KPAI: guru boleh tidak naikkan siswa
30 Oktober 2019 21:04 WIB
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyanti bersama pembicara lain di acara Rapat Kerja Nasional Membahas Permasalahan PPDB Sistem Zonasi di Jakarta, Kamis(5/9). (ANTARA/Katriana)
Jakarta (ANTARA) - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Retno Listyarti mengatakan pada prinsipnya guru boleh tidak menaikkan siswa termasuk soal tidak naiknya kelas siswa SMA Kolese Gonzaga Jakarta.
"Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru memiliki 12 hak, salah satunya memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan," kata Retno dalam keterangan resminya yang diterima di Jakarta, Rabu.
Persoalan guru tidak menaikkan siswanya itu sebagaimana kasus orang tua murid yang mengugat empat guru SMA Kolese Gonzaga Jakarta lantaran dianggap terlibat tidak menaikkan kelas peserta didiknya.
Baca juga: KPAI sayangkan sikap Disdik Manado atas kasus siswa meninggal
Retno mengatakan Undang-Undang No 14/2005 memberikan hak kepada guru dalam hal memberi penilaian terhadap siswa. Pada pasal 14 ayat 1 poin 6 menyatakan guru berhak memberikan penghargaan sekaligus sanksi terhadap siswa.
Kewenangan guru dalam memberikan nilai dan memberikan sanksi, kata dia, dapat dilakukan sepanjang fakta dan datanya bisa dipertanggungjawabkan sesuai dengan norma dan etik.
Dia menegaskan peraturan perundangan juga menjamin bahwa rapat dewan pendidik dalam memberikan sanksi dan nilai tidak dapat digugat ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara).
Baca juga: KPAI kecam sekolah yang masih menerapkan hukuman fisik
"Namun kasus ini adalah jenis gugatan perdata. Sepanjang dewan guru dan sekolah sudah menjalankan semua tusi (tugas dan fungsi) dengan benar maka keputusan tersebut tentunya akan dapat dipertanggungjawabkan di muka pengadilan. Mari kita hormati proses ini," katanya.
Kepala Seksi Peserta Didik dan Pengembangan Karakter Peserta Didik Disdik DKI Jakarta, Taga Radja Gah, mengatakan, Permendikbud No 53 tahun 2015 memberikan kewenangan atas dewan guru untuk memberikan penilaian.
"Ada Peraturan Menteri Nomor 53 tahun 2015 tentang standar penilaian. Standar prosesya itu bahwa rapat dewan pendidik itu adalah forum tertinggi memutuskan segala sesuatunya. Rapat dewan pendidik ya. Salah satunya adalah naik atau tidak naiknya siswa atau lulus tidak lulusnya siswa. Jadi di Gonzaga itu rapat dewan pendidik sudah memutuskan," kata dia.
Taga mengatakan mendapatkan laporan ada persoalan masalah batas nilai murid yang berkaitan dan beberapa catatan buruk. Laporan dia terima murid tersebut pernah merokok dan makan kuaci di dalam kelas.
"Si siswa ini satu mata pelajaran nggak tuntas yaitu sejarah. Peminatan nilainya 68. KKM-nya 75. Nah kemudian ternyata jauh sebelumnya memang laporannya ada kasus saat live in program Katholik di Cilacap, dia kena tegur karena kasus disiplin," kata dia.
Baca juga: KPAI bentuk tim lindungi anak terpapar unjuk rasa
"Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru memiliki 12 hak, salah satunya memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan," kata Retno dalam keterangan resminya yang diterima di Jakarta, Rabu.
Persoalan guru tidak menaikkan siswanya itu sebagaimana kasus orang tua murid yang mengugat empat guru SMA Kolese Gonzaga Jakarta lantaran dianggap terlibat tidak menaikkan kelas peserta didiknya.
Baca juga: KPAI sayangkan sikap Disdik Manado atas kasus siswa meninggal
Retno mengatakan Undang-Undang No 14/2005 memberikan hak kepada guru dalam hal memberi penilaian terhadap siswa. Pada pasal 14 ayat 1 poin 6 menyatakan guru berhak memberikan penghargaan sekaligus sanksi terhadap siswa.
Kewenangan guru dalam memberikan nilai dan memberikan sanksi, kata dia, dapat dilakukan sepanjang fakta dan datanya bisa dipertanggungjawabkan sesuai dengan norma dan etik.
Dia menegaskan peraturan perundangan juga menjamin bahwa rapat dewan pendidik dalam memberikan sanksi dan nilai tidak dapat digugat ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara).
Baca juga: KPAI kecam sekolah yang masih menerapkan hukuman fisik
"Namun kasus ini adalah jenis gugatan perdata. Sepanjang dewan guru dan sekolah sudah menjalankan semua tusi (tugas dan fungsi) dengan benar maka keputusan tersebut tentunya akan dapat dipertanggungjawabkan di muka pengadilan. Mari kita hormati proses ini," katanya.
Kepala Seksi Peserta Didik dan Pengembangan Karakter Peserta Didik Disdik DKI Jakarta, Taga Radja Gah, mengatakan, Permendikbud No 53 tahun 2015 memberikan kewenangan atas dewan guru untuk memberikan penilaian.
"Ada Peraturan Menteri Nomor 53 tahun 2015 tentang standar penilaian. Standar prosesya itu bahwa rapat dewan pendidik itu adalah forum tertinggi memutuskan segala sesuatunya. Rapat dewan pendidik ya. Salah satunya adalah naik atau tidak naiknya siswa atau lulus tidak lulusnya siswa. Jadi di Gonzaga itu rapat dewan pendidik sudah memutuskan," kata dia.
Taga mengatakan mendapatkan laporan ada persoalan masalah batas nilai murid yang berkaitan dan beberapa catatan buruk. Laporan dia terima murid tersebut pernah merokok dan makan kuaci di dalam kelas.
"Si siswa ini satu mata pelajaran nggak tuntas yaitu sejarah. Peminatan nilainya 68. KKM-nya 75. Nah kemudian ternyata jauh sebelumnya memang laporannya ada kasus saat live in program Katholik di Cilacap, dia kena tegur karena kasus disiplin," kata dia.
Baca juga: KPAI bentuk tim lindungi anak terpapar unjuk rasa
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019
Tags: