Jakarta (ANTARA) - Pakar Hukum Pidana dari Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad menilai pihak yang menuding bahwa data Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai luas lahan sawah tidak akurat dapat dipidanakan.

"Ini berkaitan isu sensitif dan krusial yang berpotensi menimbulkan kegaduhan di masyarakat," kata Suparji dalam pernyataan di Jakarta, Selasa.

Suparji mengatakan tudingan tersebut memerlukan pendalaman dan pertanggungjawaban lebih lanjut, apalagi hal itu merupakan asumsi pribadi yang belum dapat dibuktikan.

Baca juga: BPS nyatakan data produksi beras wewenang kementerian pertanian

Untuk itu, ia mengatakan proses hukum dapat dilakukan agar terdapat kejelasan terkait validitas data BPS dan masyarakat tidak terpengaruh oleh polemik ini berkepanjangan.

"Kalau ada data valid bandingkan saja dengan data yang terungkap di publik dan sebenarnya supaya ada kejelasan," kata Suparji.

Sebelumnya, Menteri Pertanian 2014-2019 Andi Amran Sulaiman membeberkan bahwa 92 persen sampel untuk mengolah data lahan sawah yang diambil citra satelit melalui skema Kerangka Sampel Area (KSA) tidak akurat.

Baca juga: Pengamat sarankan mentan tegas terkait data BPS

Amran Sulaiman mengakui bahwa masalah data lahan sawah yang berpengaruh pada berkurangnya distribusi subsidi pupuk harus diperbaiki.

Dalam kesempatan terpisah, Direktur Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan BPS Hermanto mengatakan selama ini penyempurnaan data selalu melibatkan sejumlah kementerian lembaga terkait.

Untuk penyediaan data luas lahan sawah, BPS telah berkoordinasi dengan Badan Informasi Geospasial (BIG), Kementerian ATR/BPN dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan).

Setiap rapat pembahasan data juga selalu terdapat para pakar yang mencermati data-data sehingga semua data bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

"BPS selalu berusaha menjaga integritas negeri ini dengan data yang seakurat mungkin," kata Hermanto.