Jakarta (ANTARA) - Anggota DPR RI Ledia Hanifa Amalia mendesak sumber daya manusia sektor pariwisata dapat dibenahi ke depannya agar lebih profesional, begitu juga dengan kelengkapan sarana dan prasarana lokasi yang kerap didatangkan wisatawan di berbagai daerah.

"Yang sering ditemukan, pada destinasi wisata baru atau destinasi wisata yang masih berada di wilayah non-perkotaan belum nampak SDM pariwisata yang profesional yang bisa menghadirkan pemahaman destinasi wisata dan melakukan sosialisasi terkait desatinasi wisata," kata Ledia Hanifa dalam rilis yang diterima di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, persoalan SDM pariwisata kerap tidak merata dan sangat sedikit, itupun masih terkonsentrasi kepada wilayah kota dan destinasi wisata unggulan.

Baca juga: Kemenpar siapkan program untuk hasilkan SDM unggul bidang pariwisata

Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu juga menyoroti terkait sarana prasarana destinasi wisata yang belum tertata dan tersiapkan dengan baik.

Ia memaparkan, kerap mendengar kasus adanya satu area wisata yang sesungguhnya indah dan berpotensi wisata besar tetapi ternyata tidak memiliki kesiapan sarana prasarana yang memberi kemudahan dan kenyamanan pada wisatawan hingga berujung pada munculnya kekecewaan.

"Bahkan seringkali tidak nampak pula adanya penerapan standar pelayanan minimal (SPM) bagi para wisatawan. Yang paling mudah soal SPM ini katakanlah adanya toilet dengan jumlah memadai, bersih, aksesnya mudah. Sekalipun toilet itu kecil dan desainnya sederhana," ucap Ledia.

Ledia juga menyatakan, perkembangan pariwisata juga sangat dipengaruhi dari bagaimana masyarakat setempat diikutsertakan dalam upaya pengembangan destinasi wisata dengan diberikan sosialisasi, pelatihan dan peluang terlibat dalam kegiatan kepariwisataan.

Untuk itu, ujar dia, masyarakat juga perlu dirangkul, dibina dan diberikan kesempatan untuk sama mengelola, menata dan mengembangkan destinasi wisata di wilayah mereka agar terwujud kreasi produk dan jasa layanan wisata yang profesional, memenuhi standar pelayanan minimum dan berkesesuaian dengan rencana program dari pemerintah atau pemerintah daerah.

"Kalau hal ini tidak dilakukan, setiap orang cenderung berkreasi sendiri semaunya dan tanpa standar pelayanan minimum yang bisa membawa pada ketiadaan penataan dan kekecewaan wisatawan. Misalnya saja soal tarif masuk, tarif parkir, tarif makanan dan minuman, kualitas produk dan jasa dan banyak lagi," katanya.

Semua hal tersebut, lanjutnya, pada akhirnya justru bisa menjadi bumerang yang akan menurunkan jumlah wisatawan ke destinasi tersebut.

Sebelumnya, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono menyatakan, pembangunan infrastruktur pada lima kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN) super prioritas dipastikan bakal selesai pada akhir tahun 2020.

"Dukungan infrastruktur lima KSPN harus selesai akhir tahun 2020 sesuai dengan pesan Presiden Joko Widodo pada saat pelantikan dan Rapat Kabinet Terbatas sebelumnya. Kami pastikan tahun 2020 dari Kementerian PUPR anggarkan Rp7,6 triliun dan dari Kementerian Perhubungan sekitar Rp2,5 triliun untuk investasi langsung APBN untuk pembangunan infrastruktur KSPN," kata Menteri Basuki.

Dukungan infrastruktur KSPN yang dibangun Kementerian PUPR pada 2020 mencakup konektivitas, sumber daya air, perumahan dan permukiman.

Baca juga: UBSI dan Kementerian Pariwisata bersinergi siapkan SDM unggul
Baca juga: Kemenko Maritim gandeng ILO latih pekerja pariwisata Lombok