Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pertanian menggandeng enam kementerian/lembaga untuk bersinergi mengentaskan sejumlah daerah yang dinilai rentan rawan pangan jika tidak dilakukan asistensi atau intervensi dari pemerintah.

Sinergi tersebut ditandai dengan penandatanganan kerja sama tujuh kementerian/lembaga, yakni Kementerian Pertanian, Kementerian Sosial, Kementerian PUPR, Kementerian Kesehatan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Dalam Negeri, dan Lemhanas yang disaksikan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

"Kita coba benahi dan mempersiapkan negara ini memiliki ketahanan khususnya di bidang pangan. Saya berharap tujuh kementerian ini termasuk Lemhanas bersinergi bersama agar daerah rawan ini minimal mempertahankan rentan rawan, tidak boleh jadi rawan," kata Menteri Syahrul Yasin Limpo pada penandatanganan kerja sama di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Setelah BPS, Mentan akan sambangi Kementerian ATR bahas data sawah

Syahrul menjelaskan daerah rentan rawan pangan ini setidaknya berada dalam 88 kabupaten, namun umumnya terbanyak di wilayah Indonesia bagian timur.

Dengan sinergi tujuh kementerian ini, asistensi yang diberikan pemerintah tidak hanya soal bantuan pangan, tetapi juga infrastruktur pendukung lainnya, seperti kemudahan akses terhadap air bersih, hingga soal kesehatan termasuk pencegahan stunting.

Kepala Badan Ketahanan Pangan Agung Hendriadi menyebutkan ada sembilan parameter yang membuat suatu daerah dapat dikategorikan sebagai rentan rawan pangan.

Sembilan parameter tersebut, yakni 1) rasio konsumsi normatif per kapita terhadap ketersediaan pangan; 2) persentase penduduk hidup di bawah garis kemiskinan; 3) persentase rumah tangga dengan proporsi pengeluaran untuk pangan lebih dari 65 persen terhadap total pengeluaran; 4) persentase rumah tangga tanpa akses listrik.

Selanjutnya, 5) rata-rata lama sekolah perempuan umur di atas 15 tahun; 6) persentase rumah tangga tanpa akses air bersih; 7) rasio jumlah penduduk per tenaga kesehatan terhadap kepadatan penduduk; 8) prevalensi balita stunting; dan 9) angka harapan hidup pada saat lahir.

"Kami berperan di mana masing-masing. Kementan di kesediaan pangan, apakah dari produksi sendiri atau mau didistribusikan, berarti butuh infrastruktur, ke PUPR. Kemudian, Kemensos, Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) ada tidak di situ," kata Agung.

Mentan Syahrul menambahkan pada tahap awal akan melakukan pemetaan terhadap daerah-daerah yang dinilai rentan rawan pangan. Ia juga mengajak seluruh kementerian/lembaga terkait dapat memberikan asistensi sesuai tupoksinya masing-masing

"Kita punya 'ending' besarnya kerawanan itu tahun depan selesai. Tingkat kerawanan kita selesaikan seperti, minimal satu tahun mereka tidak kesulitan makan, pendidikan jalan karena gizinya ada, kesehatannya bisa kita lakukan dengan pola hidup yang lebih baik," kata Mentan.

Baca juga: Mentan baru diharapkan tidak impor beras