Jakarta (ANTARA) - Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan bahwa pihaknya siap untuk memberi sanksi berupa pencabutan izin kepada para eksportir yang tetap mengekspor nikel selama masa evaluasi berlangsung.

“Di rapat Menko sudah diputuskan akan hold semua, eksportir melanggar kita akan cabut karena menghambat nilai-nilai sumber daya alam RI,” katanya di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu.

Agus menuturkan larangan ekspor nikel telah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang telah diterbitkan sejak 2014.

Menurutnya, nikel merupakan sumber daya alam yang potensial dikembangkan sehingga diharapkan dapat diturunkan menjadi produk lain yang kemudian lebih bernilai tinggi untuk diekspor.

“Eksportir diseleksi dengan catatan harus membangun smelter dengan progres yang telah ditentukan. Kita harapkan bahan finish product yang bisa diturunkan ke produk lain,” ujarnya.

Baca juga: Luhut sebut penghentian ekspor nikel hanya sementara sebelum 2020

Ia melanjutkan, pihaknya akan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum sehingga dapat diketahui mengenai data para pelaku pelanggaran atau eksportir nakal.

“Pelanggaran kan akan dikoordinasikan dengan aparat yang telah ditentukan, apabila ada laporan dan temuan kita akan cabut,” ujarnya.

Sebelumnya pada Selasa (29/10), Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan kesepakatan BKPM terkait penghentian ekspor bijih mentah nikel bersifat sementara yaitu mulai Selasa (29/10) hingga dua minggu ke depan sebelum diberlakukan secara penuh pada 2020.

“Jadi kita evaluasi, kita stop sementara sampai pemeriksaan dilakukan secara terpadu antara Bea Cukai, KPK, kemudian Bakamla, dan TNI Angkatan Laut,” katanya.

Baca juga: HIPMI: Larangan ekspor nikel dorong Indonesia jadi pemain smelter

Luhut menyebut penghentian ekspor ore nikel dilakukan setelah terdeteksi ada peningkatan kuota hingga tiga kali lipat sejak pengumuman percepatan larangan ekspor ore nikel yaitu rata-rata ekspor mencapai 100-130 kapal per bulan yang jauh melebihi kapasitas normal sekitar 30 kapal per bulan.

Sementara itu pada Senin (2/9), Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot mengatakan pemerintah menghentikan pemberian insentif ekspor (pelarangan ekspor) hasil tambang mineral jenis nikel terhitung mulai 1 Januari 2020.

“Saya menyampaikan keputusan dari Menteri ESDM mengenai penghentian pemberian insentif ekspor nikel mulai 2020,” katanya di Kementerian ESDM, Jakarta.

Baca juga: BKPM: Pengusaha nikel sepakat tidak ekspor bijih mentah nikel