Kepala BKPM tegaskan pelarangan ekspor nikel tetap sesuai jadwal
30 Oktober 2019 16:30 WIB
Kepala BKPM Bahlil Lahadalia bersiap mengikuti foto bersama seusai pelantikan menteri Kabinet Indonesia Maju di Beranda Halaman Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (23/10/2019). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/ama.
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menegaskan keputusan pelarangan ekspor bijih nikel dilakukan atas keputusan bersama dengan pengusaha dan pelarangan ini akan tetap sesuai jadwal yaitu 1 Januari 2020.
“Terkait dengan keputusan Menteri ESDM sampai 1 Januari 2020 itu enggak berubah,” katanya di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu.
Bahlil mengaku telah berkoordinasi dengan pihak Kementerian ESDM dan lainnya terkait adanya keputusan penghentian ekspor bijih mentah nikel yang bersifat sementara yaitu mulai Selasa (29/10) hingga dua minggu ke depan.
Baca juga: Mendag akan cabut izin eksportir nakal terkait pelarangan ekspor nikel
“Saya koordinasi kok, sebelum itu pun kami rapat, kami koordinasi. Yang kami lakukan adalah keputusan bersama antara pengusaha dan pemerintah yang lahir atas dasar kesadaran,” ujarnya.
Menurutnya, langkah tersebut diambil karena ekspor ore nikel tersebut dianggap merugikan negara sebab tidak memiliki nilai tambah serta telah mendapat dukungan dari para pelaku usaha sehingga tidak ada yang perlu diperdebatkan lagi.
“Yang membuat keputusan kan teman-teman usaha dan kami bahwa seluruh SDA kita harusnya jangan di ekspor tapi kalau bisa diolah dalam negeri. Jadi tidak perlu dipertentangkan,” katanya.
Baca juga: HIPMI: Larangan ekspor nikel dorong Indonesia jadi pemain smelter
Bahlil juga menegaskan bahwa sudah tidak ada lagi pengusaha yang menyampaikan keberatannya atas pelarangan ekspor bijih nikel ini sebab pelarangan tersebut merupakan upaya pemerintah untuk memberikan kepastian dalam rangka investasi.
“Menko Maritim dan Investasi sudah oke dan ingat bijih nikel yang mereka sudah tambang, yang harusnya diekspor itu dibeli teman-teman smelter di sini dengan harga internasional, hanya saja dikurangi pajak dan transhipment,” katanya.
Ia pun tidak mempermasalahkan pengusaha yang sudah terlanjur meneken kontrak ekspor bijih nikel selama ekspornya tidak melanggar aturan, baik dari volume maupun harganya.
Bahlil menyarankan mulai saat ini penambang bijih nikel bisa menjualnya di dalam negeri sebab harganya akan tetap sama.
“Ada baiknya saya menyarankan dijual di sini saja kan harga sama kok, yang diprotes itu kan pas dibeli harganya enggak sama, lebih murah dari harga internasional. Sekarang harganya kan sama,” ujarnya.
Sebelumnya, pada Selasa (29/10), Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan penghentian ekspor ore nikel dilakukan setelah terdeteksi ada peningkatan kuota hingga tiga kali lipat sejak pengumuman percepatan larangan ekspor ore nikel.
“Jadi kita evaluasi, kita stop sementara sampai pemeriksaan dilakukan secara terpadu antara Bea Cukai, KPK, kemudian Bakamla, dan TNI Angkatan Laut,” katanya.
“Terkait dengan keputusan Menteri ESDM sampai 1 Januari 2020 itu enggak berubah,” katanya di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu.
Bahlil mengaku telah berkoordinasi dengan pihak Kementerian ESDM dan lainnya terkait adanya keputusan penghentian ekspor bijih mentah nikel yang bersifat sementara yaitu mulai Selasa (29/10) hingga dua minggu ke depan.
Baca juga: Mendag akan cabut izin eksportir nakal terkait pelarangan ekspor nikel
“Saya koordinasi kok, sebelum itu pun kami rapat, kami koordinasi. Yang kami lakukan adalah keputusan bersama antara pengusaha dan pemerintah yang lahir atas dasar kesadaran,” ujarnya.
Menurutnya, langkah tersebut diambil karena ekspor ore nikel tersebut dianggap merugikan negara sebab tidak memiliki nilai tambah serta telah mendapat dukungan dari para pelaku usaha sehingga tidak ada yang perlu diperdebatkan lagi.
“Yang membuat keputusan kan teman-teman usaha dan kami bahwa seluruh SDA kita harusnya jangan di ekspor tapi kalau bisa diolah dalam negeri. Jadi tidak perlu dipertentangkan,” katanya.
Baca juga: HIPMI: Larangan ekspor nikel dorong Indonesia jadi pemain smelter
Bahlil juga menegaskan bahwa sudah tidak ada lagi pengusaha yang menyampaikan keberatannya atas pelarangan ekspor bijih nikel ini sebab pelarangan tersebut merupakan upaya pemerintah untuk memberikan kepastian dalam rangka investasi.
“Menko Maritim dan Investasi sudah oke dan ingat bijih nikel yang mereka sudah tambang, yang harusnya diekspor itu dibeli teman-teman smelter di sini dengan harga internasional, hanya saja dikurangi pajak dan transhipment,” katanya.
Ia pun tidak mempermasalahkan pengusaha yang sudah terlanjur meneken kontrak ekspor bijih nikel selama ekspornya tidak melanggar aturan, baik dari volume maupun harganya.
Bahlil menyarankan mulai saat ini penambang bijih nikel bisa menjualnya di dalam negeri sebab harganya akan tetap sama.
“Ada baiknya saya menyarankan dijual di sini saja kan harga sama kok, yang diprotes itu kan pas dibeli harganya enggak sama, lebih murah dari harga internasional. Sekarang harganya kan sama,” ujarnya.
Sebelumnya, pada Selasa (29/10), Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan penghentian ekspor ore nikel dilakukan setelah terdeteksi ada peningkatan kuota hingga tiga kali lipat sejak pengumuman percepatan larangan ekspor ore nikel.
“Jadi kita evaluasi, kita stop sementara sampai pemeriksaan dilakukan secara terpadu antara Bea Cukai, KPK, kemudian Bakamla, dan TNI Angkatan Laut,” katanya.
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019
Tags: