Alfitra Salamm: Pintu penanganan pelanggaran pemilu terlalu banyak
29 Oktober 2019 19:20 WIB
Ilustrasi - Ketua Majelis Hakim DKPP Muhammad mengonfrontasi pihak terkait dan pihak teradu terkait dengan kebenaran dalam sidang pemeriksaan dan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu KPU Kabupaten Toli-toli di Kantor Bawaslu Sulteng di Palu, Jumat (5-7-2019). ANTARA/Muh. Arsyandi
Jakarta (ANTARA) - Anggota DKPP Alfitra Salamm menilai pintu masuk penanganan pelanggaran yang terjadi pada pemilihan umum di Indonesia terlalu banyak.
“Lembaga yang menangani perkara pelanggaran terlalu banyak, pintunya terlalu banyak, ada MK, Bawaslu, kepolisian, dan PTUN,” kata Alfitra ketika menjadi salah satu narasumber dalam rapat kerja terbatas (rakertas) yang diadakan oleh Sekretariat Jenderal Dewan Ketahanan Nasional di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan bahwa banyaknya pintu masuk untuk menangani perkara pelanggaran pemilu tersebut sebenarnya memang memungkinkan adanya alternatif-alternatif bagi para pencari keadilan.
Namun, hal tersebut justru memberikan dampak lain, seperti penanganan pelanggaran yang dinilai kurang efisien.
Baca juga: Bawaslu: dua orang dipenjara akibat politik uang di Jakarta
Baca juga: Bawaslu Jakarta catat 103 pelanggaran selama Pemilu 2019
Baca juga: DKPP sidangkan dugaan pelanggaran kode etik KPU Buleleng
Menurut dia, sebaiknya pada pemilihan umum berikutnya dapat dibentuk satu lembaga yang khusus menangani perkara kepemiluan.
“Coba buat satu peradilan saja, tuntaskan satu. Saya tidak tahu, apakah Bawaslu atau DKPP yang jadi embrionya," katanya.
Penyederhanaan pintu masuk penanganan itu dia sampaikan saat rapat kerja terbatas bertajuk "Rencana Kontijensi Nasional Pemilu Kepala Daerah 2020".
Pembicara lain dalam rapat tersebut, yaitu anggota KPU Pramono Ubaid Tanthowi serta perwakilan dari Kemendagri, Polri, TNI, Mahkamah Agung, BIN, dan Kemenkominfo.
“Lembaga yang menangani perkara pelanggaran terlalu banyak, pintunya terlalu banyak, ada MK, Bawaslu, kepolisian, dan PTUN,” kata Alfitra ketika menjadi salah satu narasumber dalam rapat kerja terbatas (rakertas) yang diadakan oleh Sekretariat Jenderal Dewan Ketahanan Nasional di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan bahwa banyaknya pintu masuk untuk menangani perkara pelanggaran pemilu tersebut sebenarnya memang memungkinkan adanya alternatif-alternatif bagi para pencari keadilan.
Namun, hal tersebut justru memberikan dampak lain, seperti penanganan pelanggaran yang dinilai kurang efisien.
Baca juga: Bawaslu: dua orang dipenjara akibat politik uang di Jakarta
Baca juga: Bawaslu Jakarta catat 103 pelanggaran selama Pemilu 2019
Baca juga: DKPP sidangkan dugaan pelanggaran kode etik KPU Buleleng
Menurut dia, sebaiknya pada pemilihan umum berikutnya dapat dibentuk satu lembaga yang khusus menangani perkara kepemiluan.
“Coba buat satu peradilan saja, tuntaskan satu. Saya tidak tahu, apakah Bawaslu atau DKPP yang jadi embrionya," katanya.
Penyederhanaan pintu masuk penanganan itu dia sampaikan saat rapat kerja terbatas bertajuk "Rencana Kontijensi Nasional Pemilu Kepala Daerah 2020".
Pembicara lain dalam rapat tersebut, yaitu anggota KPU Pramono Ubaid Tanthowi serta perwakilan dari Kemendagri, Polri, TNI, Mahkamah Agung, BIN, dan Kemenkominfo.
Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019
Tags: