Selamatkan industri tekstil, Ikatsi: Prioritaskan restrukturisasi
30 Oktober 2019 22:42 WIB
Ketua Umum Ikatsi Suharno Rusdi saat menyampaikan keterangan di Jakarta, Rabu (30/10/2019). ANTARA FOTO/Aji Cakti.
Jakarta (ANTARA) - Ikatan Ahli Tekstil Indonesia menyarankan restrukturisasi industri tekstil dan produk tekstil perlu diprioritaskan dalam rangka menyelamatkan sektor industri tersebut.
"Restrukturisasi industri, karena kita melihat kapasitas industri nasional sebesar 3,1 juta ton, namun yang jalan cuma sekitar satu juta ton," ujar Ketua Umum Ikatan Ahli Tekstil Indonesia (Ikatsi) Suharno Rusdi di Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan bahwa kemungkinan industri tekstil dan produk tekstil nasional mengalami kemunduran dikarenakan oleh mesin-mesin tekstil yang sudah tua, mengonsumsi listrik lebih banyak, kecepatan produksinya lamban dan membutuhkan tenaga kerja lebih banyak karena mesinnya tidak bersifat otomatis.
Baca juga: Dirjen BC sebut ketentuan kelompok produk tekstil akan direvisi
"Dengan demikian cost per unit output-nya tinggi, maka dari itu teknologi mesin tekstil industri nasional harus direnovasi dan diperbarui," tuturnya.
Mesin-mesin industri tekstil nasional harus dibuat lebih efisien, ramah lingkungan dan menurunkan konsumsi listrik.
Dalam paparannya di diskusi publik yang digelar Indef, ketua umum Ikatsi tersebut menyampaikan bahwa restrukturisasi yang tidak tepat sasaran menjadi salah satu penyebab industri tekstil dan produk tekstil mengalami kemunduran signifikan.
Baca juga: Menkeu pastikan impor tekstil ilegal tidak melalui PLB
Maka dari itu restrukturisasi industri sektor tersebut perlu dilakukan dalam rangka mengantisipasi revolusi industri 4.0, antara lain melalui pemberian insentif dan modernisasi teknologi, terutama mesin-mesin industri tekstil.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Institute for Development of Economics and Finance (Indef), kinerja industri tekstil dan produk tekstil nasional rata-rata pertumbuhan selama 10 tahun terakhir mencatat kenaikan ekspor tiga persen, namun di sisi lain impor juga mengalami kenaikan 10,4 persen. Sedangkan neraca perdagangannya terus tergerus dari 6,08 miliar dolar AS menjadi 3,2 miliar dolar AS.
Salah satu alasan mengapa industri tekstil dan produk tekstil mengalami kemunduran signifikan, karena mesin-mesin industri tekstil sudah tua.
Selain itu, alasan-alasan lainnya yang membuat kemunduran signifikan sektor industri tersebut, antara lain serbuan impor produk tekstil ke Indonesia, harga produk tekstil Indonesia tidak kompetitif dibandingkan produk impor, pertumbuhan impor kain yang tidak diimbangi ekspor garment telah merusak industri kain, benang dan serat, serta pertumbuhan konsumsi domestik diambil impor.
Baca juga: Sembilan perusahaan tekstil tutup karena produk impor
Baca juga: Kemenperin targetkan 15 miliar dolar AS dari ekspor produk tekstil
"Restrukturisasi industri, karena kita melihat kapasitas industri nasional sebesar 3,1 juta ton, namun yang jalan cuma sekitar satu juta ton," ujar Ketua Umum Ikatan Ahli Tekstil Indonesia (Ikatsi) Suharno Rusdi di Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan bahwa kemungkinan industri tekstil dan produk tekstil nasional mengalami kemunduran dikarenakan oleh mesin-mesin tekstil yang sudah tua, mengonsumsi listrik lebih banyak, kecepatan produksinya lamban dan membutuhkan tenaga kerja lebih banyak karena mesinnya tidak bersifat otomatis.
Baca juga: Dirjen BC sebut ketentuan kelompok produk tekstil akan direvisi
"Dengan demikian cost per unit output-nya tinggi, maka dari itu teknologi mesin tekstil industri nasional harus direnovasi dan diperbarui," tuturnya.
Mesin-mesin industri tekstil nasional harus dibuat lebih efisien, ramah lingkungan dan menurunkan konsumsi listrik.
Dalam paparannya di diskusi publik yang digelar Indef, ketua umum Ikatsi tersebut menyampaikan bahwa restrukturisasi yang tidak tepat sasaran menjadi salah satu penyebab industri tekstil dan produk tekstil mengalami kemunduran signifikan.
Baca juga: Menkeu pastikan impor tekstil ilegal tidak melalui PLB
Maka dari itu restrukturisasi industri sektor tersebut perlu dilakukan dalam rangka mengantisipasi revolusi industri 4.0, antara lain melalui pemberian insentif dan modernisasi teknologi, terutama mesin-mesin industri tekstil.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Institute for Development of Economics and Finance (Indef), kinerja industri tekstil dan produk tekstil nasional rata-rata pertumbuhan selama 10 tahun terakhir mencatat kenaikan ekspor tiga persen, namun di sisi lain impor juga mengalami kenaikan 10,4 persen. Sedangkan neraca perdagangannya terus tergerus dari 6,08 miliar dolar AS menjadi 3,2 miliar dolar AS.
Salah satu alasan mengapa industri tekstil dan produk tekstil mengalami kemunduran signifikan, karena mesin-mesin industri tekstil sudah tua.
Selain itu, alasan-alasan lainnya yang membuat kemunduran signifikan sektor industri tersebut, antara lain serbuan impor produk tekstil ke Indonesia, harga produk tekstil Indonesia tidak kompetitif dibandingkan produk impor, pertumbuhan impor kain yang tidak diimbangi ekspor garment telah merusak industri kain, benang dan serat, serta pertumbuhan konsumsi domestik diambil impor.
Baca juga: Sembilan perusahaan tekstil tutup karena produk impor
Baca juga: Kemenperin targetkan 15 miliar dolar AS dari ekspor produk tekstil
Pewarta: Aji Cakti
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019
Tags: