Jakarta (ANTARA) - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) memberikan masukan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makariem terkait "link and match" lulusan vokasi khususnya SMK, salah satunya masalah kekurangan guru mata pelajaran produktif.

"SMK itu salah satu persoalannya adalah kurang guru untuk mata pelajaran produktif, padahal itu adalah inti dari SMK," kata Sekjen FSGI Heru Purnomo di Jakarta, Rabu.

Hal itu disebabkan sedikitnya peminat guru mata pelajaran produktif di SMK, mereka lebih mau bekerja langsung di industri dari pada menjadi guru di SMK dengan gaji yang kurang memadai.

Baca juga: Pemerintahan baru perlu selaraskan pendidikan dengan "link and match"

Untuk itu menurut FSGI perlu ada insentif lebih kepada guru mata pelajaran produktif agar tertarik menjadi guru di SMK.

"Kemendikbud bisa menginstruksikan Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidikan (LPTK) yang berada di bawah Kemendikbud untuk membuat kontrak agar lulusannya mengajar mata pelajaran produktif di SMK. LPTK juga harus membuka program studi industri kreatif yang dibutuhkan oleh dunia industri," kata dia.

FSGI juga menilai terjadinya banyak lulusan SMK menyumbang pengangguran terbesar karena kurikulum SMK tidak relevan dengan kebutuhan industri. Selain itu menjamurnya SMK swasta tanpa adanya pengawasan terkait kualitas sekolah itu juga menjadi masalah.

Baca juga: Giliran Jakarta dan Banten terapkan program vokasi industri

"Untuk masalah kurikulum, SMK dapat melibatkan dunia industri dalam mendesain kurikulum SMK berbasis karakteristik daerah dan fokus penjurusan di SMK tersebut," kata dia.

Pemerintah daerah lebih ketat dalam pemberian izin pendirian SMK baru, pemerintah daerah bisa mengadopsi pola pendidikan di SMK Swasta tertentu yang dinilai berhasil menyerap tenaga kerja.

Baca juga: Program Vokasi Industri tahap ketiga, 780 perjanjian kerja sama disepakati