Hidayat Nur Wahid: Santri kontribusi atasi kemiskinan dan pengangguran
30 Oktober 2019 09:26 WIB
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid berpidato dalam Forum Bisnis (FORBIS) Gontor yang menggelar Musyawarah Besar (Mubes) Perdana di Keraton Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat, yang digelar pada 26-28 Oktober 2019, Selasa (30/10/2019). (ANTARA/HO-Humas FORBIS Gontor)
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengatakan santri telah berkontribusi positif dalam menghadirkan solusi atas persoalan bangsa seperti upaya pengentasan kemiskinan dan pengangguran di Indonesia.
"Santri Indonesia tidak hanya pandai mengaji, tapi juga mengelola bisnis untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan membuka lapangan kerja," katanya dalam Forum Bisnis (Forbis) Gontor yang menggelar Musyawarah Besar (Mubes) Perdana di Keraton Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat, pada 26-28 Oktober 2019.
Hidayat Nur Wahid dalam siaran pers yang diterima ANTARA di Jakarta, Rabu lebih lanjut mengatakan Forbis Gontor bukan kelompok radikal, melainkan para santri yang memberikan kontribusi besar terhadap bangsa karena telah membantu mengurangi kemiskinan dan pengangguran.
Baca juga: Hidayat Wahid: PKS konsisten sebagai oposisi
Ia berharap Forbis mampu bersinergi dengan pemerintah dalam upaya bersama mengatasi persoalan bangsa.
"Forbis diharapkan mampu memberi rekomendasi atas regulasi dan program yang dapat disinergikan dengan pihak eksekutif dan legislatif. Harus mengakses sumberdaya dan bersinergi dengan Kementerian Perdagangan, Perindustrian, BKPM, dan Komisi terkait di DPR RI," kata Hidayat Nur Wahid yang juga Wakil Ketua Badan Wakaf Pesantren Gontor itu.
Untuk dapat terus meningkatkan kemampuan, para santri disarankan untuk tidak fobia atau anti terhadap nilai-nilai ke-Indonesiaan, lalu tidak berperan dalam perbaikan bangsa.
"Apalagi gampang membidahkan sesuatu dengan cara yang kurang bijak. Sikap santri justru harus mampu memadukan tradisi dan modernitas yang sejalan dengan nilai universal," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Hidayat Nur Wahid juga mengingatkan pemerintah untuk bijak dalam mengelola konflik, bahkan menghindari konflik dengan umat Islam.
“Menuduh umat Islam sebagai kelompok radikal adalah sikap ahistoris dan kontraproduktif. Kontribusi umat Islam bagi negara-bangsa Indonesia sangat nyata. Bukan fiktif atau ilusi. Bahkan, jika kita jujur mencermati sejarah, ditemui fakta sekitar 70 kerajaan di Indonesia yang secara ikhlas meleburkan diri ke dalam negara Indonesia yang pada saat kemerdekaan 1945 masa depannya belum pasti," katanya.
Musyawarah besar (Mubes) perdana tersebut dihadiri Pimpinan Pondok Modern Gontor KH. Hasan Abdullah Sahal, Ketua Umum PP IKPM Ismail Budi Prasetyo, Ketua Forum Pesantren Alumni (FPA) KH. Zulkifli Muhadli dan Gusti Sultan Sepuh XIV Keraton Kasepuhan Cirebon PRA H. Arief Natadiningrat SE. Pengurus Pusat FORBIS dan Ketua-Ketua FORBIS Daerah beserta beberapa anggota juga hadir sebagai peserta.
Baca juga: MPR bukan lagi lembaga tertinggi negara tapi berwenang ubah konstitusi
"Santri Indonesia tidak hanya pandai mengaji, tapi juga mengelola bisnis untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan membuka lapangan kerja," katanya dalam Forum Bisnis (Forbis) Gontor yang menggelar Musyawarah Besar (Mubes) Perdana di Keraton Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat, pada 26-28 Oktober 2019.
Hidayat Nur Wahid dalam siaran pers yang diterima ANTARA di Jakarta, Rabu lebih lanjut mengatakan Forbis Gontor bukan kelompok radikal, melainkan para santri yang memberikan kontribusi besar terhadap bangsa karena telah membantu mengurangi kemiskinan dan pengangguran.
Baca juga: Hidayat Wahid: PKS konsisten sebagai oposisi
Ia berharap Forbis mampu bersinergi dengan pemerintah dalam upaya bersama mengatasi persoalan bangsa.
"Forbis diharapkan mampu memberi rekomendasi atas regulasi dan program yang dapat disinergikan dengan pihak eksekutif dan legislatif. Harus mengakses sumberdaya dan bersinergi dengan Kementerian Perdagangan, Perindustrian, BKPM, dan Komisi terkait di DPR RI," kata Hidayat Nur Wahid yang juga Wakil Ketua Badan Wakaf Pesantren Gontor itu.
Untuk dapat terus meningkatkan kemampuan, para santri disarankan untuk tidak fobia atau anti terhadap nilai-nilai ke-Indonesiaan, lalu tidak berperan dalam perbaikan bangsa.
"Apalagi gampang membidahkan sesuatu dengan cara yang kurang bijak. Sikap santri justru harus mampu memadukan tradisi dan modernitas yang sejalan dengan nilai universal," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Hidayat Nur Wahid juga mengingatkan pemerintah untuk bijak dalam mengelola konflik, bahkan menghindari konflik dengan umat Islam.
“Menuduh umat Islam sebagai kelompok radikal adalah sikap ahistoris dan kontraproduktif. Kontribusi umat Islam bagi negara-bangsa Indonesia sangat nyata. Bukan fiktif atau ilusi. Bahkan, jika kita jujur mencermati sejarah, ditemui fakta sekitar 70 kerajaan di Indonesia yang secara ikhlas meleburkan diri ke dalam negara Indonesia yang pada saat kemerdekaan 1945 masa depannya belum pasti," katanya.
Musyawarah besar (Mubes) perdana tersebut dihadiri Pimpinan Pondok Modern Gontor KH. Hasan Abdullah Sahal, Ketua Umum PP IKPM Ismail Budi Prasetyo, Ketua Forum Pesantren Alumni (FPA) KH. Zulkifli Muhadli dan Gusti Sultan Sepuh XIV Keraton Kasepuhan Cirebon PRA H. Arief Natadiningrat SE. Pengurus Pusat FORBIS dan Ketua-Ketua FORBIS Daerah beserta beberapa anggota juga hadir sebagai peserta.
Baca juga: MPR bukan lagi lembaga tertinggi negara tapi berwenang ubah konstitusi
Pewarta: Katriana
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019
Tags: