LSM nilai Idham Azis sisakan utang pengungkapan kasus Novel
29 Oktober 2019 19:49 WIB
Dokumentasi Ketua KPK, Agus Rahardjo (kiri), bersama Kepala Polda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Polisi Idham Azis (kanan), menunjukkan sketsa terduga pelaku penyiraman air keras kepada penyidik KPK, Novel Baswedan, dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (24/11/2017). Polda Metro Jaya bersama KPK mengungkap dua sketsa terduga pelaku dalam kasus tersebut. ANTARA FOTO/Akbar Guma
Jakarta (ANTARA) - Calon tunggal Kepala Kepolisian Indonesia, Komisaris Jenderal Polisi Idham Azis, dinilai masih menyisakan hutang pengungkapan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK, Novel Baswedan.
"Masalah yang menimpa Novel Baswedan belum mampu diselesaikan oleh Idham Azis," ujar Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Pemerhati Hukum Indonesia (LKPHI), Ismail Marasabessy, di Jakarta, Selasa.
Saat masih menjabat sebagai kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Indonesia, Azis ditunjuk sebagai ketua tim teknis pengungkapan kasus Baswedan.
Namun hingga kini, tim teknis yang dibentuk pada Juli 2019 itu masih belum mampu mengungkap siapa dalang dibalik penyiraman air keras terhadap dia.
Marasabessy mengatakan belum berhasilnya Azis mengungkap kasus Novel Baswedan menjadi catatan tersendiri. Sebagai calon tunggal kepala Kepolisian Indonesia, sebaiknya Idham tidak meninggalkan "pekerjaan rumah".
Juga baca: Kadin: Calon kapolri harus mampu jamin stabilitas keamanan
Juga baca: DPR pastikan uji kelayakan calon Kapolri pekan ini
Menurut Marasabessy, dengan latar belakang sebagai mantan anggota Detasemen Khusus Anti Teror 88, seharusnya Aziz tidak kesulitan mengungkap pelaku penyiraman air keras terhadap Baswedan.
Apalagi, kata dia, sudah terdapat sejumlah bukti yang berhasil diungkap, termasuk adanya rekaman kamera pengawas yang memperlihatkan detik-detik penyiraman air keras itu terjadi.
"Kalau kasus teroris saja berhasil dia pecahkan, kenapa kasus Novel yang menurut kami kecil sudah hampir dua tahun tidak berhasil dipecahkan? Padahal sudah ada alat bukti," kata dia.
Idham kemudian meminta kepada Presiden Joko Widodo agar mempertimbangkan kembali penunjukan dia itu. "Masih banyak komisaris jenderal (polisi) lain yang memiliki rekam jejak yang lebih matang dan lebih hebat dibanding Idham Azis," ujar Marasabessy.
Sebelumnya, Jokowi, di Istana Merdeka Jakarta, Kamis (24/10), mengaku akan mengejar pengungkapan kasus penyerangan penyidik KPK Novel Baswedan kepada kepala Kepolisian Indonesia yang baru.
Pada 19 Juli 2019, dia memberikan waktu tiga bulan kepada Kepala Kepolisian Indonesia, Jenderal Polisi Tito Karnavian, untuk menyelesaikan kasus tersebut. Namun hingga Oktober 2019 yaitu tiga bulan setelah Jokowi memberikan tenggat waktu itu, kasus belum terungkap dan Karnavian malah dilantik sebagai menteri dalam negeri pada 23 Oktober 2019.
Jokowi mengakui ada perkembangan dalam pengusutan kasus tersebut.
"Saya sudah sudah melihat laporan kemarin sebelum saya angkat menjadi Mendagri kepada Pak Tito, saya kira ada perkembangan yang sangat baik yang akan segera diteruskan Kapolri baru," kata Jokowi.
"Masalah yang menimpa Novel Baswedan belum mampu diselesaikan oleh Idham Azis," ujar Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Pemerhati Hukum Indonesia (LKPHI), Ismail Marasabessy, di Jakarta, Selasa.
Saat masih menjabat sebagai kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Indonesia, Azis ditunjuk sebagai ketua tim teknis pengungkapan kasus Baswedan.
Namun hingga kini, tim teknis yang dibentuk pada Juli 2019 itu masih belum mampu mengungkap siapa dalang dibalik penyiraman air keras terhadap dia.
Marasabessy mengatakan belum berhasilnya Azis mengungkap kasus Novel Baswedan menjadi catatan tersendiri. Sebagai calon tunggal kepala Kepolisian Indonesia, sebaiknya Idham tidak meninggalkan "pekerjaan rumah".
Juga baca: Kadin: Calon kapolri harus mampu jamin stabilitas keamanan
Juga baca: DPR pastikan uji kelayakan calon Kapolri pekan ini
Menurut Marasabessy, dengan latar belakang sebagai mantan anggota Detasemen Khusus Anti Teror 88, seharusnya Aziz tidak kesulitan mengungkap pelaku penyiraman air keras terhadap Baswedan.
Apalagi, kata dia, sudah terdapat sejumlah bukti yang berhasil diungkap, termasuk adanya rekaman kamera pengawas yang memperlihatkan detik-detik penyiraman air keras itu terjadi.
"Kalau kasus teroris saja berhasil dia pecahkan, kenapa kasus Novel yang menurut kami kecil sudah hampir dua tahun tidak berhasil dipecahkan? Padahal sudah ada alat bukti," kata dia.
Idham kemudian meminta kepada Presiden Joko Widodo agar mempertimbangkan kembali penunjukan dia itu. "Masih banyak komisaris jenderal (polisi) lain yang memiliki rekam jejak yang lebih matang dan lebih hebat dibanding Idham Azis," ujar Marasabessy.
Sebelumnya, Jokowi, di Istana Merdeka Jakarta, Kamis (24/10), mengaku akan mengejar pengungkapan kasus penyerangan penyidik KPK Novel Baswedan kepada kepala Kepolisian Indonesia yang baru.
Pada 19 Juli 2019, dia memberikan waktu tiga bulan kepada Kepala Kepolisian Indonesia, Jenderal Polisi Tito Karnavian, untuk menyelesaikan kasus tersebut. Namun hingga Oktober 2019 yaitu tiga bulan setelah Jokowi memberikan tenggat waktu itu, kasus belum terungkap dan Karnavian malah dilantik sebagai menteri dalam negeri pada 23 Oktober 2019.
Jokowi mengakui ada perkembangan dalam pengusutan kasus tersebut.
"Saya sudah sudah melihat laporan kemarin sebelum saya angkat menjadi Mendagri kepada Pak Tito, saya kira ada perkembangan yang sangat baik yang akan segera diteruskan Kapolri baru," kata Jokowi.
Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019
Tags: