direvitalisasi.

Salah satunya di kawasan Jalan Matraman Raya yang sebagian trotoarnya dikuasai sekitar 200 pedagang ikan hias. "Kemarin sepertiganya sudah kita tertibkan, sebagian lagi akan kita tertibkan lagi pada etape berikutnya," katanya.

Wakil Wali Kota Jakarta Timur Uus Kuswanto angkat bicara atas upaya penegakan hukum bagi pelanggar trotoar yang dituding lemah. "Selain razia, bahkan kita sedang koordinasi dengan PLN untuk memutus listrik yang digunakan PKL berdagang di trotoar," katanya.

Pasokan listrik dari sambungan liar yang terhubung ke tiang PLN di trotoar kerap membuat PKL semakin betah meraup rupiah atas usahanya. Upaya penertiban PKL dilakukan melalui persuasif dengan menyampaikam surat imbauan sebelum pengusiran paksa digelar petugas.

"Tidak bisa sembarangan, kita kasih surat imbauan, surat peringatan. Kalau tidak bisa juga baru penertiban oleh petugas," ujarnya.

Desain trotoar Jakarta saat ini juga telah dilengkapi dengan bolar atau tiang pembatas yang berfungsi sebagai penghalau laju kendaraan.

"Fungsi bolar ini untuk halangi mobil masuk ke jalur trotar. Kita pernah juga berencana mempersempit jarak antarbolar untuk halangi motor, tapi nyatanya disabilitas pengguna kursi roda tidak bisa melintas. Ini juga kan salah," kata Kasatpel Bina Marga Jatinegara, Cahyo Edi.
Pekerja di Jalan Otista Jakarta Timur membongkar sebagian bahu jalan untuk revitalisasi trotoar, Kamis (31/2/10/2019). (ANTARA/Andi Firdaus)
Berdasarkan pantauan Cahyo, progres pengerjaan trotoar di wilayahnya hingga 25 Oktober 2019 mencapai 85 persen rampung. Pekerjaan itu berlangsung di Jalan Otista Raya dan Eks Kodim Jakarta Timur.

Polemik perampasan hak bagi pejalan kaki adalah masalah klasik Ibu Kota yang hingga kini belum tuntas. Otoritas terkait tampaknya perlu duduk satu meja bersama Koalisi Pejalan Kaki demi mewujudkan cita-cita Jakarta sebagai kota yang beradab.

Baca juga: Pejalan kaki sebut penegakan hukum trotoar Jakarta masih lemah

Baca juga: Koalisi Pejalan Kaki terima 200 laporan per hari keluhan trotoar

Baca juga: Reklame hingga palang kayu hadang pejalan kaki di trotoar Otista