Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan kesepakatan yang diambil Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) terkait penghentian ekspor bijih mentah (ore) nikel hanya bersifat sementara sebelum sepenuhnya diberlakukan pada Januari 2020.

Ditemui di Jakarta, Selasa, Luhut menyebut penghentian ekspor ore nikel dilakukan setelah terdeteksi ada peningkatan kuota hingga tiga kali lipat sejak pengumuman percepatan larangan ekspor ore nikel.

Berdasarkan laporan yang diterima, rata-rata ekspor mencapai 100-130 kapal per bulan, jauh melebihi kapasitas normal sekitar 30 kapal per bulan.

Baca juga: BKPM bangun komunikasi percepat realisasi investasi smelter

"Jadi kita evaluasi, kita stop sementara sampai pemeriksaan dilakukan secara terpadu antara Bea Cukai, KPK, kemudian Bakamla, TNI Angkatan Laut. Intinya negara ini harus disiplinkan yang sembarangan seperti itu merusak tatanan negara," tegasnya.

Luhut mengatakan penghentian ekspor bijih mentah nikel akan dilakukan satu hingga dua minggu ke depan mulai Selasa (29/10). Jika kemudian kondisi kembali normal, maka ekspor kemungkinan bisa dibuka kembali.

"Tidak mesti dua minggu, bisa saja satu minggu kalau (pemeriksaan) sudah selesai. Kalau normal lagi, tak ada peningkatan, ya sesuai dengan ketentuan (masih bisa ekspor)," jelasnya.

Luhut menjelaskan pemerintah ingin agar semua pihak bisa menaati ketentuan ekspor bijih mentah nikel. Ia menduga tingginya ekspor nikel dalam dua bulan terakhir dilakukan dengan memanipulasi kadar dan kuota nikel yang dijual.

Eksportir nikel diduga melakukan ekspor besar-besaran, bahkan hingga melebihi kuota, sebelum dilarang mulai 2020 mendatang. Padahal, kuota ekspor juga diberikan sesuai dengan progres pembangunan smelter. Namun, baik pengusaha yang membangun maupun yang tidak membangun smelter ditengarai tetap melakukan ekspor besar-besaran.

"Lonjakan luar biasa sudah dua bulan dari awal September. Itu merusak dan merugikan negara. Mereka manipulasi kadar dan kuota dan tidak punya smelter," katanya.

Luhut menegaskan semua pihak terkait akan turut andil dalam penyelesaian masalah tersebut. Kementerian ESDM akan mendata perusahaan-perusahaan yang memiliki fasilitas smelter. Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan ikut mengecek dan mengawasi pembangunan smelter.

"Sanksinya pidana. Jadi jangan macam-macam karena KPK terlibat," imbuhnya.

Terpisah, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia memastikan keputusan pemerintah untuk mempercepat larangan ekspor bijih nikel pada Januari 2020 tidak akan berubah.

Pihaknya bersama para pengusaha bidang smelter telah sepakat untuk mendorong agar ada pembenahan terhadap industri nikel itu dengan bersama menghentikan ekspor bijih nikel demi suksesnya hilirisasi di dalam negeri.

"Keputusan soal 1 Januari 2020 tidak ada yang diubah. Yang ada adalah kesepakatan antara pemerintah, dalam hal ini BKPM, dengan pengusaha yang sadar, yang cinta negaranya," pungkas Bahlil.

Baca juga: HIPMI: Larangan ekspor nikel dorong Indonesia jadi pemain smelter
Baca juga: Anggota DPR: Percepatan larangan ekspor nikel respons pasar domestik