Medan (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia diminta agar menolak diberlakukannya konsep liberalisasi, sebelum perekonomian Indonesia benar-benar sehat dan siap untuk bersaing dengan dunia luar. Dengan kondisi perekonomian dewasa ini, Indonesia hanya akan menjadi objek dan korban penjajahan ekonomi global, kata Dekan Fakultas Sosial dan Ilmu Politik USU, Prof. Dr. M. Arif Nasution dalam Seminar "Komunikasi Politik Dalam Pluralisme Untuk Membangun Nasionalisme" di Medan, Kamis. Menurut dia, pemerintah perlu "memproteksi" (melindungi) ekonomi Indonesia dari "serangan" dunia luar yang menganut asas kapitalisme yang hanya mengutamakan keuntungan. Pemerintah juga diharapkan tidak berkiblat dengan Amerika dan negara Barat lainnya yang sering menetapkan standar ganda dalam setiap aspek. Jika memang ingin belajar dari Amerika, perlu difahami bahwa negara itu juga memproteksi perekonomiannya sekitar 100 tahun lamanya, sebelum memberlakukan liberalisasi. "Setelah ekonominya kuat dan tahan uji, baru Amerika menerapkan liberalisasi dan membuka diri dari dunia luar," katanya. Ia menambahkan, sebelum memberlakukan konsep liberalisasi, pemerintah sebaiknya memberdayakan tulang punggung perekonomian bangsa, seperti petani dan nelayan terlebih dulu. Pemerintah sebaiknya menetapkan kebijakan yang lebih memihak pada kepentingan soko guru perekonomian tersebut, dengan menetapkan aturan yang lebih menguntungkan. Dibutuhkan kebijakan yang memudahkan masyarakat bawah untuk mengembangkan usahanya agar memiliki kemapanan ekonomi. Nasution mencontohkan penyusunan APBN dan APBD yang terkesan diskriminatif terhadap pelaku usaha kecil, karena harus menyiapkan agunan yang cukup besar untuk mendapatkan pinjaman dari bank. Bagaimana mungkin rakyat yang berstatus ekonomi menengah ke bawah dapat menyiapkan agunan yang bernilai besar guna mendapatkan pinjaman untuk memajukan usahanya. "Padahal pinjaman yang diberikan pun hanya sekedar untuk membuka kios," katanya. (*)