Dokter sebut orang tua jarang sadari anaknya menderita skoliosis
30 Oktober 2019 17:48 WIB
Dokter spesiaslis tulang belakang dari Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk dr Phedy SpOT-K (kiri) dan dokter rehabilitasi medis di Siloam Kebon Jeruk, dr Tetty MD Hutabarat SpKFR (kanan). (ANTARA/Indriani)
Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis tulang belakang dari Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk dr Phedy SpOT-K mengatakan sebagian besar orang tua jarang menyadari jika anaknya mengidap skoliosis atau kelainan bentuk tulang belakang.
"Sebagian besar orang tua tidak menyadari anaknya menderita skoliosis. Bahkan terkadang anak juga menutupinya dengan menggunakan jaket," ujar Phedy di Jakarta, Rabu.
Dia memberi contoh cucu seorang jaksa yang menderita skoliosis yang tidak disadari oleh kakeknya tersebut. Apalagi cucunya menutupi penyakit yang dideritanya dengan menggunakan jaket.
Akibatnya, cucu jaksa tersebut baru datang ke rumah sakit begitu penyakitnya sudah parah, katanya.
Skoliosis merupakan kelainan pada rangka tubuh yang berupa abnormalitas bentuk tulang belakang, yang mana tulang belakang melengkung seperti huruf C atau S.
Baca juga: Mengenal skoliosis dan cara menanganinya
Phedy menjelaskan kelainan itu biasanya ditemukan pada anak-anak sebelum masa pubertas, yaitu pada usia 10 hingga 15 tahun. Jika skoliosis dibiarkan maka dapat menyebabkan penderitanya mengalami gangguan fungsi jantung, paru-paru atau kelemahan pada tungkai.
"Skoliosis di atas 70 derajat dapat menyebabkan gangguan fungsi paru-paru. Sedangkan di atas 100 derajat dapat mengganggu fungsi jantung," kata dia lagi.
Sebagian besar kasus skoliosis, tidak ditemukan penyebabnya atau idiopatik. Namun beberapa kondisi diketahui dapat memicu skoliosis, seperti cedera tulang belakang, infeksi tulang belakang, bantalan dan sendi tulang belakang yang mulai aus akibat usia, bawaan lahir, serta gangguan syaraf dan otot.
"Skoliosis semakin parah jika tidak ditangani. Untuk penanganannya, tidak selalu operasi tapi sebenarnya hanya perlu observasi, ortosis atau "brace" dan jika parah baru operasi," terang dokter rehabilitasi medis di Siloam Kebon Jeruk, dr Tetty MD Hutabarat SpKFR.
Baca juga: Begini cara deteksi awal skoliosis
Observasi dilakukan untuk sudut di bawah 30 derajat. Pasien juga dianjurkan melakukan latihan dengan "stretching" untuk memperbaiki ketidakseimbangan otot. Sementara untuk pasien dengan sudut 30-40 derajat biasanya diberikan "brace" atau penahan.
"Sedangkan operasi untuk kelainan di atas 40 derajat, karena jika dibiarkan akan menghambat aktivitas dan dapat menjadi ancaman bagi organ tubuh lainnya," terang Tetty.
Beberapa ciri-ciri skoliosis yakni bahu tidak sama tinggi, tonjolan punggung tidak sama tinggi, lipat pinggang tidak sama tinggi, panggul tidak sama tinggi, jarak siku ke tubuh tidak sama, dan tonjolan punggung atas atau bawah tidak sama tinggi saat membungkukkan badan.
"Untuk itu, kami berharap para orang tua memperhatikan bentuk tubuh anaknya, terutama memasuki masa pubertas," imbuh Tetty.*
Baca juga: Mahasiswa ITB ciptakan tas bagi penderita skoliosis
"Sebagian besar orang tua tidak menyadari anaknya menderita skoliosis. Bahkan terkadang anak juga menutupinya dengan menggunakan jaket," ujar Phedy di Jakarta, Rabu.
Dia memberi contoh cucu seorang jaksa yang menderita skoliosis yang tidak disadari oleh kakeknya tersebut. Apalagi cucunya menutupi penyakit yang dideritanya dengan menggunakan jaket.
Akibatnya, cucu jaksa tersebut baru datang ke rumah sakit begitu penyakitnya sudah parah, katanya.
Skoliosis merupakan kelainan pada rangka tubuh yang berupa abnormalitas bentuk tulang belakang, yang mana tulang belakang melengkung seperti huruf C atau S.
Baca juga: Mengenal skoliosis dan cara menanganinya
Phedy menjelaskan kelainan itu biasanya ditemukan pada anak-anak sebelum masa pubertas, yaitu pada usia 10 hingga 15 tahun. Jika skoliosis dibiarkan maka dapat menyebabkan penderitanya mengalami gangguan fungsi jantung, paru-paru atau kelemahan pada tungkai.
"Skoliosis di atas 70 derajat dapat menyebabkan gangguan fungsi paru-paru. Sedangkan di atas 100 derajat dapat mengganggu fungsi jantung," kata dia lagi.
Sebagian besar kasus skoliosis, tidak ditemukan penyebabnya atau idiopatik. Namun beberapa kondisi diketahui dapat memicu skoliosis, seperti cedera tulang belakang, infeksi tulang belakang, bantalan dan sendi tulang belakang yang mulai aus akibat usia, bawaan lahir, serta gangguan syaraf dan otot.
"Skoliosis semakin parah jika tidak ditangani. Untuk penanganannya, tidak selalu operasi tapi sebenarnya hanya perlu observasi, ortosis atau "brace" dan jika parah baru operasi," terang dokter rehabilitasi medis di Siloam Kebon Jeruk, dr Tetty MD Hutabarat SpKFR.
Baca juga: Begini cara deteksi awal skoliosis
Observasi dilakukan untuk sudut di bawah 30 derajat. Pasien juga dianjurkan melakukan latihan dengan "stretching" untuk memperbaiki ketidakseimbangan otot. Sementara untuk pasien dengan sudut 30-40 derajat biasanya diberikan "brace" atau penahan.
"Sedangkan operasi untuk kelainan di atas 40 derajat, karena jika dibiarkan akan menghambat aktivitas dan dapat menjadi ancaman bagi organ tubuh lainnya," terang Tetty.
Beberapa ciri-ciri skoliosis yakni bahu tidak sama tinggi, tonjolan punggung tidak sama tinggi, lipat pinggang tidak sama tinggi, panggul tidak sama tinggi, jarak siku ke tubuh tidak sama, dan tonjolan punggung atas atau bawah tidak sama tinggi saat membungkukkan badan.
"Untuk itu, kami berharap para orang tua memperhatikan bentuk tubuh anaknya, terutama memasuki masa pubertas," imbuh Tetty.*
Baca juga: Mahasiswa ITB ciptakan tas bagi penderita skoliosis
Pewarta: Indriani
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019
Tags: